Junior Menuntut

"Junior harus menjadi anak baik ya! Oma akan mengunjungi kamu pada suatu hari nanti. Boleh kan?"

Junior merangkul leher Ibu Jason seraya mengecup pipi keriput itu tanpa malu. Ibu Jason membalas rangkulan Junior tak kalah mesra. Keduanya saling menyayangi seperti cucu dan Oma layaknya.

"Sekarang Junior mempunyai dua Oma. Sama baiknya Junior takkan bersedih lagi. Junior akan mengenang Oma setiap hari. Sekarang Junior ingin pulang! Om harus antar Junior pulang!" pinta Junior dengan pintarnya.

"Dia bukan om kamu tapi papi kamu." Ibu Jason tidak dapat menahan diri untuk mengatakan hal sebenarnya.

"Benarkah? Junior sudah menduga dari pertama begitu melihat Om. Junior yakin Om ini papi aku." ujar Junior dengan mata berbinar-binar.

Junior melompat kepelukan Jason dengan riang gembira. Jason agak terkejut tiba-tiba ditimpa badan gendut Junior tetapi lelaki ini tidak menolak kehadiran Junior malah memeluknya erat-erat. Jason benar-benar terenyuh melihat kegembiraan Junior menemukan apa yang dia inginkan selama ini. Betapa nelangsanya anak ini hidup tanpa kehadiran seorang ayah di samping.

"Junior tak mau pulang lagi. Junior ingin bersama papi."

"Junior sayang sekarang pulang dulu! Kasihan mami mencarimu nanti. Besok kita ketemu lagi." bujuk Jason agar Junior tak merusak rencananya merangkul kembali Camelia.

"Tapi..."

"Tapi apa sayang?" Jason menurunkan Junior dengan perlahan karena tidak sanggup menahan beban berat di tubuhnya.

"Kalau Junior pulang mami pasti tidak akan mengijinkan kita bertemu lagi. Padahal Junior senang bersama papi."

"Dengar ya sayang! Papi akan mengunjungi kamu di sekolah dan jangan bilang pada siapa-siapa terutama mami! Janji ya?"

Junior mengangguk setuju, "Iya deh! Om ini benar papi aku kan?"

Jason mengganggu untuk meyakinkan Junior, "Junior akan mengerti kalau sudah besar nanti. Papi sangat menyayangi kalian terutama Junior. Ya kan Oma? Bertahun tapi memendam semua ini di dalam hati. Dan sekarang papi sudah bertemu dengan Junior. Kita akan bahagia bersama."

Ibu Jason menunduk malu telah merampas kebahagiaan anaknya sendiri hanya demi bibit bebet bobot. Omongan Jason mewakili rasa sakit hati di dalam hati demi kebahagiaan sang ibu. Jason memilih mengalah hanya untuk menyenangkan hati ibunya. Tetapi sang Ibu tidak pernah memikirkan perasaan Jason.

"Pulang dulu ya sayang! Kami di sini semua menyayangi kamu!" Ibu Jason turut membujuk Junior agar mau pulang.

"Ok...Junior pulang! Daa Oma.."

Jason memandangi ibunya seperti meminta pengertian atas Junior. Jason ingin sang Ibu menyadari kesalahannya memaksa kehendak diri untuk orang lain. Ibu Jason memang merasa bersalah namun keangkuhan seorang ratu tirani tak mungkin beruntung begitu saja.

Junior berlari kecil menuju ke mobil Jason setelah menyalami Ibu Jason. Ibu Jason hanya melambai dengan hati diliputi rasa sesal. Andai dia tidak memisahkan Jason dengan Camelia mungkin Junior akan tumbuh lebih bahagia. Bertahun Junior menyimpan rasa rindu tak terhingga pada sosok seorang ayah. Ini semua akibat keegoisan Ibu Jason.

Jason menurunkan Junior tak jauh dari rumahnya. Jason belum ada keberanian mengantar Junior langsung ke dalam rumah. Takutnya nanti dicaci maki oleh Camelia. Jason yakin semua ini perlu waktu untuk meraih kembali apa yang pernah dia miliki yaitu Camelia dan Junior.

Junior melambai pada Jason dibarengi senyum damai. Jason segera pergi setelah yakin Junior tiba di rumah dengan selamat.

Junia berjalan pelan-pelan memasuki toko bunga kepunyaan ibunya. Pemuda cilik ini takut sang mami menanyakan perihal mengapa dia pulang lebih cepat. Junior belum mau melaporkan kelakuan Wijaya mengancam dirinya. Junior takut Camelia akan bersedih untuk hal ini.

"Eh Junior...kok cepat pulang? Pulang sama siapa?"

"Teh Murni..mami mana?"

"Ditanya malah balik tanya! Mami sedang belanja."

"Oh...tadi Junior sakit perut. Kebetulan ada papinya teman bersedia antar Junior. Teh Murni tak usah bilang ke mami ya! Nanti dia kuatir. Junior sudah tidak sakit lagi." Junior terpaksa berbohong demi hindari hukuman Camelia juga perang dunia ketiga.

Murni menyentuh dagu anak kecil itu setuju bantu Junior tutupi hal ini dari Camelia.

"Junior yakin sudah sehat?"

"Sudah...Junior naik ke atas dulu. Nanti Junior minta bik Yem gosok perutnya."

"Junior anak baik. Sekarang pergi ke atas dan ganti baju. Jangan lupa cuci tangan ya! Teh Murni senang Junior tidak merepotkan mami."

"Beres..Junior ke atas ya!"

"Junior tak boleh ganggu Bik Yem ya! Kalau bisa coba tidur sebentar. Mungkin nanti baikan!"

Junior mengangguk jenaka. Murni tertawa kecil melihat kelucuan Junior. Anak itu tidak pernah menyusahkan orang lain dalam segala hal. Baik dalam pelajaran maupun keseharian, anak itu tahu diri tak mau menyusahkan maminya karena tahu Camelia susah mencari rezeki. Apalagi tanpa kehadiran seorang lelaki di antara mereka.

"Junior...Junior..."

"Ya mami.." Junior langsung bangun dari tempat tidur menyongsong mami tercinta.

"Kau sakit perut sayang?" Camelia memeriksa kalau anaknya terkena penyakit parah.

"Tadi sakit perut di sekolah atau sekarang sudah hilang. Mami dari mana?"

"Mami pergi belanja. Junior mau makan apa biar mami masakkan?"

"Goreng tahu.. ikan bakar.. udang goreng dan es krim."

"Lha apa tidak kebanyakan? Tidak takut tambah gendut?"

"Sekali-kali boleh dong! Mami sayang ada Junior kan?"

"Kenapa tanya itu? Junior adalah kesayangan mami, hati mami, jantung mami dan nyawa mami."

"Benar?"

"Sejuta persen benar! Ada apa? Junior mau minta sesuatu?"

Dengan sigap Junior angguk, "Junior mau mobil yang dulu. Warna hitam."

"Uang mami tidak cukup sayang. Kita nabung dikit lagi biar bisa beli cash. Junior yang sabar ya! Mami pasti beli untuk Junior nanti. Mami janji."

"Mami tidak bohong Junior kan?"

"Kapan mami pernah bohong?"

"Baik...Junior mau tahu nama Papi walau dia sudah meninggal dunia. Biar Junior tahu pernah punya papi."

"Untuk apa Junior mau tahu nama Papi?"

"Untuk kasih tahu kawan di sekolah kalau Junior punya papi."

Camelia kasihan juga pada anaknya selalu diejek tak punya papi padahal Junior terlahir dari ikatan perkawinan walau buntutnya berpisah.

"Papimu bernama Jason juga."

Junior merangkul Camelia dengan bahagia. Jawaban Camelia menguatkan dugaan Junior bahwa Jason adalah papinya. Kini Junior harus mencari akal agar sang mami bisa bersatu lagi dengan papinya. Impian Junior hanyalah ingin mempunyai orang tua yang lengkap yang siap menemaninya ke mana saja seperti anak-anak lain.

"Terima kasih mami. Cuma Junior merasakan kalau Papi belum meninggal."

Camelia tersentak mendengar perkataan Junior, "Siapa yang bilang?"

"Hanya dugaan Junior saja." Junior menunduk tak berani menatap mata Camelia. Junior takut ketahuan telah pernah bertemu dengan Jason.

"Junior.. Jangan berpikir yang bukan bukan! Mami tak mau lagi mendengar kamu membahas perihal Papi kamu. Kamu harus ingat itu!" ujar Camelia dengan marah.

Junior terdiam makin mendudukkan kepala memendam rasa sedih tak terhingga. Junior tak tahu apa yang terjadi pada kedua orang tuanya. Junior hanyalah korban dari keegoisan para orang tua.

Camelia merasa bersalah telah besar suara pada anaknya. wanita muda ini menepuk bahu Jason dengan perlahan. Anak sekecil ini tentu tak pantas menerima akibat dari amarah sang mami.

"Junior jujur pada mami apa yang telah terjadi?" bujuk Camelia dengan lembut.

"Junior telah bosan dibilang anak batang pisang. Junior masih mempunyai Papi bukan?"

"Junior dengarkan kata mami! Biar orang bilang apa jangan didengar! Yang penting kamu rajin belajar dan menjadi orang berguna. Kamu anak mami satu-satunya. Itu saja!"

"Tapi Junior ingin sekali mempunyai seorang Papi." desah Junior pelan.

Rasa bersalah di dalam hati Camelia makin melebar. Camelia meraih Jason kepelukannya dengan mata berkaca-kaca. Siapapun tak ingin merusak perasaan seorang anak kecil apalagi anak semanis Junior. Tetapi Camelia tidak mempunyai daya memenuhi permintaan Junior. Angan Camelia terhadap pernikahan yang indah musnah sudah sebelum Junior terlahir ke dunia. Yang ada tinggal puing-puing reruntuhan dan kepedihan.

"Kalau Junior sayang pada mami janganlah bertanya macam-macam!"

"Ya mami...maafkan Junior!"

Camelia menepuk pipi Junior dengan lembut. Amelia harus memenangkan hati Junior agar tidak teringat pada papinya lagi.

"Pergilah mandi sayang! Nanti malam kita pergi makan enak!"

"Makan di mana mami?"

"Ayam goreng kesukaan Junior. Ok?"

"Ok tapi tidak dengan om Jay." Junior masih trauma pada lelaki ganas itu. Kekasaran Jay masih berbekas di dalam hati anak kecil ini.

"Baik... hanya kita berdua." janji Camelia membuat Junior lega.

"Sip mami.." Junior mengangkat tangan di kepala tak ubah seperti seorang prajurit sedang menghormati komandannya. Camelia tersenyum senang melihat Junior kembali ceria.

"Mami ke bawah dulu. jangan lupa mengulang pelajaran ya!"

"Iya mami..." Junior bergerak cepat masuk ke kamar mandi. Sifat anak-anak memang sulit ditebak. baru saja merasa sedih kini malah riang setelah ditawarkan makanan kesukaannya.

Camelia merasa kepalanya berdenyut-denyut menghadapi Junior yang makin hari makin tahu arti kehidupan. Seharusnya Camelia menyadari cepat atau lambat Junior pasti akan menuntut cerita yang sebenarnya tentang papinya. Anak manapun ingin bahagia memiliki orang tua yang lengkap apalagi Junior anak cerdas cepat menangkap keadaan. Camelia harus bersiap-siap ditodong berbagai pertanyaan dari hari ke hari.

Junior tersenyum senang melihat kehadiran Jason di sekolahnya. Kelaki tampan ini mengecup pipi Junior penuh kerinduan. Baru satu hari tidak bertemu kerinduan itu memuncak di hati Jason. Junior menyambut kehadiran Jason dengan tawa lebar. Wajah Junior berseri-seri ditemui oleh Jason pagi hari. Hatinya bangga mempunyai Papi yang ganteng dan kaya. Bau badan Jason memancarkan aroma jantan membangkitkan semangat Junior untuk seperti papinya.

"Apa kabar anak muda?" Jason mengelus kepala Junior seperti biasa.

"Baik papi... Papi mau ke kantor ya?"

"Iya... Junior mau ikut Papi ke kantor?"

"Junior kan harus sekolah. Junior ingin sekali melihat mobil yang mau dibeli oleh mami. Cuma lihat saja Bener deh!"

Jason benar-benar terharu mendengar permintaan Junior yang sangat sederhana. Andai kata dirinya bisa mampu melunakkan hati Camelia maka Jason bisa membawa Junior kemanapun untuk bermain.

"Besok papi akan bawa kemari. Bagaimana mami kamu? Masih suka marah?"

"Ngak... cuma mami masih marahan sama papi. Jason tanya Papi mami kurang senang." kata anak itu dengan lugu.

"Papi memang bersalah terhadap kalian. Sekarang Junior masih kecil belum mengerti. Suatu saat Junior pasti akan tahu kebenarannya. Oh ya Papi mempunyai sesuatu untukmu."

Jason mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Benda itu ternyata ponsel mungil yang bisa digunakan oleh Junior untuk bermain game. Jason sengaja beli yang kecil supaya Junior bisa menyembunyikannya dari Camelia.

Mata Junior bersinar terang melihat hadiah dari Jason. Sudah lama Junior menginginkan ponsel untuk bisa bermain game seperti kawannya yang lain. Semua teman-teman sekelas Junior mempunyai benda ajaib ini. Hanya Junior saja yang belum memiliki barang canggih itu.

Hadiah ini menjadi sangat berarti buat Junior. Junior tak henti-henti mengagumi benda kecil yang bisa mengubah dunianya.

"Kecil sekali papi. Tentu mahal ya!"

"Itu hadiah dari Oma biar telepon sama Junior. Oma sengaja pilih yang kecil supaya Junior bisa sembunyikan dari mami. Simpan baik-baik jangan ketahuan Mami ya! Kalau Junior perlu sesuatu teleponi Papi ataupun Opa Oma."

"Ya papi." ujar Junior menatap benda ponsel mungil di tangannya.

"Di dalam ponsel sudah papi isi nomor papi, opa dan Oma. Junior bisa main kan?"

Junior mengangguk karena sekali-kali dipinjami ponsel oleh Camelia. Camelia membatasi Junior memegang ponsel karena takut merusak perkembangan jiwa anak ini.

Ponsel ini seperti mata pisau. Satu sisi dia bermanfaat sedang di sisi lain dia juga bisa merusak bila tak digunakan tepat guna.

"Simpanlah ponselnya dan segera masuk kelas. Jangan melawan mami ya! Junior harus jadi lelaki kuat lindungi mami. Jangan jadi laki tak berguna tak bisa lindungi keluarga.

"Iya Pi.." Junior memasukkan benda mungil itu ke dalam tas berikut charger nya. Junior berjanji akan rawat pemberian sang Oma dengan baik.

Jason biarkan anaknya pergi mencari ilmu agar bisa melanjutkan bisnis Jason kelak. Jason bertekad takkan cari wanita lain selain Camelia supaya Junior tak punya ibu tiri.

Jason sudah puas punya anak seperti Junior. Jason tak perlu pengakuan Camelia terhadap dirinya. Naluri Jason mengatakan Junior adalah darah dagingnya.

Kasihan Junior harus hidup di antara kenyataan dan kebohongan. Camelia pasti akan ngamuk bila tahu Jason sering mengunjungi Junior. Imbasnya pasti ke Junior. Ingin rasanya Jason mengunjungi Camelia dan menanyakan kebenaran tentang Junior. Tetapi sayang Jason tidak memiliki keberanian itu.

Jason dirundung rasa bersalah tak berujung. Jalan satu-satunya adalah bersabar menanti momen tepat untuk mendekati Camelia dan menjelaskan apa yang telah terjadi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!