tiga. orang aneh

Aku masih terjebak di ruangan yang sama bersama Shinta. Shinta hanya berpura-pura sakit, membuatku akhirnya hanya diam menungguinya tanpa berniat membantu sedikitpun.

Lagipula, Shinta bisa melakukan semuanya sendiri karena tubuhnya tidak ada yang sakit. Meski kain kasa dan plester masih tetap menempel di tempatnya. Aku bahkan curiga kalau benda-benda itu hanya hiasan saja di leher Shinta. Meminta simpati orang lain dengan terlihat sakit. Dia ini pasti orang yang licik, atau jahat, atau entah. Aku tidak bisa memikirkan hal-hal selain hal buruk tentang dia.

Aku kaget lagi saat dia tiba-tiba bangkit setelah beberapa menit berbaring. Membuatku ingin memukulnya andai kami sedekat itu untuk bercanda.

“ayo ikut aku ke tempat seru” ucap Shinta menarik lenganku dan berlari. Aku terseok mengikuti langkahnya. Padahal dia baru saja berpura-pura sakit, tapi kenapa tenaganya sebesar ini. Ini tidak adil, aku yang sehat saja justru kalah kuat dari dia yang terlihat ringkih dan mengaku sakit.

Dia membawaku ke atap sekolah. Aku terhenti sebentar, hampir melongo karena tidak percaya ada tempat seperti ini di sudut sekolah.

Ralat, tempat ini memang harusnya tidak seperti ini. Ini adalah atap tertinggi di sekolah, tepatnya di atas kelas di lantai tiga dan hampir tidak diketahui siapapun karena semua mengira tempat ini adalah gudang yang tidak terawat. Namun sekarang yang kulihat jauh berbeda. Ada banyak pernak pernik yang diselundupkan, dan benda-benda itu mengubah atap berantakan yang mirip gudang, menjadi tempat nongkrong yang menyenangkan.

Aku menatap takjub lampu-lampu yang terpasang di setiap sudut, pasti akan terlihat cantik saat malam. Aku bahkan melihat matras yang di atur seperti sofa diberi atap kecil yang membuatnya terlihat teduh dan nyaman.

"bagus sekali" ucapku takjub.

"sudah kubilang kan." aku ingin menarik kata-kataku kembali saat dia tersenyum menyombong setelahnya. Kami duduk di atas matras, dan seperti yang terlihat itu benar-benar nyaman. Shinta sudah merebahkan diri sedari tadi. Aku hanya duduk diam di sebelahnya, sedikit gengsi untuk ikut berbaring.

“bukanya kita harus ke kelas, sebentar lagi jam pertama dimulai” ucapku menyela. Baru saja sadar kalau aku justru terlibat dalam kenakalan Shinta. Padahal aku baru sekali ini berbicara dengannya tapi sudah terpengaruh saja.

“aku baru saja pingsan, ingat? Akan aneh kalau aku kembali ke kelas dengan cepat.” Ucapnya, hmm masuk akal juga. Ya sudahlah, lagipula bolos kelas memang menyenangkan. Aku menyusulnya merebahkan diri di matras yang sudah seperti sofa, dan baru kutahu jika lemari rusak dipojokan telah berubah fungsi menjadi tempat penyimpanan makanan.

Shinta bangkit dari posisinya untuk mengambil banyak snack dan soda dari sana. Kami makan dan minum bersama-sama, bersantai sebentar lalu berencana kembali ke kelas pada jam kedua. Shinta sudah memberi pengaruh buruk yang menyenangkan kepadaku. Mungkin, kami bisa berteman nantinya?

“Alana, kamu tahu??” ucapnya tiba-tiba dengan wajah yang membuat penasaran.

“tempat paling berhantu di seluruh penjuru sekolah itu, adalah atap” Ucapnya dengan wajah yang tampak menyeramkan.

“jangan bercanda” balasku berusaha santai menanggapi apa yang dia katakan barusan. Tapi setelah melihat rautnya yang tidak berubah, aku mulai panik.

“Be-benarkah??” jawabku takut-takut, dia mengangguk. Jujur aku paling tidak kuat dengan cerita horor begini. Dia memasang wajah seram cukup lama,

"di pojok sana," aku meneguk ludahku sendiri karena gugup.

"dulu ada seorang siswi yang bunuh diri, karena putus dari pacarnya." Aku sungguh merasakan merinding di tubuhku tiba-tiba. Dia sungguhan membuatku ketakutan.

“hahaha, Alana, dasar kamu ini terlalu mudah ditipu. Lain kali kalo ada om-om nawarin permen jangan mau ya...” ucapnya sambil tertawa dengan keras lalu berakhir mengejekku. Aku bukan anak kecil tau, aku hanya takut hantu.

“karena kamu anak yang baik, Shinta yang baik hati ini akan meminjamkan atap ini jika sedang kecewa atau sedang patah hati. Anggap saja rasa terimakasih ku karena sudah menemaniku bolos hari ini” Jawabnya menepuk punggungku, sungguh aku merasa dia terus-terusan sok akrab. Meski itu salahku juga karena selalu menanggapinya dan membuatnya senang menggodaku begini. Dasar, lagian siapa juga yang mau ada dalam dua keadaan yang dikatakannya itu. Lebih baik aku tidak meminjam tempat ini sama sekali.

“aku juga merawat kamu sedikit tau di UKS” jawabku kesal karena niat baikku terasa sia-sia. Dia hanya mengangkat bahu.

“ah iya, jangan lupa isi lagi snack nya kalau sudah habis. Snack itu tidak datang dari langit, mengerti?” ucapnya lagi, aku enggan setuju tapi akhirnya mengangguk juga. Eh, tapi kenapa aku terus patuh begini sih.

“tunggu, aku tidak mau patah hati atau kecewa hanya untuk nongkrong disini.” ucapku baru saja mencerna perkataannya. Katanya, tempat ini hanya untuk melepas galau kan. Sedih sekali kalau harus galau dulu baru bisa kesini.

“kamu juga boleh kesini saat sedang bahagia.” ucapnya tertawa. Memang perkataanku lucu? entahlah aku mengiyakannya saja biar dia bahagia.

Kami benar-benar kembali di jam kedua, aku takjub melihat Shinta yang dengan sempurna berubah menjadi anak yang lemah begitu kami dekat dengan kelas. Dia sangat pandai berakting meski dalam konotasi buruk untuk menipu guru kelas kami.

Sudah biarkan saja, otak liciknya itu membuatku punya pengalaman berharga membolos kelas satu jam pelajaran penuh sekaligus sekarang aku punya tempat tersembunyi andai aku ingin kabur nanti.

...****************...

Sorenya, aku pulang bersama Ananta seperti biasanya. Kali ini aku menceritakan cerita-cerita Shinta tadi dan seperti biasa dia menatap lurus ke depan tidak tertarik. Aku seperti bicara sendiri karena dia tidak menanggapi apapun yang kukatakan.

“Ananta, sepertinya Shinta suka kamu” ucapku spontan, aku terkejut saat dia berhenti. Membuat perasaan kecewa hadir di dadaku begitu saja. Dia menjawab dengan muka lempeng, Hmm pendek yang terdengar seperti dia baru tahu hal itu, dia diam sebentar sebelum berjalan lagi.

“Dia tadi tanya, kita itu pacaran apa enggak” dia berjalan dengan lebih pelan, aku menunggu responnya dengan sabar. Tapi lagi-lagi wajahnya lempeng dan diam. Kali ini aku berbohong sih, aku hanya ingin tahu responnya bagaimana.

“Karena dia menyebalkan, jadi aku jawab iya aja” Ucapku, kembali diam menunggunya merespon.

“kamu nggak keberatan?” tanyaku menuntut jawaban dari mulutnya yang tertutup rapat. Dia yang terus diam membuatku kesal sendiri.

“hmm” gumaman yang tetap disertai wajah lempeng. Gumaman singkat yang terdengar seperti persetujuan itu aku artikan sebagai iya. Dia menjawab ku begitu dan seketika membuatku tersenyum tipis.

Dia tidak tahu! dia pasti tidak tahu, jawaban yang dia lontarkan tanpa berpikir itu membuat sesuatu di dadaku terasa hangat. Aku mungkin sudah menahan diriku sendiri untuk tidak berteriak karena kelewat bahagia. Setelahnya kami berjalan bersama sebentar sambil saling diam, sebelum mengayuh sepeda lagi karena sudah sampai luar area sekolah.

...****************...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!