Sepulang dari kampus Sannia langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur. Da ingin tidur siang sejenak sebelum pergi bersama mamanya nanti sore. Rasanya sudah lama sekali dia tidak merasakan tidur siang semenjak menjalani kerja sampingannya menjadi ojek online.
Setelah pukul 04.30 sore Sannia baru bangun dari tidurnya, dia tampak panik karena seharusnya dia pergi bersama mamanya pukul empat sore tadi.
"Astaga, aku ketiduran."
Sannia bangkit dari tidurnya dan berlari keluar kamar mencari mamanya. Jangan sampai mamanya marah karena dia ketiduran sampai lupa waktu.
Di dalam suatu ruangan Irene tampak sibuk membereskan kain-kain bekas jahitannya. Dia tersenyum saat melihat putri satu-satunya membuka pintu ruangan itu dengan wajah bangun tidurnya.
"Astaga, Ma. Maafin Sannia ya Ma, Sannia ketiduran. Mama nungguin ya dari tadi?" ucap Sannia dengan cepat.
Irene kembali tersenyum kepada putrinya.
"Nggak papa kok, Sayang. Kamu pasti capek banget ya, selama ini 'kan kamu jarang tidur siang karena sibuk belajar dan juga narik ojek online. Mama malahan senang kamu mau meluangkan waktumu untuk istirahat."
"Jangan terlalu memaksakan diri untuk cari uang, Sannia. Kuliah kamu sudah ditanggung sama pihak kampus dan Mama juga masih punya simpanan uang untuk uang jajan dan juga kebutuhan rumah kita. Usia kamu masih sangat muda Sayang, seharusnya kamu menikmati masa mudamu selagi masih sempat. Ada masanya kamu untuk bekerja dan mencari uang, tapi tidak sekarang, Nak. Mama tidak mau kalau sampai terjadi apa-apa dengan kamu nantinya. Kamu tahu 'kan kalau kamu adalah satu-satunya harta yang paling berharga yang Mama punya."
Sannia menghela nafasnya dengan tersenyum. Dia raih kedua tangan mamanya dan dia bawa mamanya untuk duduk di kursi yang ada di samping jendela ruangan itu.
"Ma, Sannia tahu kalau Mama melakukan semua ini untuk Sannia. Sannia tahu kalau Mama sayang sama Sannia, begitu juga dengan Sannia yang sayang sama Mama. Tapi Mama harus tahu kalau Sannia melakukan semua ini karena Sannia senang. Samnia melakukan pekerjaan ini sama sekali tidak mengganggu waktu belajar dan juga waktu bermain Sannia bersama teman-teman. Mama jangan khawatir lagi ya, Sannia bisa jaga diri kok. Sannia janji, Sannia akan istirahat yang cukup dan pekerjaan Sannia ini tidak akan membuat nilai Sannia turun sedikitpun."
"Baiklah, tapi mama minta sama kamu untuk tidak memaksakan diri melakukan pekerjaan ini karena Mama ya, Nak. Mama masih sanggup memberi kamu uang jajan dan juga mencukupi kebutuhan rumah, Sayang."
"Mama tenang saja. Jadi, kita mau seperti ini sampai malam atau belanja?" tanya Sannia yang teringat dengan tujuannya mencari mamanya di sini.
"Jadi dong. Kamu mandi dulu sana, Mama mau beresin kain-kain ini dulu."
Sannia mengangguk dan langsung pergi dari ruangan itu untuk mandi. Tak lupa sebelum keluar dari ruangan itu Sannia mencium pipi mamanya terlebih dahulu dan hal itu membuat Irene tersenyum dan menggelengkan kepalanya karena tingkah menggemaskan putrinya itu.
Pukul 05.55 taksi yang membawa Sannia dan mamanya baru saja tiba di depan pintu masuk mall. Sannia sengaja tidak membawa motornya karena belanjaan yang akan mereka bawa nantinya pasti tidak akan muat jika diletakkan di motornya.
Sebelum berbelanja kedua ibu dan anak itu pergi menuju mushola mall terlebih dahulu karena adzan maghrib akan segera berkumandang. Setelah menyelesaikan ibadah maghribnya barulah mereka langsung menuju supermarket yang ada di mall tersebut.
"Sannia, kamu ke bagian sayuran ya, Sayang. Mama mau cari bumbu masak."
Sannia mengiyakan dan mereka segera berpencar di sana. Sannia mencari beberapa macam sayuran, tidak banyak yang dia ambil karena biasanya masa simpan sayuran hanya bertahan paling lama tujuh hari di rumahnya.
Sannia masih terus memutari lorong di sepanjang para sayur-sayuran berada. Setelah mendapatkan apa yang dibutuhkan Sannia segera berlalu dari sana untuk mencari mamanya yang saat itu di mana para bumbu-bumbuan berada.
"Sudah selesai?" tanya mamanya.
"Sudah. Mama sudah selesai?" tanya Sannia balik.
"Iya. yasudah, ayo kita cari yang lain."
Sannia mengangguk dan segera meletakkan sayuran yang diambilnya ke dalam troli keranjang yang didorong namanya. Saat mereka sedang asik memilah beberapa bahan makanan tiba-tiba Irene teringat akan sesuatu.
"Oh ya, Sayang. Mama lupa cerita sama kamu, tadi siang pria yang kemarin mau melamar kamu datang lagi ke rumah loh."
Sannia menatap kepada mamanya dengan dahi mengkerut.
"Tadi siang? Saat Sania sedang tidur?"
"Bukan. Sebelum kamu pulang, sekitar jam 12-an mungkin."
"Ngapain dia ke rumah?" tanya Sannia sedikit penasaran.
"Katanya dia ingin tahu jawaban kamu."
"Jawaban apaan sih, Ma. Orang Sannia saja nggak kenal sama dia."
"Mama juga sudah bilang kalau kamu nggak kenal sama dia dan Mama bilang juga kalau dia salah orang tapi katanya kalian memang belum sempat berkenalan, hanya sempat beberapa kali bertemu saja. Itu juga tidak sengaja katanya."
Sannia tampak berpikir, apa benar jika pria itu tidak salah orang? Dia pun tampak mengingat-ingat siapa pria dewasa yang pernah bertemu dengannya beberapa kali belakangan ini. Namun sampai beberapa saat pun Sannia tidak juga menemukan jawabannya karena dengan pekerjaannya sebagai ojek online sangat banyak pria dewasa yang dia temui.
Tidak mungkin jika dia harus menebak pria mana yang ingin melamarnya di antara salah satu customernya, bukan?
"Sannia nggak ingat, Ma."
"Em, terus dia bilang apa lagi ke Mama?" tanya Sannia lagi sambil mengambil beberapa saus sambal dan juga kecap dan dimasukkannya ke dalam keranjang.
"Katanya sih dia mau menemuin kamu nantinya agar kalian bisa saling berkenalan. Sepertinya pria itu benar-benar serius deh, Kak. Kamu coba saja dulu, siapa tahu jodoh," goda Irene kepada putrinya.
Sannia terdiam sejenak. Jodoh? Entah kenapa mendengar kata jodoh membuat perutnya menjadi mulas.
"Ma, Sannia ke toilet sebentar ya, perut Sannia sakit banget nih," pamitnya dengan sedikit salah tingkah.
Dia berjalan cepat meninggalkan minimarket menuju toilet sedangkan Irene hanya tersenyum geli melihat putrinya yang salah tingkah itu. Selama ini Sannia hidup dengan sangat mandiri tanpa sosok seorang ayah. Kisah percintaan para remaja pun sepertinya tidak pernah putrinya itu rasakan. Mendengar jika ada seorang pria dewasa yang ingin melamarnya, rasanya Irene tampak bahagia apalagi jika dilihat dari cara pria itu berbicara dengannya sepertinya Galang adalah pria yang baik.
Sambil menunggu putrinya dari toilet Irene kembali melanjutkan belanjanya seorang diri. Dia menyusuri setiap lorong di minimarket tersebut sambil mendorong troli belanja dengan senyum tipis di wajahnya. Saat semua yang dia butuhkan terasa cukup Irene meraih ponselnya untuk melihat jam di sana.
Sudah 15 menit Sannia pergi namun putrinya itu belum juga kembali. Irene hendak menelpon Sannia namun belum juga melakukan panggilan teleponnya, Irene menghadap ke arah belakang saat seorang pria memanggil namanya.
"Galang," serunya saat melihat pria yang memanggilnya adalah Galang.
"Tante di sini?" tanya Galang setelah berada di hadapan Irene.
"Ya, Tante sedang belanja bulanan. Kamu kenapa bisa ada di sini, belanja bulanan juga?" tanya Irene balik.
"Ah, Galang sedang menemani mama belanja untuk kebutuhan panti asuhan."
"Oh ya, di mana Mama kamu?" tanya Irena sambil melihat kesana kemari mencari sosok mama Galang.
"Sebelum Galang menghampiri Tante, mama sudah pergi lebih dulu. Dia tidak bisa berlama-lama di sini karena harus berangkat ke luar negeri setelah dari panti asuhan nanti. Tante sendirian saja?" tanya Galang setelah Irene menganggukkan kepalanya.
"Tante tadi sama Sannia, tapi dia lagi di toilet. Apa kamu mau bertemu dengan Sannia sekarang?"
Mendengar ucapan Irene mata Galang tampak menatap ke arah pintu masuk supermarket. Sepertinya Sannia belum selesai dengan urusan yang di toilet.
"Galang sebenarnya mau banget Tante, tapi Galang tidak bisa lama di sini. Galang harus mengantar Mama ke bandara karena jam keberangkatannya 3 jam lagi."
"Baiklah kalau begitu. Oh ya, Galang."
"Ada apa, Tante?" tanya Galang sedikit penasaran karena iranya terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu yang serius.
"Sebenarnya Tante tidak tahu apa niat kamu sesungguhnya datang ke rumah Tante dan mengatakan ingin melamar Sannia."
Irene menjeda kalimatnya sejenak.
"Tapi sebagai seorang Ibu, Tante bisa merasakan ketulusan dari setiap perkataan yang keluar dari mulut kamu, meskipun kita baru bertemu beberapa kali. Galang, apapun niat kamu sesungguhnya kepada anak Tante, Tante harap kamu jangan mempermainkan perasaannya."
Perkataan Irene tersebut sungguh menggambarkan sosok ibu yang sangat menyayangi putrinya dan Galang bisa merasakan itu.
Galang tersenyum kepada Irene sebelum berkata.
"Tante tidak perlu khawatir, aku tahu apa yang harus aku lakukan."
Perkataan Galang yang sangat singkat membuat Irene tidak mengerti, namun entah kenapa dia begitu mempercayai perkataan pria asing yang sudah dua hari belakangan ini berkunjung ke rumahnya dengan niat yang begitu mulia.
Tak lama dari Irene dan Galang mengobrol, sebuah suara yang berasal dari ponsel Galang membuat pria itu harus segera meninggalkan lokasi karena harus mengantar mamanya ke bandara. Galang berpamitan kepada Irene untuk pergi namun sebelum itu dia membantu Irene mendorong troli belanjanya menuju kasir.
Belum jauh Galang berjalan, sosok wanita yang tak sengaja tertangkap oleh pandangan matanya membuat pria itu berbalik. Dia melihat Sannia yang berjalan menuju ke arah di mana Irene berada yang sedang melambaikan tangannya kepada wanita itu. Galang menatap pada wanita itu selama beberapa detik lalu kemudian dia melanjutkan langkahnya untuk pergi dari sana.
Di kasir market itu, setelah membayar belanjaannya Irene dan Sannia segera pergi ke restoran yang ada di mall tersebut untuk makan malam. Sudah lama sekali rasanya mereka tidak quality time berdua di luar seperti ini.
Restoran fast food menjadi pilihan mereka, Irene mengajak putrinya ke sana karena dia sudah sangat lama tidak makan di tempat itu. Terakhir kali dia makan di sana saat sedang hamil Sannia. Saat itu suaminya yang sering melarang dia memakan makanan cepat saji tidak bisa berkutik karena Irene berkata jika yang menginginkan makanan itu adalah anaknya yang ada di dalam kandungan.
Mengingat hal itu Irene jadi merindukan mendiang suaminya yang pergi meninggalkan mereka tepat satu hari sebelum datangnya Sannia ke dunia ini. Irene menghela nafasnya menahan rindu, dia mengedipkan matanya beberapa kali agar air mata yang membuat matanya tampak berkaca itu tidak tumpah.
Setelah tiba di restoran mereka langsung memesan makanan lalu mencari tempat duduk sambil menunggu makanan di antar ke meja mereka. Mereka berbincang santai sambil sesekali Sannia mengajak ibunya ber-swafoto.
"San, tadi Mama bertemu Galang loh di restoran."
Perkataan Irene membuat Sannia memalingkan wajahnya dari ponsel.
"Saat kamu ke toilet tadi Mama bertemu dia. Katanya dia mau mengantar Mamanya ke bandara jadi nggak bisa ketemu kamu saat ini."
Sannia mengernyitkan keningnya mendengar mamanya yang berbicara dengan wajah ceria, seolah-olah orang yang sedang dibicarakannya adalah sosok yang sudah lama dia kenal.
"Mama aneh banget deh," ucap Sannia pelan namun masih bisa didengar Irena.
"Aneh kenapa?" tanya Irene heran sedangkan Sannia hanya menggelengkan kepalanya.
"San, Mama rasa dia jodoh kamu deh."
Uhhuukkk!!
Sannia tersedak minumannya mendengar mamanya berkata seperti itu. Apa dia tidak salah dengar? Sudah dua kali mamanya berkata seperti itu padanya. Astaga, kenapa mamanya bisa berkata demikian sedangkan dia sendiri saja tidak tahu siapa pria yang mamanya maksud.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Dinda Febrianti
hy kak aku Mampir nih,, semangat terus berkarya nya yah ceritanya recommended banget 😍😍
2022-12-28
3
Jumy RajaRatu
Thor...pukul 05.55 tu menunjukkan pagi hari. Nah cerita tu ☝ menceritakan saat menjelang maghrib. 😁🙏🏻
2022-12-26
2