Selimut masih menutupi Raya, matanya masih terpejam, malas rasanya untuk bangun dan menyambut sejuknya pagi hari.
"Raya, bangun...! kamu ga masuk kerja?" Hari kakaknya Raya yang paling menyayangi Raya, meskipun Raya sudah dewasa Hari selalu memanjakan Raya, seakan Raya masih kecil.
Raya mulai membuka matanya perlahan, dilihatnya Kak Hari yang duduk disamping Raya sambil memberi senyuman pagi untuk Raya.
"Masih ngantuk kak". Raya sedang malas bangun, mungkin lebih baik tidur lagi dari pada harus bertemu dengan orang-orang yang tidak ingin dia temui. Mungkin dengan itu, Raya bisa menghindar dari mereka.
"Mulai nih malas kerja. Ada apa adikku sayang, coba cerita sama kakak. sepertinya ada masalah nih...." Tebak Kak Hari, sambil membuka selimut Raya. Dilihatnya, Raya masih mengenakan baju kerja yang kemarin, mungkin karena pulangnya jam 11 malam (sampai rumah) dan sudah ngantuk, jadi Raya tidak sempat mengganti bajunya. Hari menggelengkan kepalanya.
"Hari ini aku mau izin saja kak, tolong ka telpon ke resto, kalau aku sakit. Bilang saja aku tidur karena baru minum obat." Sahut Raya, sambil menarik selimut lagi.
Kak Hari mengambil handphone nya dulu, dan dicarinya kontak resto Raya. Tanpa pikir panjang Hari menelpon resto dan meminta izin sakit untuk Raya. Setelah menelpon resto, Hari menemui Raya lagi, dan meminta Raya menceritakan apa yang sudah terjadi. Raya hanya tersenyum, dan berbohong.
"Ada masalah apa? Sampai kamu pulang kerja larut malam?" Tanya Kak Hari sambil memegang kening Raya dan merapihkan rambut Raya.
"Tidak ada Kak, aku hanya letih, cape dan malas saja. Mungkin karena kemarin kerjaanku banyak kak, sampai aku pulang larut. Dan sekarang aku butuh istirahat. Kakak tenang saja, kalau ada masalah, kakak orang pertama yang mengetahui masalah ku". jelas Raya berbohong. Hanya itu yang bisa Raya jelaskan saat ini. karena kalau cerita yang sesungguhnya, kak Hari pasti langsung mencari Angkasa, dan memukulinya. Karena Raya tahu kak Hari tidak akan tinggal diam, dia pasti beraksi kalau tahu adikknya semalam dilecehkan. Dan Raya tidak mau kakaknya memukuli Angkasa, lelaki yang dia sayangi, meskipun telah menyakiti dan mengecewakan Raya, Raya tidak ingin membuat Angkasa babak belur.
"Baiklah. Untuk saat ini, kakak akan memilih diam dan tidak ikut campur. tapi kalau kakak tahu yang sebenarnya, kakak tidak akan tinggal diam." Hari mencium kening Raya dengan kasih sayangnya yang tulus.
Raya tersenyum manis, dan kembali tidur. Hari pun keluar dari kamar Raya dengan rasa penasarannya.
Beralih ke Bram yang sudah menunggu lama Raya di taman dekat rumah Raya. Bram sudah satu jam menunggu Raya disana. Sampai Bram mondar mandir, bolak balik, kesana kemari, seperti setrikaan saja, dan dia melihat jam tangan di lengan kirinya. Bram sedikit kecewa karena Raya memilih tidak datang menghampirinya. Tetapi karena penasaran Bram pun mencoba mendatangi rumahnya, mungkin saja Raya terlambat masuk kerja, dan masih berada di rumahnya. Dilihatnya dari jauh, mobil Raya sedang di cuci oleh kak Hari. Kak Hari berencana siang ini mau memakai mobil Raya, karena terlihat sedikit kotor jadi Hari mencucinya terlebih dahulu.
tanpa pikir panjang Bram berjalan mendekat ke depan rumah Raya, dan dia pun menghampiri kak Hari.
"Permisi, maaf bang. Apa Raya ada di rumah?" tanya Bram dengan sopan dan menunjukan senyum manisnya.
Kak Hari menatap Bram dan memperhatikannya dari atas sampai kebawah dan ke atas lagi. Baru kali ini Kak Hari melihat pria setampan dan setinggi Bram juga badannya yang kekar. Tak pernah tuh Raya mengajak pria asing ini ke rumah nya. yang Kak Hari tahu hanya Angkasa saja yang bermain kesini sama teman-teman kerja Raya. Siapa lelaki ini? Baru kali ini saya melihatnya. Batin Kak Hari.
"Ada. Dan anda siapa? Ada urusan apa mencari adik saya?" tanya Kak Hari beruntun. Sambil menatap Bram penuh curiga.
Bram menghela nafasnya, oooo ini kakaknya Raya, aku harus ambil hati orang ini. Batinnya dan Bram langsung mengenalkan dirinya dan mengulurkan tangannya dengan senyum manis merekah seperti bunga yang mekar.
"Perkenalkan bang, saya Bram temannya Raya, saya sudah kenal lama dengan Raya, mungkin sekitar 2 tahun kami saling mengenal. Saya juga owner coffee shop yang terkenal di pusat. Mungkin Abang tahu lah coffee shop itu. Dan kedatangan saya kesini mau menjemput Raya untuk berangkat ke tempat kerjanya. Siapa tahu Raya berminat dan keluarga tentunya abangnya mengijinkannya juga." jelas Bram dan masih merekahkan senyum manisnya. Kak Hari membalas uluran tangan Bram, tanpa harus mencurigainya lagi.
"Oooo... iya saya tahu. Jadi.. . tujuan kamu kesini mau menjemput Raya. Dan sayang sekali, Raya tidak bisa ikut denganmu. Mungkin lain kali." Kak Hari menolaknya dengan cukup sopan. Bram mengira abangnya ini mungkin belum mengenalnya, dan tidak mengijinkan Raya pergi bersamanya.
"Kenapa bang? apa saya terlihat lelaki jahat?" tanya Bram sambil merapihkan bajunya yang menunjukan otot-ototnya yang kekar.
"Bukan, bukan karena itu. Hanya saja, adik saya sedang sakit, jadi dia butuh istirahat sehari atau dua hari, atau mungkin tiga hari." jelas Kak Hari.
Bram mengangguk dan mengerti kenapa Raya tak datang ke tempat dimana dia mengajaknya bertemu. Ini cukup jelas dan tak harus kecewa, malah inilah saatnya untuk menunjukan rasa peduli dan perhatian seorang lelaki terhadap perempuannya.
"Sakit!? Sakit apa dia bang? boleh saya menjenguknya? tapi saya mau keluar dulu, gak enak kalau tidak bawa buah tangan." timpal Bram dengan sedikit terkejut.
"Kecapean. Sebaiknya jangan dulu ditengok, karena untuk hari ini dia butuh istirahat yang cukup. Mungkin besok saja." penolakan santun kak Hari memang top. Bram pun mengiyakannya dan dia pamit pergi dari sana.
"Baiklah bang, saya pamit pulang dulu, besok saya kesini lagi. Terimakasih." ucapnya dan langsung bergegas pergi.
Kak Hari melanjutkan mencuci mobil Raya yang tinggal sedikit lagi.
Beralih ke Raya yang sedang tiduran di kasur empuknya, dan dimainkannya handphone nya, dilihatnya beberapa panggilan tak terjawab dari Angkasa dan Bram. Dua lelaki yang sekarang dibencinya. Dan disana juga ada beberapa pesan WhatsApp dari Angkasa dan Bram. Raya malas membukanya. Tapi memang harus dibaca supaya Raya tahu alasan Angkasa melakukan hal yang tak diinginkannya semalam. Kalau Bram pasti menanyakan kenapa tidak datang.
Dilihatnya pesan satu persatu dari Angkasa. Mata Raya membola dan merasa tak mempercayai alasannya.
Maaf Raya, aku benar-benar tidak menyangka akan melakukan hal sebejad itu padamu. Aku juga tidak habis pikir kenapa aku bisa seperti itu sama kamu. Mungkin karena aku kaget setelah mengetahui kalau ternyata kamu menyukaiku malah sebelum aku mengenal Dwi dan jauh sebelum itu.
Raya, andai kamu tahu, aku juga merasakan hal yang sama. Tapi aku tak berani mengungkapkan isi hatiku, karena aku takut kamu menolakku, karena kita terikat tali persahabatan. Waktu kita pertama bertemu kembali aku terpesona melihat kamu tumbuh dewasa, aku saat itu jatuh cinta sama kamu. Tapi kamu terlihat biasa saja padaku. Maaf Raya aku tidak memberanikan diri menyatakannya. Tapi jujur sampai saat ini aku masih mencintaimu dan menyayangimu melebihi sahabat.
Dan soal Dwi, aku hanya mengaguminya saja, tidak lebih dari itu. Dan awalnya aku pikir aku mencoba pacaran dengan Dwi hanya untuk melupakan rasaku sama kamu, tapi itu salah Raya. Perasaan ini malah makin kuat. Dan tak bisa aku bendung lagi.
Raya mungkin setelah kejadian semalam, kamu membenciku. Aku tak mengapa dan aku siap menerima perlakuanmu untuk membenciku dan menjauh dariku. Tapi tolong Raya sekali ini saja beri aku kesempatan satu kali untuk mengembalikan kepercayaanmu padaku. Aku janji aku tidak akan mengulang lagi kesalahan yang kedua kalinya.
Dan satu lagi, aku akan mengakhiri hubunganku dengan Dwi. Tapi beri aku waktu untuk mengakhirinya.
Maaf...maaf...maaf... Raya
Raya membanting handphone nya ke sofa dekat tempat tidurnya. Dan mengumpat rasa kesalnya. Kenapa Tuhan, kenapa jadi seperti ini. Raya pun kembali menangis dan menutup dirinya dengan selimut.
Tak lama Kak Hari datang, dan mengagetkan Raya, Raya bergegas mengusap air matanya dan berpura-pura tertidur lelap.
"Masih tidur ya. Raya...." Kak Hari membangunkan Raya.
"Tadi ada temen cowok kamu. Siapa ya namanya, Bambang eh Brem... eh... Bram." timpal Kak Hari dengan candanya.
Raya terkejut benar-benar tak mempercayai kalau Bram senekad itu, dia datang kesini? nekad banget tuh anak.
"Bram?" mata Raya membola, dan Raya langsung duduk. Kak Hari tak menyangka reaksi Raya akan sekaget itu.
"Iya. Jangan-jangan dia lelaki yang selama ini membuatmu gelisah. Mungkin semalam kamu sama dia dan kalian ada masalah?" Tanya Kak Hari penuh curiga.
"Engga, bukan, bukan dia." Raya keceplosan. Dia pun harus jujur sama kakaknya sendiri.
"Tuh kan bener, semalam kamu ada masalah, ini bukan soal sakit badan kecapean. Tapi ini soal ini nih... hati" Kak Hari menunjuk kedada hatinya sendiri.
"Siapa lelaki itu. Dan apa masalahmu dengan dia? Apa dia menyakitimu lebih dari yang kakak pikirkan?" tanya Kak Hari dan Raya menunduk dan bingung, Raya bukanlah adik perempuan yang suka mengadu, tapi Kak Hari lah yang selalu memaksa Raya untuk cerita. Kalau Raya tidak cerita, kak Hari suka mencari tahu sendiri titik masalahnya.
Raya terdiam seribu bahasa, untuk saat ini dia tidak ingin kak Hari mengetahuinya. Karena Kak Hari dan Angkasa sudah seperti adik kakak, mereka juga sering bermain dan nongkrong bersama.
"Ok, kalau kamu tidak mau bercerita. Kalau kamu sudah siap, Kak Hari akan setia mendengarkan dan memberimu solusi. Istirahat saja dan jangan lupa, ini sarapannya dimakan, dan habiskan." jelas Kak Hari sambil mengusap ngusap rambut Raya.
"Oh iya, siang ini kakak pinjam dulu mobilnya ya. nanti kakak pulang malam malah pastinya larut. Kakak ada seminar. Nanti kakak belikan sesuatu ya buat adik tercantik kakak." Sahut kak Hari sambil mencubit pipi manisnya Raya yang imut.
"Sakit tahu kak ..." Raya mengusap-usap pipinya yang kesakitan. Tapi itulah kak Hari, selalu membuat Raya seperti adik kecil saja, padahal usia Raya sudah 23th dan usia segitu belum juga tuh punya pacar. Malah belum kepikiran juga berpacaran. Sedangkan kak Hari sudah bertunangan, dan beberapa bulan lagi akan meminang tunangannya. Usia Raya dan Kak Hari terpaut 5tahun. Maka dari itu kak Hari merasa Raya seperti masih anak kecil saja.
Kak Hari pun pergi keluar kamar Raya. Kemudian Raya berdiri dan mengambil handphone nya yang dia banting tadi. Dilihatnya kembali pesan WhatsApp, dia klik pesan dari Bram. Benar saja Bram hanya menanyakan kenapa dia tidak kunjung datang. Malas sekali rasanya Raya menjawab pesan dari Bram.
Kenapa Tuhan, kenapa harus mereka. Dan kenapa kejadiannya harus bersamaan. Apa yang harus aku lakukan Tuhan? Teriak dalam batinnya sambil meneteskan air matanya.
Beralih ke Angkasa yang sedang termenung di halaman belakang rumahnya. Dia tak mengira kejadian semalam akan membuatnya dibenci Raya wanita yang selama ini dekat dengannya dan yang menyayanginya juga yang dia sayangi. Dilihatnya WhatsApp yang dia kirim ke Raya hanya dibaca saja, tak sedikit kata pun Raya membalas pesannya. Dia sadar kalau Raya tak akan membalas pesannya, tapi setidaknya dia mencoba untuk menjelaskan semuanya.
Angkasa merasa bersalah dan berdosa sudah menodai persahabatannya dengan Raya, dia juga merasa makhluk paling bodoh yang tidak berfikir kedepannya. Mungkin karena nafsunya yang sudah tak terbendung menahan rasa itu.
Tak seharusnya aku melakukan itu, aku bodoh makhluk paling bodoh, aku salah aku benar-benar salah. Maaf Raya. Maaf.... Teriak batinnya, Angkasa pun menangisi kesalahannya, dia menampar-nampar pipinya.
Beralih ke Mama Raya. Sepulang berolah raga, Mama Raya melihat sepatu kerja Raya masih ada di rak sepatu. Mama Raya sama sekali tidak tahu kalau Raya tidak berangkat kerja. Juga dari semalam beliau belum bertemu anak gadisnya. Dan pagi buta pun beliau sudah pergi berolahraga bersama tetangganya (Mamanya Dwi).
Mama Raya pergi ke kamar Raya, dibukanya pintu kamar Raya, dilihatnya anaknya sedang duduk di sofa dan menutupi wajahnya dengan kedua lengannya sembari lengannya memeluk kedua lututnya. Raya tersedu sedu menangis. Mama pun kaget dan langsung menghampiri anak gadisnya.
"Raya.. kamu kenapa nak? Ada apa sayang? Apa masalahmu sehingga menangis seperti ini?" Tanya Mama Raya sambil merangkul Raya dan duduk disamping Raya.
Raya pun kaget dan menyeka air matanya, dia langsung memeluk Mamanya. Dan teringat mungkin Angkasa tahu semuanya dari Mamanya sendiri. Tapi Raya sekarang sudah lemah tak berdaya, dan tak bisa membendung air matanya sendiri.
"Mama... Angkasa tahu semuanya. Angkasa Ma angkasa..." Raya menangis kembali malah semakin kencang.
Mama melepaskan pelukannya, dan memegang kedua bahu Raya. Dilihatnya anaknya yang sedang terluka hatinya.
"Sudah Mama bilang, kamu akan sakit nak. Terus apa yang dia lakukan, sehingga kamu seperti ini. Dan jujur nak, Mama tidak memberitahu Angkasa. Tapi kemarin malam dia kesini mencarimu. Mama bilang kamu masih di resto. Terus Mama sempat melihat dia berada didepan kamarmu. Mama pikir dia ambil sesuatu tapi mana mungkin Angkasa seperti itu. Soalnya dia memegang pegangan pintu kamarmu." Jelas Mama.
Mata Raya membola dan berfikir mungkin Angkasa sempat masuk ke kamarnya, dan membaca diary nya. Ya itu dia, Angkasa membaca diary nya. Kenapa dia melakukan itu? aku harus menemuinya.
"Apa Ma? Dia kemarin kesini? Kenapa Mama tidak memberitahu aku Ma? Terus apa mungkin dia membaca diary ku ya Ma?" tanya Raya kembali, dengan sedikit keraguan.
"Semalam handphone Mama lowbat, Mama Charger, eeeh ga lama Mama ketiduran. Jadi Mama gak sempat ngasih kabar nak. Soal Diary Mama tidak tahu. Terus apa masalahmu sehingga kamu menangis seperti ini dan memilih berdiam diri di kamarmu. Apa yang dia lakukan sama kamu?" Tanya Mama sedikit memaksa.
Raya terdiam, menunduk dan memilih bungkam. Untuk saat ini Raya tak ingin mengatakannya kesiapa pun, karena akan membuat dirinya semakin terpuruk.
"Baiklah, kalau kamu tidak ingin mengatakannya sekarang. Tapi setelah ini, kamu keluar ya, hirup udara segar dihalaman, dan gerakan sedikit tubuhmu, biar merasa enakan. Tapi sebelumnya cuci muka dulu, tuh belek nya menutupi wajahmu yang cantik dan imut sayang." Sahut Mama Raya sambil mencium kening Raya dan berlalu pergi keluar kamar Raya.
Raya bergegas berdiri dari duduknya, dan dia berlalu pergi ke kamar mandi yang ada di dalam kamarnya untuk membersihkan badannya.
Selesai mandi, Raya memakai blazer dengan kaos polos dan celana baggy pants nya. Kemudian Raya memakan sarapannya dulu yang diberikan kakaknya tadi, hanya 2 potong roti yang diisi parutan keju dan susu kental manis, juga segelas susu sapi murni kesukaannya. Dan Raya lanjut mengoleskan bedak dan lip gloss nya di wajah cantik dan imutnya. Tak pernah dia berdandan menor, cukup oleskan 2 senjata andalan make up nya itu. Tidak lupa farfum kalemnya yang wanginya itu lembut dan tidak membosankan.
Raya pun mengambil tas ransel kecilnya, dimasukannya handphone,alat make up nya farfum nya, tisue dan dompetnya. Tidak lupa juga kunci motor kantornya. Dipakainya jam tangan G-Shock kesukaannya, dan dilihatnya jam sudah menunjukan angka 10.25 WIB.
Raya berlalu keluar kamar, dengan meninggalkan tempat tidurnya yang masih berantakan. Itulah Raya kalau sudah terburu-buru, dia suka meninggalkan tempat tidur yang berantakan. Tetapi pas pulang, pasti tempat tidurnya sudah rapi. Siapa lagi yang membereskannya, tentunya Mama Raya yang paling dia sayang.
Raya pergi kebelakang, dilihatnya Mamanya sedang memasak makanan kesukaannya.
"Siang Ma... Aku keluar dulu ya. Oh iya aku cuma pergi sebentar. Aku lihat Mama memasak, makanan kesukaanku". Raya tersenyum manis, seakan membuat Mama mengizinkannya pergi keluar.
"Ok sayang, pergilah, selesaikan masalahmu. Iya nih Mama memasak makanan kesukaanmu. Supaya kamu nafsu makan ya sayang." Dikecupnya kening Raya. Raya pun mencium tangan kanan Mama nya dan kedua pipi Mama nya yang wangi khas bumbu masakan. Tapi Raya suka wangi itu, karena bisa membuat perut Raya lapar.
Motor yang dikendarai Raya melaju sedang, tak ingin rasanya untuk melaju kencang, karena siang hari dijalan kendaraan lumayan padat. Dan cuaca cukup cerah untuk menutupi suasana hatinya yang kelabu. Tujuannya saat ini menemui Angkasa di rumahnya, ada dan tidak ada Angkasa di rumahnya, tidak mematahkan semangatnya untuk menyelesaikan masalahnya. Tak ingin dia memberitahu dulu Angkasa, dia ingin semuanya murni tanpa harus Angkasa memikirkan alasannya dahulu. Kalau diberitahu nanti Angkasa malah beralasan inilah itulah.
* * *
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments