Pak Kusno menarik bangku dekat Jason agar bisa ngobrol lebih dekat dengan anaknya.
"Ayah lihat kamu sudah 2 hari asik melamun. Ada masalah apa?"
Jason menghela nafas merasa tak ada guna membohongi lelaki tua itu. Pandangan mata Pak Kusno sangat jeli tahu kalau anaknya sedang ada masalah.
"Aku jumpa Camelia."
Kusno terdiam sesaat lantas memandang Jason lekat-lekat. Pak Kusno tahu kalau anak semata wayangnya masih mencintai Camelia. Kalaupun Jason memilih Camelia untuk menjadi istri tak menjadi masalah bagi Pak Kusno. Punya menantu siapa saja tak masalah asal Jason bahagia. Hanya itu saja harapan Pak Kusno. Ini sangat bertentangan dengan ibu Jason yang gila menjadi hubungan dengan saudara.
"Bagaimana tanggapan dia?"
"Ntahlah! Dia nampaknya sangat membenci aku dan dia mempunyai seorang anak kecil berumur sekitar 6 tahun. Perasaanku mengatakan anak itu anak aku. Dia sangat mirip dengan aku." kata Jason sambil melayangkan ingatan kepada Junior.
"Ayah ingin melihatnya."
"Anak itu bernama Jason Junior. Camelia mengarang cerita bahwa ayahnya sudah meninggal sebelum dia lahir. Kulihat wajahnya sangat tertekan diejek oleh kawan-kawannya."
"Diejek bagaimana?" Pak Kusno mengerutkan kening.
"Ya semacam anak haram gitu. Cuma mungkin Junior masih kecil tak tahu arti anak haram, dia hanya menyebut anak batang pisang. Siapa yang harus disalahkan dalam hal ini? Ibu masih terus mendorong aku mendekati Dewi padahal saya lagi berpikir bagaimana caranya mengambil Junior."
"Sekalian dengan ibunya?" gurau Pak Kusno mengolok Jason.
"Ach ayah... Camelia setengah mati membenci aku. Pandangan matanya mengandung dendam tak terhingga. Bagaimana mungkin dia mau menerima aku lagi. Saya yang jelas-jelas masih hidup dikatakan sudah mati. Bukankah dia ingin menyingkirkan aku sebagai ayah dari Junior?" kata Jason dengan putus asa.
Pak Kusno menepuk bahu Jason memberi semangat. Jason hanya bisa tersenyum hambar. Kenyataan ini sangat menyakitkan hati Jason.
"Sebaiknya ibumu jangan tahu hal ini dulu karena akan menimbulkan efek mengerikan. Dia bisa saja melabrak Camelia dengan segala tuduhan sesuka hatinya."
"Saya tahu ayah. Besok kita pergi menjenguk Junior sebelum ke kantor. Kita datang lebih awal sebelum dia masuk kelas. Ayah setuju bukan?"
Pak Kusno mangut setuju. Lelaki tua ini pun penasaran ingin tahu sampai di mana kebenaran cerita Jason. Hati tuanya tergelitik untuk melihat cucu yang dinantinya siang malam sebelum masuk liang lahat. Harta setinggi gunung rasanya tak berarti tanpa adanya keturunan.
Sesuai dengan janji kemarin Pak Kusno dan Jason datang ke sekolah Junior sebelum berangkat ke kantor. Kedua lelaki beda usia itu menanti di dalam mobil menunggu kehadiran Junior. Mereka menanti dengan sabar menunggu anak kecil yang dimaksud oleh Jason.
Mata Jason menangkap bayangan 1 sosok anak kecil dan seorang gadis muda turun dari bajaj. Gadis muda itu langsung pergi setelah mengantar Junior sampai ke pintu gerbang sekolah.
"Ayah itu dia!" Jason menunjuk satu sosok bertubuh gempal hendak masuk ke dalam halaman sekolah.
Tanpa buang waktu Jason turun dari mobil mengejar anak sehat itu sebelum masuk jauh ke halaman sekolah. Pak Kusno ikutan turun penasaran pada anak kecil berkulit bersih itu.
"Junior.." panggil Jason sebelum anak itu melangkah lebih jauh.
Junior hentikan langkah begitu mendengar ada orang sebut namanya. Di saat Junior menoleh hati pak Kusno bagai tersiram air surga.
Anak itu mirip Jason sepenuhnya. Segalanya mirip Jason.
Jason mencapai Junior dengan nafas terengah-engah. Jason harus akui telah kalah dari umur. Umurnya sudah tidak muda.
"Om mobil?" seru Jason riang begitu lihat Jason. Dua dekik kecil hasil warisan Jason terbiasa di pipi penuh daging itu.
Jason merasa sangat gemas pada Junior. Dalam hati berdoa semoga anak ini memang keturunan dia.
"Sudah mau masuk kelas?" tanya Jason lembut sambil membelai kepala bundar itu.
"Setengah jam lagi. Pagi sekali om sudah datang. Ada apa om?"
"Om hanya rindu kepada Junior. Oh iya.. kenalan dulu sama papanya Om. ayo panggil Opa!" Jason menunjuk pak Kusno yang sudah tiba di depan Junior.
Mata tua pak Kusno tak bisa pindah dari raut wajah lucu menggemaskan itu.
"Selamat pagi opa!" sapa Junior dengan sopan.
Mata Pak Kusno berkaca-kaca dipanggil dengan hangat oleh Junior. Tangan berkeriput itu membelai rambut Junior penuh kerinduan. Saat beginilah yang diidamkan oleh Pak tua berusia menjelang senja.
"Anak baik...kamu ganteng sekali."
"Iya dong!" sahut Junior polos bangga pada modal dari Tuhan itu.
"Apa kabar mami kamu? Masih suka marah-marah?"
Junior menggaruk kepalanya yang tak gatal sambil tertawa," Semalam mami ngamuk-ngamuk sama orang yang ngasih bunga satu kantong padanya. Mami mencak-mencak."
"Lha kok Junior merasa lucu?"
"Gimana tidak merasa lucu. Mami cerewet seperti nenek-nenek ngomel tidak ada henti."
"Memangnya apa kata mami?"
"Mami merepet katanya memangnya mami pot bunga dikirimi sekantong melati. Memangnya Om yang kirim ya?" tanya Junior seperti orang dewasa.
Jason mengangguk mengakui kalau itu dia yang kirim, "Dari mana Jason tahu kalau itu kiriman Om?"
"Soalnya Junior mendengar mami bilang jangan mentang-mentang punya banyak mobil bisa seenak perut. Dia bakalan tak mau baikan sama Om. Memangnya Om bertengkar dengan mami?"
"Hanya salah paham. Mami tidak marah pada Junior bukan?"
Junior menggeleng yakin bikin hati Jason tenang. Jason takut Camelia lampiaskan amarah pada anak kecil ini.
"Tidak marah kok sama Junior. Om mau pergi kerja ke kantor ya? Opa juga?"
"Iya...Junior belajar yang rajin biar bisa jadi orang hebat. Kapan Junior main ke rumah Om ya. Di sana ada kolam ikan mas, ada piara burung dan iguana. Junior mau ke sana bukan?"
"Mau sekali Om tapi..." Junior mendadak murung.
"Kenapa sayang?"
"Mami pasti tidak izinkan Junior main ke tempat Om apalagi mami tidak kenal om dan Opa. Nanti dikirain mau culik Junior."
"Betul juga ya! Sebenarnya kita ini masih keluarga cuma.."
"Cuma apa om?" tanya Junior tak sabar mau tahu hubungan keluarga apa.
Jason penghela nafas tak tahu harus ngomong apa pada anak sekecil Junior. Salah ngomong malah membawa bencana besar.
Pak Kusno cepat tanggap situasi tak menyenangkan ini. Anak sekecil Junior tak boleh dicekoki cerita tak bahagia dari masa lalu.
"Junior senang nggak sama opa dan om?" pancing Pak Kusno.
Mata Junior berputar-putar memandangi wajah ramah Pak Kusno. Anak ini seperti ingin menyelami isi hati lelaki tua itu.
"Senang opa."
"Junior mau nggak punya papi seperti Om?" tanya Pak Kusno lagi.
"Mau sekali... biar Junior tidak diejek lagi oleh kawan. Om ini papi Junior kan?" tanya Junior polos.
Jason dan pak Kusno saling berpandangan tak tahu harus jawab apa. Jason merasa lidahnya kelu tak tahu harus menjawab apa. Pertanyaan Junior memang mengena di hati Jason sebagai seorang ayah.
"Junior masuk kelas dulu. Besok Om akan mengunjungi Junior lagi. Sekarang masuklah ke kelas untuk belajar yang rajin. Junior mau dibawakan apa sama Om?"
"Tak ada. Junior cuma mau papi." sahut anak kecil lirih mengiris hati Jason.
"Baiklah! Sekarang masuk kelas dulu. Belajar yang rajin ya!" Jason menepuk pantat Junior agar segera masuk kelas.
Junior angguk lalu seret langkah kecilnya meninggalkan Jason dan pak Kusno.
"Assalamualaikum.." lirih mulut kecil itu sambil melangkah.
"Waalaikumsalam.."
Perlahan tubuh subur itu menjauhi Jason dan pak Kusno. Jason merasa kehilangan sesuatu yang paling berharga dalam hidupnya. Hatinya mendadak kosong.
"Apa pendapat Ayah tentang Junior?"
"Ayah yakin dia anak kamu Jason. Dia sendiri bisa merasakan bahwa kaulah papinya. Dekati ibunya agar kamu bisa memiliki keduanya. Ayah dukung kamu sepenuhnya. kamu tidak usah memikirkan ibu kamu."
"Akan kuusahakan."
"Kurasa ibumu harus melihat Jason agar tidak memaksa kamu menerima Dewi lagi. Dia pasti akan terkesan melihat Junior tanpa perlu kita cerita anak siapa."
"Ibu sangat keras hati ayah!"
"Nanti kita pikirkan. Sekarang kita ke kantor dulu. Biarlah Junior sendiri yang meluluhkan hati ibumu. Kamu tidak perlu berdebat dengan ibumu dulu. Yang penting bagimu adalah Camelia."
"Iya ayah!"
Kedua naik ke mobil meninggalkan sekolah Junior menuju ke tempat kerja masing-masing.
Di lain pihak Camelia termenung sejak pertemuan dengan Jason. Ada rasa rindu dan dendam menyelimuti hatinya. Jason memang lelaki baik namun terlalu lemah untuk menentukan jalan hidup sendiri. Seluruh hidup laki itu dikuasai oleh sang ibu yang seperti seorang ratu tirani.
Camelia tahu Jason sangat terluka oleh ibunya namun tak kuasa menentang keputusan sang ibu untuk meninggalkannya. Ibu Jason menginginkan seorang menantu berlatar belakang hebat tidak seperti dirinya hanya seorang anak janda tua.
"Mami..." Junior memeluk Camelia dari belakang.
"Ada apa sayang mami? Ada pr yang sulit?"
"Tidak ada cuma..." lirih Junior.
"Cuma apa lagi nak? Diganggu oleh Bona lagi?"
Junior mengangguk seraya melepaskan pelukannya. Wajah anak itu sangat muram membuat Camelia menghela nafas.
"Junior dibilang anak haram. Junior bilang Junior juga punya papi. Bona tidak percaya pada perkataan Junior."
"Junior bukan anak haram sayang! Junior anak mami yang tercinta."
"Juga anak papi kan?"
Camelia terdiam tak mampu menjawab. Junio tahu kalau ibunya tak mampu mengarang cerita kosong tentang papinya lagi. Selama ini Camelia selalu menceritakan bahwa papinya sudah meninggal sebelum dia lahir. Junior yang malang percaya saja. Tapi setelah bertemu dengan Jason anak ini menemukan bahwa ibunya sedang berbohong.
"Hari Minggu nanti kita berlibur ke pantai ya?" pucuk Camelia mengalihkan pembicaraan dengan Junior.
"Malas ah! Bona enak punya papi keren, bawa Bona pergi memancing ikan, mendaki gunung dan pergi ke luar negeri terpenting mempunyai mobil. Junior tak memiliki semua itu." wajah gempal itu muram durja.
"Mami juga bisa! Liburan nanti mami ajak Junior ke Singapura atau Junior mau ke Disneyland."
"Tak usah mami. Junior mau pergi belajar saja."
Junior melengos pergi meninggalkan Camelia. Camelia menggigit bibir menahan sedih. perempuan ini sadar kalau Junior makin besar dan makin paham akan kebenaran. Suatu hari Junior pasti akan menuntut kebenaran apalagi Junior anak cerdas dan bijak.
Camelia merasa tak enak hati menyusul anaknya ke dalam kamar. Junior memang buka buku pelajaran untuk mengulang pelajaran yang telah diterangkan oleh guru.
"Junior..." Camelia menanggapi anak semata wayangnya dengan hati-hati, "Gimana kalau kita pergi berlibur dengan Om Jay?"
"Dia bukan papi Junior! Junior mau belajar. Mami jangan ganggu Junior belajar." tolak Junior secara halus tak mau bahas soal liburan dengan orang tak dia harapkan.
"Kalau Junior mau Om Jay bisa menjadi papi Junior."
"Junior tak suka padanya. Di depan mami dia pura-pura sayang pada Junior tetapi kalau mami pergi dia marah-marah. Dia pernah tanya pada Junior mengapa tidak tinggal sama Oma di Bandung saja. Junior di sini hanya bikin susah dia saja."
Camelia memandang tak percaya mendengar omongan polos Junior. Beberapa waktu terakhir ini Wijaya yang menjadi orang terdekat dengan Camelia. Di mata Camelia Wijaya adalah pria yang baik dapat dicalonkan menjadi pengganti Jason dalam hatinya. Selama ini Wijaya memperlihatkan rasa sayang pada Junior bahkan berlebihan maka itu Camelia merasa Wijaya cocok untuk menjadi suaminya kelak.
Tapi Camelia tak pernah menyangka kalau Junior akan mengatakan hal sebaliknya tentang Wijaya.
"Junior berbohong kan?"
"Untuk apa Junior berbohong? Bukankah mami selalu bilang kita tidak boleh berbohong? Berbohong itu dosa. Junior terlalu sayang pada mami sehingga tidak tega bercerita. Om Jay pernah menjewer kuping Junior hanya karena ingin ikut nonton bersama mami. Junior kan takut ditinggal sendirian di rumah." Junior mengungkap kekesalannya kepada Wijaya dengan mulusnya.
"Kenapa Junior tidak cerita dari dulu?"
"Junior takut mami bersedih maka diam saja!"
"Junior adalah segalanya buat mami. Besok mami akan menegur Om Jay agar jangan mengganggu kamu lagi. Kalau sudah selesai belajar langsung tidur ya!"
"Ya mami!"
Camelia mengecup pipi Junior kiri kanan meninggalkan anak lajang itu sendirian di dalam kamar. Kepala Camelia terasa berdenyut-denyut memikirkan omongan Junior. Siapa tidak sedih anaknya diperlakukan semena-mena oleh orang yang diharapkan bisa menjaga mereka. Camelia tidak menyangka Junior mampu bertindak seperti orang dewasa hanya untuk melindungi perasaan orang yang disayanginya.
Camelia masuk ke kamarnya untuk menelepon nih Wijaya agar tidak berbuat kasar kepada Junior. Junior anak baik yang lugu tidak mengetahui apa yang sedang terjadi kepada maminya.
"Halo.. assalamualaikum... ada Jay?" sapa Camelia karena yang mengangkat bukan Wijaya melainkan seorang perempuan.
"Oh ada..tunggu ya!"
Camelia tidak memikirkan siapa wanita yang angkat telepon Wijaya. Pikiran Camelia dipenuhi rasa kesal pada Wijaya yang tega bully anaknya.
"Halo...Lia ya? Ada apa sayang?"
"Jay...mengapa kamu menyakiti Junior? Apa salah Junior kepada kamu?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments