Kepedulian Yang Tak Terlihat

Ketika keluar dari dapur, Xia bertemu dengan kakaknya. Tatapan dingin kakaknya itu rupanya memang sudah bawaan dari dulu. Xia yakin jika kakaknya memang sikapnya sudah seperti itu.

"Kakak, kenapa kakak ke dapur? Apa kakak mau makan, minum? Atau butuh apa, katakan saja padaku. Aku akan menyiapkan untukmu," Xia begitu antusias.

"Tidak," jawab Chen.

"Aku akan membuatkan minum jika kakak mau," kembali Xia menawarkan diri.

Chen sama sekali tidak menanggapi, malah dia mengambil gelas dan menuangkan air sendiri. Sudah terbiasa bagi Xia tidak dianggap seperti itu. Tapi rasa bahagianya karena besok malam akan diajak menghadiri pesta, Xia tetap tersenyum ketika kakaknya sudah berlalu.

***

Pagi yang cerah, membuat suasana sarapan semakin hangat. Apalagi saat itu Sean membuat sarapan pagi kesukaannya Xia. Remaja itu terlihat begitu semangat ketika menyantap sarapannya.

"Sean, memang pie susu buatan kamu ini sangat lezat. Bisakah aku mendapatkan setiap hari?" tanya Xia.

"Nona Xia, a—" ucapan Sean tersela.

"Kau akan mendapatkan pie susu itu setiap hari jika panggilanku kepada Sean diubah. Panggil dia kakak, atau pie susu itu akan menjadi pie susu dari Sean yang kau makan," tegas Chen.

"Tapi, kak ... Kakakku hanya kau saja. Sean itu kan ...." sebelum Xia melanjutkan ucapannya, dia melihat Chen dengan tatapan menusuk. "Baiklah, mulai saat ini aku akan memanggilnya dengan sebutan kakak," Xia patuh.

Sean adalah anak adopsi Tuan Wang, ayah angkat Chen. Keduanya dibesarkan dalam kasih sayang Tuan Wang, nama yang mereka miliki juga sama-sama bermarga Wang. Namun, karena jiwa pemimpin Chen sudah terbentuk ketika kecil, maka Tuan Wang memberikan semua warisannya kepadanya.

Meski begitu, Sean tidak pernah iri hati. Sean memang tidak tertarik dengan bisnis keluarga sebelumnya. Akan tetapi, setelah kematian Tuan Wang, barulah Sean berusaha membantu Chen mengembangkan perusahaan keluarga dan saat ini keduanya sudah membangun perusahaannya masing-masing. Hanya saja, Sean masih nyaman bersama Chen sebagai asistennya.

"Tuan ...." lagi-lagi ucapan Sean tersela.

"Kau juga, Sean!" seru Chen. "Huft, kita saat ini berada di rumah, tidak bisakah kau memanggilku dengan sebutan nama saja? Usia kita hanya terpaut 3 bulan dan kau saja lebih tua dariku," lanjutnya.

"Sudah berapa kali aku katakan, Tuan. Aku dan kamu itu berbeda, kau adalah anak angkat yang memang sudah resmi menjadi anaknya ayah. Sedangkan aku? Aku hanya anak angkat secara lisan saja karena aku juga masih memiliki orang tua. Jadi—"

Chen kembali memotong perkataan Sean. "Aku selesai, aku akan menunggumu di mobil, Sean." katanya, merapikan pakaiannya, lalu pergi.

Xia menatap Sean dengan tatapan sedih. Xia berpikir, Sean, jauh lebih terhormat statusnya di keluarga Wang dibandingkan dirinya. Lahir dengan status anak buangan keluarga Wang, karena hasil perselingkuhan membuatnya selalu tidak dianggap oleh keluarga sebelumnya.

Berkat Chen, Xia tumbuh dengan baik selama 15 tahun meski dirinya harus dikirim jauh ke Amerika untuk menjalani hidupnya. Chen masih memiliki rasa kemanusiaan dengan mempertahankan hidup Xia saat remaja itu lahir. Ketika Xia lahir, saat itu Chen berusia 13 tahun.

Di Usianya yang menginjak 12 tahun, Chen sudah dibekali ilmu pengetahuan tentang bisnis keluarga, sehingga dirinya bisa tumbuh menjadi pengusaha muda berusia 27 tahun yang hebat. Meski masih memerlukan bimbingan dari asisten pribadi ayahnya yang masih bertahan di perusahaan Wang.

"Seharusnya kamu jauh lebih bersyukur karena kamu diangkat resmi menjadi anaknya ayah. Apalagi sampai diumumkan, jadi semua orang tahu kau adalah anak kedua dari keluarga ini. Sedangkan aku?" suara Xia yang lirih itu masih terdengar di telinga Sean.

"Aku lahir dari hasil perselingkuhan ibu dengan paman, adik kandung ayah. Kelahiranku tidak pernah diumumkan oleh ayah. Tapi berkat kakak, meski aku tidak bisa tinggal bersamanya, aku bisa tumbuh baik sampai saat ini," lanjut Xia.

"Aku pernah mendengar kak Chen mengatakan ini. Kau hadir memang 15 tahun yang lalu dimana kedudukan anak pertama sudah ada kak Chen meski usiamu 3 bulan lebih tua. Tapi, dengan baiknya ayah mengumumkan dirimu menjadi anak kedua dan kakak menerimamu sebagai bagian keluarga. Kamu harus bersyukur akan itu ... kak Sean,"

Setelah memanggil nama Sean dengan sebutan kakak juga, Xia melahap suapan pie susu terakhirnya. Lalu membawa tasnya dan siap berangkat ke sekolah. Sedangkan Sean masih duduk diam di meja makan, beberapa menit kemudian, barulah ia beranjak, menyusul Chen yang sudah menunggunya di mobil.

Ketika Xia melewati samping mobil kakaknya, ia pun dipanggil oleh sang kakak. "Hei," panggilnya.

Langkah Xia terhenti. "Iya,"

Kemudian, Xia pun menghampiri kakaknya dengan perasaan heran. "Tadi, kakak memanggilku?" tanyanya memastikan.

"Iya," jawab Chen, masih memalingkan pandangannya.

"Um ... ada apa kakak memanggil?" tanya Xia lagi.

"Masuk ke mobil, aku akan mengantarmu ke sekolah," perintah Chen, menawarkan dengan sikapnya yang masih dingin.

Deg!

Jantung Xia langsung berdebar. Bukan perasaan jatuh cinta, melainkan ia terkejut dan terharu kakaknya menawarkan diri untuk mengantarnya. Selama hidupnya, Xia tidak pernah berada satu mobil dengan kakaknya, membuat remaja ini bingung hendak mengapresiasi langkahnya.

"Ck, sudah sejak kapan kamu bermasalah dengan pendengaran?" tanya Chen, ketus.

"Ti-tidak, kak ..."

"Masuk!" titah Chen, tegas.

Tanpa menunggu lama lagi, Xia langsung masuk ke mobil dan duduk di samping Chen, di kursi belakang. Senangnya hati Xia bisa duduk di samping kakaknya saat itu.

Blam~

Suara mobil juga tertutup setelah Sean masuk.

"Tuan ki—Nona Xia kau ...."

"Kakak yang memintaku duduk di sini," jelas Xia, ketika tatapan Sean terlihat terkejut.

"Hari ini ada meeting penting. Nanti kau mewakili aku menghadiri meeting itu. Hari ini aku ingin ke sekolahannya untuk meminta izin kepada wali kelasnya," terang Chen.

Mendengar itu, Xia langsung menatap kakaknya. Ia tidak tahu mengapa Chen ingin meminta izin untuknya. Padahal yang ia tahu, acara pernikahan keluarga kandungnya diadakan malam hari.

"Kak, tapi—" ucapan Xia terhenti saat tangan Chen diangkat.

Drrtt ...

Drrttt ....

Chen hendak menerima telepon.

"Iya, Tuan. Saya ingin mengucapkan permohonan maaf saya karena hari ini tidak bisa hadir dalam meeting tersebut. Tapi anda tidak perlu khawatir, adik saya akan mewakili saya hadir. Serahkan semuanya kepadanya, saya percaya dengan adik saya," kata Chen, tanpa menatap Sean. Tapi yakin semua itu ditunjukkan kepada Sean.

"Mengapa anda masih bertanya siapa adik saya? Apa masih kurang jelas dengan pengumuman ayah saya 15 tahun silam? Adik kedua saya adalah Sean, Sean Wang!"

Chen merasa kesal dan menutup teleponnya dengan kasar. "Menyebalkan sekali, kenapa dia terus bertanya? Dasar orang tua!" umpatnya.

"Kalian berdua juga kenapa menatapku? Apa kalian mau kehilangan satu mata kalian, hah! Sean, cepat antar kita ke sekolah!"

Begitulah jika Chen sedang kesal. Bahkan Xia pun sudah terbiasa dengan sikap kakaknya tersebut. Xia tidak mengerti mengapa kakaknya berbuat baik kepadanya. Padahal perlakuan kakaknya selama dirinya hidup, tidak pernah terbilang hangat. Selalu acuh, dan dingin kepadanya.

Terpopuler

Comments

Uzik Siti

Uzik Siti

dan bukannya yg selalu bersama Chen itu Jo ya kak. buka Sean.

2023-05-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!