"Kenapa kamu bodoh sekali, Fel? Sudah lebih dari dua tahun tapi kamu tidak berhasil menemukan Viviane" geram Vicky pada Felix, orang kepercayaannya.
"Aku sudah mencarinya ke seluruh penjuru kota, Vik. Tapi memang hasilnya nihil. Bahkan orang tuanya tak tahu dimana keberadaan Viviane saat ini" kata Felix mengamankan diri.
"Dan bodohnya lagi, aku malah menemukan dia yang ternyata adalah wali murid dari salah satu teman sekolah Johan. Sekarang tugas kamu adalah mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang Angelia, teman sekelas Johan" kata Vicky yang masih dengan bentakan keras pada Felix.
"Iya, kali ini aku pasti berhasil. Mencari informasi adalah sesuatu yang sangat mudah. Aku pastikan besok, paling lambat sore selepas jadwal kantor, informasi yang kamu cari akan aku bawakan" kata Felix dengan penuh keyakinan.
"Oke. Kali ini aku percaya sama kamu. Tapi awas saja kalau hanya untuk masalah sepele begini kamu harus gagal lagi. Lebih baik aku cari asisten baru yang lebih profesional daripada kamu" ancam Vicky pada sahabatnya.
"Cg, ancaman kamu tidak akan pernah berguna" kata Felix yang langsung meninggalkan ruang kerja Vicky tanpa permisi.
"Dasar asisten sialan. Untung saja kamu berjasa untukku. Kalau tidak, sudah kubuang kau sejak dulu" kata Vicky lirih sepeninggal Felix.
Dalam keheningan seperti ini, kembali bayangan masa lalu menghantuinya. Suara tangis Viviane yang tak bisa direngkuhnya saat terakhir kali pertemuan mereka bersama keluarga besarnya.
Vicky merasa menjadi pria paling bodoh dan paling lemah karena tak bisa mempertahankan Viviane untuk tetap di sampingnya.
Sementara Ruby, sejak dipaksa untuk menjadikannya sebagai seorang istri, tak pernah sekalipun Vicky berniat untuk menggaulinya.
Rasa amarah masih meninggi di hatinya hingga kini.
Jika bukan karena papanya yang sudah mulai sakit-sakitan, sudah sejak dulu dia akan menceraikan sahabat yang sudah tega menjebaknya sampai sejauh ini.
Tok .. Tok .. Tok ..
Tanpa perlu dipersilahkan, seseorang memasuki ruang kerja Vicky yang rupanya adalah Ruby.
Melihat wajah sok lugu itu membuat Vicky semakin merasa geram.
"Sayang, sudah waktunya makan malam. Johan sudah mengeluh kelaparan. Kenapa kamu belum turun juga?" tanya Ruby sambil berjalan seksi mendekati Vicky yang masih sibuk dengan layar komputer.
Duduk diatas pangkuannya, Ruby selalu berusaha menggoda sang suami agar mau memberikan nafkah batin yang sudah hampir tujuh tahun tak pernah dia dapatkan.
"Pergi dari pangkuanku, Ruby" geram Vicky dengan suara lirih.
"Kenapa sayang? Aku adalah istri sah mu. Sudah sewajarnya aku menginginkan itu. Kau terlalu jahat jika tak menafkahi batinku" ujar Ruby yang semakin berusaha untuk membuat libido Vicky meningkat dengan sapuan tangan dan bibir di beberapa bagian tubuhnya.
"Turun atau aku paksa?" bentak Vicky.
Mendengar bentakan itu, seketika membuat Ruby merasa takut. Segera dia bangkit dan merajuk, pergi ke luar ruang kerja Vicky sambil menutup pintu dengan sedikit keras.
Sebenarnya Ruby adalah wanita yang cantik. Dan kegemarannya memakai baju seksi semakin membuatnya terlihat sangat menarik.
Tapi rasa muak dalam hati Vicky padanya adalah kepandaiannya dalam memanfaatkan situasi untuk mencapai tujuan jahatnya hingga dengan teganya dia membuat Viviane pergi dan menghilang.
Bahkan Ruby dengan santainya menggunakan nama orang tuanya untuk mempermudah tujuannya. Karena memang masalah bisnis kadang harus bersikap sedikit culas. Dan Ruby berhasil memanfaatkan semua itu.
Hal lain yang membuat Vicky masih bertahan adalah adanya Johan diantara mereka. Vicky tak ingin Ruby memanfaatkan anak kecil itu jika memaksa untuk mengakhiri hubungan ini.
"Papaa....." teriak Johan, bocah kecil yang kegirangan saat mendapati papanya yang siang ini menjemputnya.
Ekor mata Vicky sibuk mencari keberadaan Lia, gadis kecil yang kemarin dia tinggalkan di depan unit kesehatan.
"Johan senang sekali karena papa mau menjemput" ujar Johan, selama ini memang tak pernah sekalipun Vicky mau meluangkan waktunya untuk sekedar menjemput anak itu.
"Hai Lia. Bagaimana kalau om mengantarkanmu pulang sekalian?" tanya Vicky saat mendapati Lia hanya berdiri terpaku di belakang Johan.
"That's sounds great, papa. Come on Lia, kami akan mengantarkanmu pulang" kata Johan sangat bersemangat.
"Tidak perlu tuan tampan, karena Lia akan pulang bersama saya" kata seorang gadis bersepeda yang tiba-tiba berada diantara mereka.
"Siapa kamu?" tanya Vicky dengan pandangan tak suka.
"Panggil saja saya Gita, dan setiap hari saya lah yang menjemput Lia. Lagipula jarak rumah kami dari sini tidak begitu jauh. Jadi, tuan tidak perlu repot-repot" ujar Gita dengan penuh percaya diri.
"Oh, rupanya gadis ini yang bernama Gita. Ternyata laporan dari Felix kemarin benar adanya" gumam Vicky dalam hatinya.
"Baiklah kalau begitu, kalian hati-hati dijalan. Dan Lia, ini untukmu" kata Vicky sambil memberikan sejumlah uang pada Lia kecil.
"No, Thank's, tuan. Mama melarang Lia untuk menerima apapun dari orang asing. Terutama makanan dan uang, karena kata mama, kita tidak pernah tahu maksud orang itu" tolak Lia secara halus, sambil menggenggamkan kembali beberapa lembar uang berwarna merah ke tangan Vicky.
"Lia, uangnya lumayan itu. Kenapa kamu tolak?" gumam Gita di telinga Vicky.
"Nanti mama marah, kak" jawab Lia tak kalah pelan.
"Yasudah kalau begitu Lia pulang dulu, tuan. Dah Johan, sampai jumpa besok" ucap Lia sambil melambaikan tangannya.
Entah mengapa mendengar Lia memanggilnya tuan membuat hatinya terasa panas. Terasa ada kekecewaan bersemayam didalam dadanya dengan penolakan itu.
Vicky hanya bisa memandangi punggung kecil Lia yang semakin menjauh. Lia terlihat bahagia saat menumpangi sepeda itu dengan bercanda bersama Gita.
Sangat jauh dengan kehidupan mewah Johan yang setiap hari tak pernah merasakan panasnya terik matahari karena selalu berada di dalam mobil yang sejuk.
"Come on kita pulang, pa" ajak Johan yang melihat papanya masih membatu memandangi Lia yang sudah menjauh.
"Ok" kata Vicky yang segera beranjak tanpa mau menggandeng tangan Johan.
Sore ini, kembali Vicky mendengarkan cerita kehidupan Viviane dan Lia dari mulut Felix karena kemarin pertemuan mereka harus terganggu karena urusan pekerjaan.
"Jadi selama ini sebenarnya Vivi ada di kota ini, Fel?" tanya Vicky lirih, rasa bersalah semakin bersarang di dadanya. Apalagi melihat kerasnya hidup Lia kecil.
"Ya. Setelah diusir oleh orang tuanya, Vivi memutuskan untuk merantau ke Jakarta seorang diri. Dengan bantuan Vera, sahabatnya, yang merupakan saudara dari seorang wanita bernama Prita, yang mau menampung Vivi sekaligus memberikan pekerjaan padanya kala itu" jawab Felix.
"Pasti awal kehamilannya sangat menyusahkan. Seharusnya aku yang menjadi pelindungnya, Fel. Tapi aku malah menjadi pecundang dengan mematuhi perintah papa dan pergi ke luar negeri" kata Vicky menyesal.
"Lalu?" tanya Vicky yang masih betah mendengar kisah hidup wanitanya.
"Satu tahun setelah melahirkan, Prita menikah. Dan mengharuskan Vivi mencari rumah kontrakan baru" kata Felix.
"Masih dengan bantuannya, Vivi menempati sebuah rumah sederhana dan bertetangga dengan seorang wanita bernama Lisa yang mempunyai seorang anak perempuan yang bernama Gita".
"Lisa dipercaya untuk mengasuh Lia, dan wanita yang memang menyukai anak kecil itu tentu setuju karena suaminya bekerja di luar kota. Jadi, keseharian Lia dihabiskan dengan Lisa dan Gita".
"Di lingkungannya, Gita yang sempat mengalami aksi bullying semasa SD membuatnya harus berobat pada psikiater dan dia memilih untuk homeschooling. Kini, dia sedang mendalami ilmu bela diri bersama Lia di sebuah perguruan silat di kampung Betawi" kata Felix mengakhiri informasinya.
"Apa Vivi sudah menikah lagi?" sebenarnya agak takut Vicky menanyakannya, karena dia tentu akan kembali patah hati jika seandainya ternyata Lia bukanlah anaknya.
"Sejauh dari yang aku tahu dari para tetangganya, Vivi masih melajang. Dan dia sedang menyelesaikan skripsinya tahun ini" kata Felix.
Vicky tentu lega mendengarnya. Diapun semakin bangga pada Vivi yang berhasil menyelesaikan kuliahnya dengan segala beban dalam hidupnya.
"Jadi, masih ada kemungkinan jika Lia adalah anak yang dulu Vivi bawa pergi kan, Fel?" tanya Vicky penuh harap.
"Aku juga tidak mengerti, Vik. Tidak ada satu informasi pun yang mengatakan jika Vivi menggugurkan kandungannya. K
Jadi, besar kemungkinan jika Lia adalah anakmu" kata Felix.
Vicky semakin bersemangat. Ada secercah harapan dalam hatinya untuk meneruskan hidupnya setelah selama ini hidup dalam tekanan orang tuanya.
"Vi, abang sangat merindukanmu. Tunggulah sebentar lagi. Abang pastikan untuk menjemputmu dan kita akan berbahagia selamanya" humam Vicky dalam hatinya, berharap ada peluang untuknya dan Viviane.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 180 Episodes
Comments
LISA
Ternyt Lia adl putri dr Vicky
2023-03-12
1