Setelah dirinya merasa lebih rileks, Vano pun mulai beranjak dan hendak keluar dari mobil ketika ujung kakinya menyentuh sesuatu yang keras yang terletak di lantai mobil . Ia kemudian kembali mendesa lebih keras dan memungut benda tersebut yang ternyata adalah sebuah kamera profesional miliknya.
Walaupun begitu ia pun keluar dari mobil sembari mencoba mengotak-atik kamera tersebut . Ia sempat melihat ibunya berbincang dengan seorang wanita paruh baya yang menempati rumah di sebelahnya , dan Iya tak begitu menghiraukannya. yang ia pikirkan sekarang adalah keadaan kameranya Yang Malang .
Vano berprofesi sebagai fotografer, entah fotografer untuk objek diam atau bergerak. Dia sudah bekerja di berbagai tempat dan agensi , ia pernah menjadi fotografer untuk mengisi majalah alam , Ia pun pernah bekerja sebagai fotografer para model majalah . kedatangannya ke Indonesia pun selain karena desakan kedua orang tuanya dan juga Windy,Ia pun mendapat pekerjaan di sini selama beberapa bulan disini sehingga pada akhirnya ia pun setuju untuk kembali ke negara kelahirannya ini .
Namun , mengingat kamera favoritnya yang malang itu tiba-tiba rusak, mood Vano kembali jatuh ke bumi . Pria itu memakai topinya untuk menghindari sinar matahari yang agak menusuk lalu mulai mengotak-atik kameranya . Membidiknya ke sana kemari,namun selalu ada yang salah dengan kameranya itu . Hingga pada akhirnya ia pun menyerah .
Vano pun menggantungkan kamera itu di lehernya dan berjalan memasuki pagar rumah barunya . Ketika ia berjalan masuk , ia melihat beberapa orang turut memperhatikannya dari rumah sebelah rumahnya dan rumah para tetangganya memang hanya dibatasi oleh tembok rendah yang memungkinkan masing-masing penghuni melihat halaman rumah satu sama lain Iya mendengar seseorang berteriak padanya .
" Tunggu !!"
Vano berhenti melangkah lalu berbalik dan menatap beberapa orang dari rumah sebelah dan pandangannya bertemu dengan iris mata milik seorang gadis cantik yang berambut panjang hitam , bermata besar , dan memiliki wajah yang proporsional . Jika ia tidak jatuh cinta pada Windy dahulu , pastilah ia sudah jatuh cinta pada gadis itu .
" Ada apa ?" tanya Vano dengan kening berkerut .
" Apakah kau Vano Alexander ?" tanya Gadis itu pelan dan hati-hati namun Vano bisa mendengarnya .
" Bagaimana ia bisa tahu ?"tanya Vano dalam hati .
" Iya aku Vano Alexander, Apakah kita pernah bertemu di suatu tempat ?"
Setelah Vano mengucapkan kata-kata itu , orang-orang yang berkumpul bersama Gadis itu seolah-olah menyalurkan rasa simpati mereka pada si gadis dengan mengelus pundak gadis itu dan menatapnya seolah-olah ia orang aneh karena tidak mengenal gadis itu . Gadis itu pun menatapnya dengan penuh perasaan ... kecewa ?Sedih ? Tapi kenapa ?
" Kamu tidak mengenal anakku ?" tanya wanita paruh baya yang berada di samping gadis itu .
Vano mengalihkan pandangannya pada wanita itu lalu kembali menatap gadis itu . Ia menggedikkan bahunya acuh " Maaf aku tidak ingat ."
Orang-orang itu kembali diam, seolah-olah banyak hal yang ingin mereka katakan , namun Mereka mencoba menahannya atau mereka terlalu sulit menemukan kata-kata yang tepat dapat menggambarkan perasaan mereka .
" Jika tidak ada yang mau kalian tanya , aku akan masuk ke dalam ." ujar Vano tidak sabar , tanpa menunggu jawaban dari mereka . Pria itu kembali berbalik dan melanjutkan langkahnya ke dalam rumah . Belum sampai 3 langkah, gadis itu sudah kembali memanggilnya . Kali ini , gadis itu menjerit, seperti orang yang sedang frustasi .
" Tunggu !!"
Vano menghela napas berat lalu kembali berbalik," Ada apa lagi ?Aku tidak punya banyak waktu .
"Kamu benar-benar tidak mengingatku ?"tanya nya lagi
Vano mengernyitkan keningnya mendengar pertanyaan sungguh-sungguh dari gadis itu. Iya memutar bola matanya mencoba mencari apa saja yang ada dalam ingatannya . Mungkin dalam ingatan masa lalunya , namun hasilnya tetap nihil . Jadi setelah berpikir beberapa lama ia kembali menggeleng ."Aku benar-benar tidak tahu siapa kamu, aku tidak ingat pernah bertemu denganmu sebelumnya ."
Gadis itu kembali terdiam , karena tidak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh gadis itu dan Iya tidak mau tahu . Ia hanya melihat wanita paruh baya yang berada di sebelah gadis itu seperti mengatakan sesuatu, tapi gadis itu tak mengatakan apa-apa lagi .
" Ada lagi yang ingin kalian katakan? Kalau tidak aku permisi .."ujar Vano sambil kembali berbalik dan melanjutkan langkahnya dengan sedikit jengkel karena waktu istirahatnya di dalam rumah jadi terganggu.
"Hei!! Kau benar-benar tidak mengingatku ?! Apa yang salah denganmu ?! Vano Alexander !!"jerit gadis itu lagi . Kali ini lebih memekakkan telinga. Namun Vano tidak kembali berbalik seperti sebelumnya, Iya malah bersikap acuh dan terus masuk ke dalam rumah sambil sedikit mengorek mengorek telinganya yang terasa sakit di tengah jetlag nya yang belum sepenuhnya pulih .
Kenapa hari pertama di kota kelahirannya ia harus mengalami hal seperti ini ?...
Kiara masih terpaku di tempatnya, ia menatap pintu rumah keluarga Alexander dengan pandangan putus asa . Bagaimana ini ? Apa yang harus ia lakukan ? Apakah itu adalah Vano Alexander yang lain ?Bukan Vano Alexander yang dia kenal? Tapi Memangnya ada berapa Vano Alexander di bumi ini?
" Sudahlah Kiara ... Nggak usah dipikirin gitu ." hibur ibunya sambil mengelus-ngelus punggung ya.
" Kiara ..." sendiri Marsha di samping kanannya. " dia tidak akan keluar lagi , jadi lebih baik kita masuk ke dalam yuk."
Kiara hanya menggangguk kecil lalu kemudian menyambut uluran tangan Marsha yang menuntunnya untuk masuk ke dalam rumahnya .
Marsha terlihat khawatir sementara Daren terlihat kesal. Mungkin ia kesal karena perlakuan pria tadi yang menurutnya kurang sopan . Beberapa kali , Daren mengumpat , terlebih melihat ekspresi Kiara yang terluka .
"Cha, kita ke kamar aja ya." ujar Kiara yang akhirnya akan bicara .
" Baiklah ayo." aja Marsha yang membantu Kiara berjalan
Sesampainya Kiara, Marsha dan juga Daren duduk di lantai dua. Kiara segera duduk di atas kasurnya sambil seolah-olah tidak mau memperlihatkan perasaan terlukanya pada semua orang. Namun Marsha dan Daren terlalu lama mengenal Kiara,tentu saja mereka bisa mengetahuinya.
"Kiara, sebenarnya Vano yang tadi itu... Apakah Vano yang ada di dalam album fotomu itu?" Tanya Marsha dengan penuh hati-hati.
Kiara mengangguk. "hmm..."
"Boleh aku melihatnya" pinta Daren yang sedari tadi memilih diam
"Tentu saja, "Kiara melangkahkan kakinya ke meja belajar dan mengambil sebuah buku yang cukup tebal di sana.
Setelah itu, Iya kembali duduk di kasurnya dan memberikan album fotonya pada Daren karena ia tidak mau ikut melihatnya, cukup menyakitkan .
...****************...
Jangan lupa Like dan komennya ya guys, kalau bisa sih di vote ya kan tapi aku gak maksa kok. Gak vote juga gak apa - apa, yang penting kalian udah mau dukung karya yeoja.
Terimah kasih💜
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments