Tepat pukul dua siang Sannia dan kedua temannya baru saja bangun dari tidurnya. Pesta kecil-kecilan yang ketiga wanita itu lakukan semalam membuat mereka harus tidur pukul lima pagi.
Sebelum pulang, Dinda mengajak kedua temannya menyantap makan siang bersama terlebih dahulu di rumahnya. Semua hidangan sudah tertata rapih di atas meja makan, jika dilihat dari bentuknya saja makanan itu pastinya sangat enak. Tanpa basa-basi karena sudah sangat lapar mereka segera menyerbu makan tersebut dengan lahap.
"Sial, sudah nggak sarapan, makan siang juga telat. Untung saja makanannya enak-enak. Kalau nggak, bisa jadi zombie aku sampai rumah nanti," protes Sannia di sela makannya.
"Ini semua ulah Wulan yang ngajakin kita karokean sampai lupa waktu," sahut Dinda.
Sannia mengedikkan bahunya dan kembali fokus pada makannya sambil memainkan ponsel pintarnya. Sedangkan Wulan sendiri tak peduli apa yang dibicarakan oleh kedua temannya. Ia masih sangat ngantuk dan lapar akibat tidur pukul 7 pagi karena harus membersihkan diri terlebih dahulu sebelum tidur. Ya, Wulan si wanita paling risih jika tidur dalam keadaan kotor.
Drrtt ... drrtt ...
Ponsel pintar yang kini ada dalam genggaman tangan Sannia bergetar. Sebuah notifikasi yang masuk membuat gadis cantik itu tersenyum lebar.
"Mau ke mana, San?" tanya Dinda saat Sannia terburu-buru memasukkan makanannya ke dalam mulut dan terlihat seolah ingin bangkit dari duduknya.
"Menjemput rejeki," jawabnya tak jelas karena mulutnya penuh dengan makanan.
"Kamu mau narik ojek online lagi?" tanya Dinda.
Sannia menanggapi ucapan Dinda dengan mengangguk, karena mulutnya saat itu benar-benar sedang penuh dengan makanan.
Dinda dan Wulan saling pandang mendengar itu. Mereka masih tidak menyangka jika seorang wanita cantik seperti Sannia mau melakukan pekerjaan sampingan seperti jasa ojek online. Mereka sangat menyayangkan hal itu karena kulit Sannia yang putih bersih harus terbakar oleh sinar matahari dengan pekerjaannya.
Setelah menyelesaikan makanannya, Sannia berpamitan untuk masuk ke dalam kamar Dinda dan meraih barang-barangnya untuk dibawa pergi.
"Din, antar aku balik, dong."
Dinda mendongak saat suara Sannia terdengar tak jauh dari posisinya berada.
"Antar? Katanya tadi mau narik ojek."
"Aku 'kan nggak bawa motor, Dinda. Mau balik dulu, ambil motor di rumah. Ayo buruan, customerku nungguin nih."
"Kamu nggak ngantuk lagi? Nanti ketiduran di jalan loh," ucap Dinda.
"Kalau menyangkut masalah duit, mataku seketika langsung segar."
Dinda menggelengkan kepalanya melihat kelakuan temannya satu itu. Mau tak mau dia harus mengantar Sannia pulang ke rumahnya. Untung saja rumah Sannia hanya berjarak 500 meter dari rumahnya. Jadi dia tak perlu repot-repot harus membersihkan tubuhnya yang masih lengket karena keringat.
"Lan, kalo audah selesai makan, masuk ke kamarku saja ya."
Wulan melempar jempolnya kepada Dinda sebagai arti dia mengiyakan ucapan wanita itu.
"Cabut ya, Lan."
Dan lagi, Wulan hanya melempar jempolnya saat Sannia berpamitan karena sepertinya nyawa Wulan belum seratus persen terkumpul.
Tak butuh waktu lama kini Sannia telah berada di rumahnya. Dia dengan terburu-buru mengambil kunci motor yang ada di kamarnya dan setelah itu langsung pergi untuk menjemput orderan yang masuk ke dalam aplikasi ojek online-nya.
Orderan makanan yang masuk mengharuskan Sannia pergi ke restoran yang dituju. Untungnya saat itu restoran sedang tidak ramai jadi, Sannia bisa dengan cepat mengantarkan makanan kepada orang yang memesan melalui aplikasi online-nya.
Tak ingin terlalu lama di perjalanan, Sannia menancap gas motornya dengan kecepatan tinggi dan dalam waktu 10 menit saja dia sudah berada di depan rumah orang yang memesan makanan itu.
Ting tong!
Tak lama dari bel yang ditekan Sannia berbunyi, muncullah sosok seorang pemuda dari balik pintu yang kini telah terbuka. Pemuda berparas tampan dengan tubuh atletis yang di mana sempat membuat Sannia tertegun selama beberapa detik.
"Em, atas nama Pak Haikal?" tanya Sannia setelah tersadar dari lamunannya yang dibuyarkan oleh jentikan jari pemuda tersebut.
"Ya," jawab pria itu singkat. Dia segera memberi uang cash kepada Sannia dan langsung menutup pintu setelah menerima pesanannya.
Sannia pergi meninggalkan rumah tersebut dengan hati yang berbunga dan senyum mengembang di bibirnya.
Bukan hanya karena ketampanan pria tersebut yang membuat Sannia happy, tapi juga karena pria bernama Haikal itu memberinya uang tip sebesar lima puluh lima ribu rupiah. Nominal yang cukup besar untuk satu kali jalan, pikirnya.
"Memang beda ya kalau yang order itu orang kaya yang baik dan gemar menabung. Kasih tip-nya gak pelit."
"Eh, tapi nggak semua orang kaya sih yang kayak begitu. Malahan banyak orang kaya yang berjiwa miskin, a.k.a pelit." Begitulah celoteh seorang Sannia yang mengisi kebosanannya sepanjang perjalanan menuju orderan selanjutnya.
Setelah berlelah-lelahan dengan jalanan macet dan menyelesaikan lima orderan dengan rute yang berbeda-beda, kini Sannia bersiap untuk pulang ke rumah. Namun sebelum pulang ke rumahnya, Sannia mampir ke toko kue terlebih dahulu untuk membeli kue kesukaan ibunya sebagai bentuk syukur atas rejeki yang didapatnya hari ini.
Setiba di rumah mata Sannia berkeliling kesana kemari mencari sang ibu yang tidak kelihatan batang hidungnya. Dia terus menyusuri rumah sederhana miliknya sembari berteriak memanggil sang ibu.
"Mama mana sih, dari siang tadi kok nggak kelihatan batang hidungnya," gumam Sannia dengan mata kesana kemari.
"Wa'alaikumsalam. Ada apa sih, Nak. Kenapa teriak-teriak gitu. Nggak enak di dengar tetangga."
Suara merdu yang sangat menenangkan itu membuat Sannia tak bersuara lagi dan menoleh pada wanita tercintanya itu.
"Mama dari mana? Nih, aku bawa kue kesukaan Mama," ucap Sannia seraya menyodorkan kresek berisi kue pada sang ibu.
"Astaga Sannia, Mama 'kan sudah bilang kalau kamu itu jangan boros, Nak. Baru saja semalam kamu traktir Mama dan teman-temanmu. Punya uang itu ditabung, Sayang," tutur sang ibu memberi nasehat.
"Santai saja, Ma. Sannia habis dapet rejeki nomplok hari ini. Nggak ganggu duit tabungan Sannia kok," teriak Sannia karena saat itu dia sudah berada di dalam kamar mandi sedang membasuh mukanya yang sudah sangat lengket akibat keringat.
Sannia hendak keluar dari kamar mandi untuk mengambil handuk karena dia ingin segera mandi, namun saat dia baru membuka pintu kamar mandi, dia terkejut melihat sang ibu yang sudah ada di hadapannya dengan kresek yang masih di tangannya.
"Mama, ngagetin saja, sih."
"Kamu masih narik ojek online, San?" tanya sang ibu tanpa menghiraukan ucapan Sannia.
"Iya," jawabnya singkat.
"Astaga Nak, kenapa kamu masih melakukan itu. Gimana nanti kalau sampai terjadi apa-apa sama kamu, Sayang. Kamu itu wanita, masih anak sekolah. SIM juga belum punya. Gimana nanti kalau sampai ditilang polisi atau ada orang jahat yang nodong kamu di jalan?"
"Aku sudah tamat sekolah, Mama sayang."
"Sannia!"
Sannia menghela nafasnya. "Ma, Mama nggak usah berlebihan gitulah. Tenang aja, nggak bakal terjadi apa-apa sama anak Mama yang cantik ini, kok. Sannia sudah sangat ahli dibidang ini. Mama tenang saja," sahut Sannia dengan santainya.
"Tapi akun ojek yang kamu pakai itu 'kan punya pria, San. Bagaimana kalau ada yang melaporkan kamu?"
"Sannia sudah membeli akun ojol yg lain, Ma. Yang punya akun cewek, kok. Pokoknya Mama tenang saja, oke. Masalah SIM, nanti Sannia buat setelah selesai mengurus berkas kuliah Sannia. Sekarang Sannia masih sibuk."
Ibu Sannia hanya menghela nafasnya saja melihat kelakuan anak perempuannya yang sedikit tomboy dan tak mau kalah itu.
Mungkin saja figur seorang ayah yang sejak lahir tidak bisa anaknya dapatkan dan juga keadaan yang memaksanya untuk menjadi wanita mandiri, membuat anak semata wayangnya itu memiliki sisi tomboy pada dirinya.
Dia hanya bisa berharap jika suatu saat nanti Sannia bisa bertemu dengan seorang pria yang sehat dan dapat mencintainya dengan tulus serta menjaganya hingga tua nanti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Jumy RajaRatu
Sannia yg mandiri demi ibunya... 😍🥰😘
2022-12-26
1