Bab 2

"Raya..." Ucap Mama menatapnya curiga.

Raya seperti tertuduh saja, dicurigai Mama, padahal dia merasa tidak melakukan kesalahan apapun.

Raya mengangkat alis kirinya sambil memajukan bibir manisnya yang imut.

"Mama ingin kamu tidak membohongi hatimu. Jujur dengan keadaan dan tidak harus berpura-pura tidak tahu." Nasehat Mama kali ini benar-benar membuat Raya bingung. Kenapa Mama mengatakan hal diluar nalar Raya. Entah apa yang membuat Mama berkata seperti itu, apakah Raya bermimpi atau mengatakan hal dibawah alam sadar Raya, sehingga Mama mengatakan itu.

"Maksud Mama apa? Aku sama sekali tidak mengerti???" Raya kebingungan benar-benar bingung, berjuta-juta bingung. Seandainya dia seorang cenayang, mungkin tidak perlu sebingung itu.

"Mama tahu kamu menyukai Angkasa, tapi Mama tidak ingin kamu sakit hati karena hampir setiap hari kamu berinteraksi dengan dia. Apalagi kamu sering melihat mereka bermesraan. Lebih baik kamu menghindar bila mereka sedang berduaan atau carilah kegiatan tanpa harus ada mereka." Jelas Mama.

Mama memang selalu tahu segalanya tentang Raya, perasaan Raya dan masalah Raya. Padahal Raya sama sekali belum pernah menceritakan hal ini kepada Mama. Raya memang periang tapi dia sedikit tertutup dengan hal percintaan. Karena buatnya itu tidaklah penting. Tapi lain hal untuk Mama, Mama selalu mementingkan hal itu, karena Mama takut Raya sakit hati.

"Maksud Mama, aku harus cari kegiatan tanpa harus ada mereka itu berarti aku keluar dari tim sukarelawan?" Raya mengkhawatirkan hal itu, kenapa Mama memberi keputusan seperti itu, tidak harus seperti itu juga kali mah. Batin Raya.

"Iya, itu maksud Mama. Lebih baik kamu keluar dari tim itu. Dan carilah aktivitas lain, jadi kamu tidak akan setiap hari melihat mereka. Setidaknya hatimu terobati sayang. Mama tidak ingin kamu terus-terusan seperti ini. Cukup nak cukup." Mama memeluk Raya, mengusap punggung Raya dengan lembut dan kasih sayangnya.

"Tidak apa Ma. Aku kuat cukup kuat ko Ma." Lirih Raya.

Mama melepaskan pelukannya dan memegang kedua bahu Raya dan menggoyangkannya, seakan membuatnya tersadar dari lamunan panjangnya.

"Tidak, kamu tidak sekuat itu. Mama tahu kamu gadis Mama yang lemah. Maka dari itu Mama ingin kamu menjauh dari mereka, keluar dari tim sukarelawan milik pak Jefry." Tegas Mama dan semakin meyakinkan Raya untuk tidak mengikuti kegiatan itu lagi.

Raya terdiam dan tak bisa berkata apa-apa. Dan menyadari, memang benar apa yang dikatakan Mama, aku tidak sekuat itu, aku memang lemah, dan hatiku sakit. Tapi aku sembunyikan rasa sakit ini. Dan entah mengapa Mama bisa mengetahuinya, apakah aku pernah menunjukkan sikap aneh disaat mereka berdua, dan Mama melihat sikap aneh ku? Batin Raya dan seketika Mama mengagetkannya.

"Besok biar Mama yang bilang sama Angkasa, kalau kamu rehat dulu dalam tim sukarelawan." Mama langsung pergi begitu saja, tanpa memikirkan perasaan Raya saat ini yang sedang bercampur aduk.

Raya benar-benar tidak mempercayai hal ini. Kenapa Mama sekeras itu. Raya harus menyelesaikannya sebelum Mama mengatakan hal itu dengan Angkasa. Raya harus segera bertemu dengan Angkasa.

"Bisa kita bertemu malam ini? Ada yang mau aku sampaikan." Raya penuh hati-hati mengawali percakapan di seluler dengan Angkasa.

Angkasa mengiyakan ajakan Raya dengan rasa penasarannya, oke nanti aku ke resto sekalian jemput kamu ya. Terdengar suara Angkasa dibalik seluler.

"Oke, aku tunggu." Raya segera mengakhiri percakapan itu. Dengan rasa gelisahnya, entah apa yang harus dibicarakan nanti malam. Apakah harus jujur dengan perasaannya atau apakah langsung aja berhenti jadi tim sukarelawan. Kenapa harus berhenti, bukankah itu hal yang paling disukai Raya, membantu orang-orang yang membutuhkannya. Ini membuat Raya pusing tujuh keliling, ingin rasanya lari jauh dari masalah ini, tapi ini harus diselesaikan sebelum Mama mendahului. Raya tidak ingin kedua orang yang dia sayangi salah faham dan nantinya terjadilah masalah.

Raya duduk termenung sudah hampir 30 menit menunggu kedatangan Angkasa. Tiap menit Raya melihat jarum jam yang ada ditangan kirinya, sesekali dia melihat handphone dan mengetuk-ngetuk jari-jarinya diatas meja kerjanya. Sampai kopi yang ia minum pun tinggal dua kali teguk lagi. Karena jam sudah menunjukan pukul 22.00 sudah waktunya tutup. Raya pun keluar dari ruang kerjanya. Dia memperhatikan sekeliling tempat kerjanya. Bawahannya sedang membereskan meja-meja dan kursi-kursi juga tempat yang lainnya pun di bersihkan.

Raya berdehem dan pergi begitu saja tanpa menyapa bawahannya. Mereka sudah tau kalau managernya seperti itu pasti ada masalah. Salah satu pelayan di resto menghampiri Raya.

"Maaf Bu, tadi sekitar jam 20.00 ada seorang anak kecil menyerahkan surat ini. Katanya suruh diserahkan nanti kalau jam sudah menunjukan pukul 22.00". Pelayan itu menyodorkan surat itu dan berlalu begitu saja karena dia harus segera membereskan tempat kerjanya.

Raya sedikit bingung, dengan surat itu. Dan apa maksud orang tersebut memberikan suratnya harus jam sepuluh malam. Raya berlalu pergi keluar dan duduk di meja luar. Dia perlahan membuka amplopnya dan membaca isi surat itu. Dibacanya perlahan dengan raut wajah yang serius.

Teruntuk Raya,

Yang selalu ada fikiranku

Raya sebelumnya aku mohon maaf karena hanya lewat surat ini aku bisa mengutarakan isi hatiku. Entah sejak kapan aku merasakan perasaan ini, entah itu sejak pandangan pertama atau mungkin karena seringnya kita bertemu.

Aku memang lelaki tidak baik dan jauh dari yang kau inginkan, meskipun kamu sering memperhatikanku dengan pandanganmu yang sinis terhadapku. Tapi entah mengapa dengan sikap sinis kamu seperti itu, aku malah menyukaimu. Dan rasa ini ingin sekali memiliki seutuhnya.

Raya mungkinkah kau memiliki perasaan yang sama? Karena aku tau dalam lubuk hatimu paling dalam kau menyukaiku.

Bila kau berkenan aku tunggu kau pagi hari sebelum kau berangkat kerja di taman dekat rumahmu.

I love you

Salam rindu, Lelaki yang memujamu

Bram Prakoso

Raya langsung merinding dan merobek surat itu, kemudian dibuangnya ketempat sampah. Raya pun berlalu ke motor milik resto tempat kerjanya. Hari ini Raya sengaja tidak membawa mobilnya, karena Angkasa berniat menjemputnya. Namun sayang Angkasa melupakan janjinya. Dan untungnya di tempat kerjanya tersedia beberapa motor untuk kendaraan delivery order.

Bram memang gila, dan tidak waras. Maksud dia apa nulis surat seperti itu. Memangnya aku tertarik dengan ajakannya. Amit...amit.... Jangan sampai aku menyukainya. Batin Raya sambil menyalakan motor.

Raya pun melajukan motornya, dan berbicara dalam hatinya dengan bertanya-tanya tentang Angkasa, kenapa tidak datang, memberi kabar pun tidak.

Angkasa kenapa kamu membuatku menunggu, dan bertanya-tanya, kenapa kamu tidak mengabari ku. Mungkin aku sebagai sahabatmu, terlalu mengharapkan mu. Inilah jawabannya. Mulai besok aku akan mundur dari tim itu. Iya itu harus. Karena dengan itu, aku pasti tidak sering bertemu dengan mu. Dan sedikit demi sedikit aku akan melupakan mu. Batinnya

Raya mengendarai motornya dengan kecepatan hampir 60km/jam, mungkin karena waktu sudah malam sekali.

Tiba-tiba ada sesuatu didepannya, yang membuat Raya kaget dan mendadak menarik rem belakangnya

Cekiiiiiit........

Suara rem terdengar keras. Dan matanya membola melihat motor Angkasa tergeletak didepan matanya. Dan tubuh Lelaki itu pas berada didekat motornya.

Raya langsung turun, dan mendekatinya. Dibangunkan nya Lelaki yang ia sukai sejak lama. Namun tidak ada darah, Raya mengangkat kepala Angkasa, dibangunkannya perlahan dengan perasaan takutnya. Angkasa pun mulai tersadar, ditatapnya sahabatnya, dan dia tersenyum manis. Raya kaget kenapa Angkasa tersenyum manis. Angkasa pun mengucapkan kata maaf sambil mencubit hidung mungil Raya.

"Maaf..." Lirih Angkasa dengan senyuman manisnya.

"Maaf untuk apa? Kamu kecelakaan seperti ini. Kenapa kamu bisa seperti ini? Apa yang terjadi?" Pertanyaan Raya bertubi-tubi. Angkasa malah masih tiduran dibawah, dan kepalanya diletakan di pa*a Raya. Kedua tangannya memegang wajah Raya yang manis cantik dan mata Raya pun membola kaget.

"Maaf sobat, aku lupa. Pas ingat aku langsung kesini, tapi barusan aku terpeleset, tapi aku tidak apa-apa ko. Nih aku berdiri ya". Angkasa langsung berdiri, dilibatkannya bahwa dirinya tidak apa-apa. Sambil tertawa lepas, seakan itu hanya lelucon. Padahal itu sangat membahayakan dirinya.

"Apanya yang lucu, kamu kecelakaan seperti ini malah tertawa, aku kaget melihatmu tergeletak ditengah jalan seperti ini. Aku pikir kamu terluka parah. Sudahlah, ini sudah malam". Raya pun beralih ke motornya.

Angkasa kemudian menarik tangan kanan raya, dan mengatakan sesuatu yang membuat Raya merasa tersambar petir.

"Kamu menyukaiku? Maksudku kamu cinta aku, Raya?" Tanya Angkasa diperjelas. Raya membalikan badannya dan melepaskan eratan tangan Angkasa.

"Maksud kamu apa, berbicara seperti itu? Aku ingin berbicara sama kamu, bukan soal hati. Tapi soal kegiatan tim sukarelawan. Sudahlah jangan membuat lelucon. Ini ga lucu tau". Jelas Rayam dan berlalu kembali ke motornya.

"Aku tau, Raya. Kamu suka sama aku, kamu cinta sama aku, bahkan kamu sayang sama aku. Tapi kenapa Raya, kenapa kamu merasakannya disaat hatiku sudah ada Dwi? Kenapa Raya? Dan aku tau kamu pasti akan keluar dari tim. Tidak semudah itu Raya". Angkasa memperjelasnya. Dan berjalan mendekati Raya.

Raya tidak mempercayai hal ini, kenapa Angkasa bisa sampai tahu, apakah Mama yang mengatakannya?

"Tidak itu sama sekali tidak benar. Sudahlah Angkasa aku cape. Lain kali saja kita bicarakan soal tim. Dan kali soal perasaan itu tidaklah benar". Raya menaiki motornya dan mulai menyalakan mesinnya.

Angkasa menahan motor itu, dan menatap kedua mata Raya, didekatkannya wajahnya. Dibelainya rambut Raya dan dipeluknya Raya dengan erat. Angkasa hanya ingin pembuktian saja apakah Raya benar-benar mencintainya atau tidak. Bila mencintainya, Raya akan membalas pelukannya. Raya seketika terdiam dan merasakan hangatnya pelukan itu, tanpa sadar Raya membalas pelukan Angkasa. Angkasa larut kedalam balasan pelukan Raya, dan dia pun menyentuh leher Raya, digenggamnya rambut yang menghalangi lehernya dan dikecuplah bibir manis Raya. Mata Raya membola penuh warna. Raya pun dengan spontan melepas pelukan itu, dan melepaskan tangan Angkas dari rambut dan lehernya. Tanpa sadar Raya menampar keras Angkasa.

"Kamu keterlaluan, aku tidak semurahan itu". Teriak Raya dengan matanya yang berkaca-kaca. Dia tidak pernah menyangka kalau Angkasa akan senekad itu. Lelaki yang selama ini dia anggap baik, ternyata sama saja seperti yang lain. Yang hanya akan memanfaatkan wanita yang mengaguminya bahkan mencintainya.

"Aku hanya ingin tahu apakah benar kamu mencintaiku? Bila benar kamu akan membalas ciumanku tadi". Jelas Angkasa tanpa ragu.

"Jangan pernah kamu menemuiku lagi! Mulai saat ini aku keluar dari tim sukarelawan DarmaLucky". Raya langsung menyalakan lagi mesin motornya. Dan dia pun berlalu meninggalkan Angkasa dengan hatinya yang kecewa atas sikap Angkasa padanya.

Tak pernah ia berpikir, kalau Angkasa akan berbuat sebejad itu. Lelaki yang ia kagumi, cintai dan sayangi telah merendahkan harga dirinya dan membuatnya kecewa dan terluka. Ini pertama kalinya dia diperlakukan seburuk itu, oleh cinta pertamanya itu.

Derasnya air mata membasahi pipi Raya, disepanjang jalan tak hentinya dia menangis, tak ingin lagi dia bertemu dengan lelaki itu. Lelaki yang sudah mengecewakannya, berharap itu terakhir kalinya dia melihat lelaki itu. Raya segera menyeka air matanya, tak ingin Mama dan Papa nya juga saudara melihat kesedihannya.

****

Terpopuler

Comments

Mira Garlic

Mira Garlic

🏆

2024-01-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!