Hari ini Sannia menjalani aktivitasnya seperti biasa, pergi ke kampus di pagi hari dan menjadi ojek online di sore hari. Karena sudah memiliki SIM jadi Sannia memutuskan untuk membuat akun ojek online miliknya sendiri agar lebih aman. Dia tidak bisa berhenti dari pekerjaan itu karena dia sangat membutuhkannya, tidak ada lagi pekerjaan sampingan yang santai dan tidak mengganggu waktu kuliahnya selain menjadi ojek online. Sannia juga tidak mungkin membebani ibunya lebih banyak lagi dengan kebutuhan kuliahnya yang cukup banyak.
Meski perkara kuliah sudah menjadi tanggung jawab kampus karena dia mendapatkan beasiswa, tapi kebutuhan yang tak terduga lainnya juga tidak sedikit. Apalagi ada hal penting lainnya juga yang mengharuskannya membutuhkan uang yang tidak sedikit seperti, perawatan motor kesayangannya dan juga perawatan lambungnya setiap hari. Sannia adalah gadis milenial yang di mana nafsu untuk bersenang-senang sedikit kuat pada dirinya.
Setelah menyelesaikan beberapa orderan yang masuk kini Sannia memutuskan untuk pulang ke rumah. Dia sengaja pulang lebih awal karena besok akan ada ujian dan dia harus fokus belajar malam ini.
Saat dia sudah tidak jauh dari rumahnya, Sannia melihat sebuah mobil sport yang baru saja keluar dari halaman rumahnya.
"Tamu siapa itu?" gumam Sannia.
Dia terlihat heran karena ini pertama kalinya dia melihat mobil sebagus itu memasuki halaman rumahnyq dan tidak ada juga seseorang yang dikenalnya yang memiliki mobil sport seperti itu.
Setiba di halaman rumahnya Sannia langsung masuk ke dalam rumah dan pada saat itu dia melihat mamanya sedang membereskan meja yang terdapat gelas kopi bekas.
"Sannia tadi lihat ada mobil yang keluar dari halaman kita, tamu siapa itu, Ma?" tanya Sa!nia setelah mamanya menjawab salamnya.
Irene tersenyum sejenak kepada putrinya kemudian dia segera berlalu ke dapur untuk mencuci gelas kotor yang ada di tangannya.
Sannia yang tidak mendapatkan jawaban, kembali bertanya karena dia sungguh penasaran dengan mobil mewah yang berkunjung ke rumahnya tadi.
"Ma."
"Lebih baik kamu mandi dulu sana. Setelah itu Mama mau bicara sama kamu," sahut Mama Sannia tanpa menoleh ke arah putrinya dan melanjutkan kembali langkahnya menuju dapur.
Mendengar perkataan mamanya tersebut Sannia menjadi semakin penasaran. Pertanyaan sederhana yang dia lontarkan tidak mendapatkan jawaban namun mamanya ingin mengobrol dengannya dan sepertinya obrolan itu terdengar serius. Apakah kedua hal ini saling bersangkutan, namun apa? Karena sangat penasaran, Sannia mandi dengan cepat dan setelah selesai mandi dia langsung duduk di kursi meja makan karena mamanya menunggu di sana.
"Kamu sudah makan? Mama ambilin makanan ya."
Irene hendak mengambilkan putrinya nasi, namun karena Sannia yang semakin penasaran dengan apa yang ingin mamanya bicarakan lantas mengurungkan apa yang hendak mamanya lakukan.
Irene menghela nafasnya sambil tersenyum sebelum dia mengatakan sesuatu kepada putrinya.
"Tadi ada seorang pria yang datang ke sini untuk melamar kamu."
Sannia tidak merespon ucapan Irene, dia masih berusaha mencerna kalimat pertama yang keluar dari mulut namanya tersebut. Dia tidak tahu harus memberi respon seperti apa karena menurutnya apa yang mamanya ucapkan sangatlah aneh dan tidak masuk akal.
Irene yang melihat putrinya tidak bereaksi apapun lantas melanjutkan ucapannya.
"Nama pria itu Galang, katanya kalian pernah bertemu beberapa kali dan dia juga–"
"Wait, wait," sela Sannia yang mulai tersadar dari keterkejutannya.
"Maksud Mama, mobil sport yang keluar dari halaman rumah kita tadi adalah seorang pria dan pria itu mau melamar aku, begitu?"
Irene langsung mengiyakan sedangkan Sannia tersenyum tidak percaya. Bagaimana mungkin ada seorang pria yang ingin melamarnya? Jelas-jelas yang ingin menjadikannya gebetan saja tidak ada sama sekali, lalu lelucon macam apa yang membuat pria itu ingin melamarnya.
"Apa kamu nggak kenal sama pria itu, San?" tanya Irene saat menyadari jika Sannia sedang kebingungan.
"Ma, teman-teman di kampus aku memang kaya-kaya semua, tapi aku nggak pernah lihat ada orang yang mengenal aku dengan mobil mewah seperti itu. Aku nggak kenal sama dia, Ma."
"Tapi tadi dia bilang kalau kalian pernah bertemu beberapa kali di luar. Dia juga kayaknya sedikit lebih dewasa dari kamu. Apa jangan-jangan dia teman kamu di luar kampus?"
Sannia tampak berpikir mengenai ucapan mamanya. Di kampus memang dia banyak teman tapi di luar kampus temannya hanya Dinda and the gang. Saat mamanya berkata jika pria yang ingin melamarnya tadi lebih dewasa darinya, Sannia kembali berpikir. Jelas saja dia tidak punya teman yang usianya 3 tahun di atasnya, lalu siapa pria itu?
Karena besok Sannia harus mengikuti ujian, jadi Sannia berpikir jika pria itu hanya salah orang saja. Wanita bernama Sannia tidak hanya dia, bukan? Kemungkinan besar Sannia yang dicari bukanlah dirinya tapi, orang lain.
Ya benar, dia rasa begitu. Sebaiknya dia tidak perlu memikirkan hal yang menurutnya rumit sehingga akan mengganggu aktivitas belajarnya. Dia benar-benar yakin jika pria itu hanya salah orang saja karena sangat tidak masuk akal baginya, seorang pria asing ingin melamarnya di saat dia sendiri sangat sulit untuk mencari pacar ataupun sekedar gebetan.
Irene juga tidak mau memaksa anaknya untuk memikirkan hal tersebut karena dia pikir Sannia harus fokus kepada karirnya terlebih dahulu. Walaupun sebenarnya dia sangat berharap Sannia bisa segera mendapatkan pasangan meski usianya masih terbilang sangat mudah.
Setelah perbincangan tersebut Sannia masuk ke dalam kamarnya untuk mempersiapkan ujiannya besok. Dia harus fokus belajar karena dia tidak mau gagal di setiap mata pelajaran. Dan benar saja, baru beberapa menit dia duduk di meja belajarnya kini pikirannya mengenai pria yang ingin melamarnya tadi sudah hilang begitu saja, tergantikan oleh mata pelajaran yang sedang dipelajarinya saat itu.
Keesokan harinya saat ujian sedang berlangsung Sannia tampak fokus dengan kertas yang ada di atas mejanya. Wanita itu tampak sangat lancar menggoreskan tinta pulpennya di atas kertas ujiannya dengan wajah serius. Fokusnya saat itu benar-benar hanya kepada kertas ujiannya saja, bahkan dia sudah melupakan pembicaraannya bersama mamanya kemarin sejak semalam.
Saat waktu tersisa 15 menit lagi Sannia telah menyelesaikan ujiannya lebih dulu. Wajahnya menunjukkan rasa puas karena dia telah menyelesaikan semua soal ujiannya dengan sangat yakin dan penuh percaya diri.
"Baiklah Sannia, kamu boleh keluar lebih dulu," ucap sang dosen.
Sannia keluar dari kelasnya menuju kantin karena dia harus mengisi perutnya yang kosong terlebih dahulu sebelum pulang ke rumah. Dia harus pulang lebih awal dan juga tidak melakukan kerja sampingannya karena sore ini mamanya meminta dia untuk menemaninya belanja bulanan di mall.
"Sannia."
Sannia menjeda sejenak makannya untuk menatap kepada seorang pria yang ternyata adalah Beni dan Daffin. Mereka mendudukkan tubuhnya di hadapan Sannia semantata wanita itu melanjutkan kembali makannya dan mengacuhkan kedua temannya begitu saja.
"Enak ya jadi orang pintar, bisa keluar lebih dulu saat ujian."
"Makanya sekali-kali jadi orang pintar, biar bisa keluar duluan saat ujian," sahut Sannia sambil melirik sekilas ke arah Daffin.
"Kalau ngomong doang sih enak, San. Kamu kayak nggak kenal kita saja. Orang kita kuliah saja karena dipaksa orang tua, gimana mau pintar," ucap Daffin dan dibenarkan oleh Beni, sementara Sannia hanya tertawa kecil.
"Mana Adel?" tanya Sannia dengan sedikit heran.
Tidak biasanya temannya satu itu tidak kelihatan batang hidungnya karena biasanya Adel yang paling depan kalau mereka mau ke kantin. Smentara Ferdi mungkin pria itu sedang berkencan dengan pacarnya, jadi tidak perlu ditanya.
"Tadi gebetannya nelpon, jadi kita duluan saja ke sini. Bentar lagi juga nongol tuh anak."
Sannia hanya menganggukkan kepalanya dan melanjutkan kembali makannya yang hampir habis.
"San, nanti sore belajar bareng kuy," ajak Beni.
"Tumben," sahut Sannia.
"Yaelah San, emang salah kalau kita mau belajar?"
Sannia tertawa kecil. "Nggak bisa. Mama mau minta temenin belanja bulanan."
"Besok?"
"Besok mau narik ojek, soalnya hari ini aku nggak narik."
"Astaga San, apa narik ojek lebih penting dari belajar?" protes Daffin. Dari awal mereka kenal, dia sangat heran sangat kenapa Sannia mau melakukan pekerjaan itu.
"Dua-duanya penting. Kalau nggak narik ojek, gimana caranya mau makan enak? Atau jangan-jangan kalian yang mau bayarin aku makan enak di restoran mahal?"
Daffin dan Beni hanya diam mendengar ucapan Sannia, mereka enggan menyahutinya namun kemudian celetukan Daffin membuat Sannia tersedak dengan minumannya.
"Makanya cari pacar yang kaya biar nggak banting tulang cuma buat makan enak doang."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Jumy RajaRatu
siapa yg melamar Sannia 🤔🤔🤔
2022-12-26
1