Bertemu Dengan Crush

Ai Lie terus meremehkan Xia. Bahkan sebelum Xia pergi Amerika saja, sewaktu mereka masih duduk di bangku sekolah dasar, Ai Lie pernah berselisih dengan Xia yang menyebabkan Xia harus dikirim ke Amerika oleh kakaknya.

"Jika Tuan Chen adalah kakakmu, pastinya dia tidak akan mengirim dirimu ke Amerika saat itu, bukan?" Ai Lie sengaja membuka luka lama Xia.

Jika saja hari itu bukanlah hari yang indah bagi Xia, remaja ini pasti sudah membalas apa teman sekolahnya itu. Xia tahu sekali jika Ai Lie sengaja mengatakan itu supaya dirinya berbuat rusuh di sekolah, dengan itu nanti Xia akan terancam dikirim kembali ke Amerika.

"Hei, apa kau baik-baik saja? Kenapa hari ini kau terlihat diam dan tenang?" tanya Wei Mian, khawatir.

Xia menggeleng.

"Tapi ini bukan dirimu yang sebenarnya. Xia, apakah kau yakin, kau baik-baik saja?" lanjut Wei Mian penasaran.

Xia hanya mengangkat jempol tangan kanannya. Tersenyum dengan tenang, sampai membuat Wei Mian bingung. Sikap Xia yang tenang malah membuat Ai Lie semakin geram saja.

"Awas saja kamu, Xia. Aku tidak akan melepaskanmu begitu saja. Aku tidak ingin kamu berada di kota ini karena pastinya semua orang akan memandangku lebih rendah darimu, aku tidak akan pernah terima hal itu!" batin Ai Lie.

Masih sangat teringat jelas, ketika Xia belum di kirim ke Amerika. Xia menjadi gadis remaja yang penuh inspiratif. Orang lain melihat Xia adalah putri dari seorang ayah yang sangat sempurna dan juga adik dari kakak yang hebat, sebab Xia selalu menjadi teladan bagi remaja seusianya.

Pada kenyataannya, Xia mencapai semua itu hanya karena dia ingin sekali diakui oleh keluarganya sendiri. Itu adalah bentuk perjuangan dirinya supaya bisa diapresiasi oleh Chen. Namun, sayangnya malah selalu dijadikan bahan perbandingan dengan anak-anak yang lainnya di kalangan orang kaya.

***

Ketika pulang sekolah tiba.

"Yo! Lagi menunggu siapa, anak haram?" Ai Lie kembali bertanya.

Xia tidak menanggapinya. Dia lebih memilih untuk diam dibandingkan nantinya akan terkena masalah lagi karena Ai Lie.

"Astaga, apa kau tidak mendengarkan aku bicara?" ketus Ai Lie.

"Xia!" teriaknya.

Tetap saja Xia hanya diam, sama sekali tidak memandang Ai Lie sedikitpun yang masih berada di sampingnya.

"Xia, aku tahu apa yang kau pikirkan. Pasti akan ada ide lain untuk membuat dirimu jauh lebih bersinar daripada diriku? Ingat, Xia. Bintang di langit pun ada masanya cahayanya redup, apalagi dirimu!" Ai Lie terus saja bergeming. Tapi tetap saja Xia tidak menanggapinya.

Sampailah sopir Ai Lie datang menjemput. Ai Lie mengguyur wajah cantik Xia menggunakan air dalam botol minumnya, kemudian tersenyum sinis, menaikkan kaca mobilnya dan berlalu.

Di tahap itu, Xia masih berusaha untuk tetap sabar. Remaja berusia 15 tahun itu tidak ingin merusak mood baiknya hanya karena musuh bebuyutannya. Setelah menunggu sekitar 30 menitan, akhirnya mobil yang biasa dikendarai oleh kakaknya datang.

"Kenapa lama sekali menjemputku? Hari ini aku be—" ucapan Xia terhenti ketika melihat yang duduk di sebelahnya bukan kakaknya, Chen. Melainkan pria lain yang berwajah manis dalam pandangan Xia.

"Nona Xia, maafkan aku. Tadi sebenarnya Tuan Chen yang akan menjemputmu. Tapi ketika sedang dalam perjalanan kemari, keluarga kandung dari Tuan Chen menghubunginya dan meminta beliau untuk menjemput ke bandara," jelas Sean.

Tatapan Xia masih tertuju kepada seorang pria yang duduk di sebelahnya. Mungkin, saat itu Xia sedang merasakan indahnya jatuh cinta pada pandangan pertama.

"Nona Xia ...." panggil Sean.

"Xi ... Xia!"

"Ah, iya Kak Sean. Aku tadi sudah mendengarnya. Pasti keluarga kakak jauh lebih penting dariku, makanya dia menjemput keluarganya terlebih dahulu," Xia baru saja menanggapi.

Sean merasa heran. Biasanya Xia akan marah dan mengamuk karena Chen mementingkan hal lain daripadanya.

"Kak Sean, bisa kita jalan sekarang. Seragamku basah, sepertinya aku sudah mulai pusing karena memakai pakaian basah," meski mengatakan itu, mata Xia masih tertuju kepada sosok pria yang ada di sampingnya.

Baru beberapa meter meninggalkan gerbang sekolah, Xia bertanya kepada pria yang duduk disampingnya dengan nadanya yang lembut. "Um, paman ini siapa?" tanyanya.

Sean menahan tawa hanya karena Xia memanggil pria itu dengan sebutan paman. Usianya tidak jauh dari usia kakaknya. Sean yang sudah mengenal pria itu sampai tak tahan lagi hendak tertawa.

"Hahaha, paman? Hahaha, Xia, apa dia terlihat tua di matamu?" tanya Sean dengan tawanya.

"Kenapa kau tertawa, kak Sean. Apa ada yang lucu dari pertanyaanku? Aku hanya bertanya saja sesuai dengan kesopanan yang kak Chen ajarkan, jadi jangan salahkan aku!" kesal Xia.

Pria di sampingnya hanya bisa tersenyum tipis karena dia tidak tahu apa yang dibicarakan oleh Sean dan Xia. Xia ini memiliki sikap yang lucu dan banyak tingkah. Hanya saja, ketika sedang ada Chen, dia berubah menjadi anak baik dan patuh. Rasa penasarannya yang tinggi membuat remaja ini kembali bertanya dengan pria yang berada di sampingnya.

"Paman ... oh, bukan paman. Kakak tampan, kakak ini siapa ya? Apakah kakak temannya kakakku Chen dan Sean?" tanya Xia kembali.

"Dia tidak bisa bahasa Mandarin, Xia. Kau bicaralah menggunakan bahasa Inggris, pasti dia mengerti," sahut Sean.

Xia mengangguk paham. "Hai, apa kamu temannya kakak Chen dan kaka Sean?" tanya Xia, sudah lancar memanggil Sean dengan sebutan kakak.

Pria itu menjawab pertanyaan dari Xia dengan senyuman yang manis di bibirnya. "Iya, saya mengenal Chen dan Sean."

"Jika boleh tahu, kamu ini siapa nya mereka?" tanya pria itu dengan ramah.

Suara yang terdengar halus nan merdu itu sampai menusuk ke gendang telinga Xia dan meluncur ke jantungnya. Remaja ini telah terpanah oleh panah asmara yang pria itu lepaskan.

"Xia, namaku Xia ... hanya Xia. Kakak bisa memanggil namaku dengan panggilan Xixi atau Xi'er. Aku adalah adik mereka, kakak sendiri siapa?" Xia sangat membenci nama belakang yang disematkan dalam namanya. Sehingga dia tidak pernah mengucapkan dan memberitahu kepada orang baru tentang nama belakangnya itu.

"Nama saya Tama. Saya sepupu Chen yang datang dari Indonesia, ibu saya adalah saudara ibu kandungnya Chen," pria itu bernama Tama.

Pria yang santun, memiliki tutur kata yang lembut itu mampu menyihir mata Xia. Tama datang karena dia harus menghadiri pernikahan saudara Chen sebagai perwakilan orang tuanya yang tidak bisa hadir.

Pria berusia 27 tahun ini adalah seorang pengusaha, kedua orang tuanya sepasang dokter yang bekerja di rumah sakit besar di Korea. Tama adalah anak tunggal, dan mandiri sejak dia kecil.

Sementara itu, Xia merasa sedih mendengar bahwa kakaknya memiliki saudara kandung dan keluarga kandung. Xia mendengar bahwa kakaknya memiliki dua adik kembar perempuan yang sangat pintar. Hal itu membuatnya insecure ketika harus membahas kedua adik kakak angkatnya itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!