Susah banget ngurusin cewek seperti Alana. Mana lagi ribet, mau bawa inilah, bawa itulah ke mana-mana. Aku saja yang jadi cowok dia, kelabakan kalau pas dia datang ke sekolah. Yang mau di pijit lah, mau di kipas lah, mau di perhatikan super perhatian lah, dan lain sebagainya.
Aku kecewa sama dia, tapi peristiwa malam itu cukup berkesan. "Kamu licik, aku tidak akan memaafkan kamu sampai kapan pun!" Alana mengumpat aku. Memang bagus ya bilang seperti itu, tapi awas balasan aku nanti ke kamu, aku bisa berbuat apa saja semau aku ke kamu. Aku tidak akan biarkan kamu lolos dari genggaman aku. Alana. Oh iya, aku lupa. Pertama kali aku tidur bareng Alana, aku terkesan pada kedua *********** yang putih dan berisi. Alana adalah perempuan tercantik yang aku kenal. Aku tidak akan melupakan dia waktu itu. Alana adalah kekasih aku.
Saat dia pergi ke kamar mandi, aku bawa rokok saja sambil duduk. Arya melihat aku tidak nyaman.
"Gimana Adera, kalau Alana pas hamil di luar nikah, apa tidak kita yang jadi sasaran polisi nantinya?" Arya berkata ketakutan di depan aku.
"Tidak usah pikir sejauh itu Arya, kita pakai tenaga kita bareng-bareng, kota pakai otak kita. Alana tidak akan berbuat macam-macam kok, dia alim lihat saja. Alana sangat sayang sama aku, dia mencintai aku sepenuhnya, percaya sama aku.
"Kalau ada sesuatu nanti pad akhirnya, kita habisi Alana. Begitu lebih mudah." Arya ketakutan memandang aku saat itu. Aku memang tidak akan segan-segan membunuh seseorang yang jahat sama aku, sama teman-teman aku juga.
"Tapi, kamu tidak niat mempermainkan Alana bukan..?" Arya menambah.
"Tidak, aku serius sama Alana. Tapi aku kecewa, kenapa Alana mau di tiduri laki-laki seperti kamu dan yang lain. Yang lain ikut merasakan tubuh Alana semuanya malam ini. Terus, aku yang tanggung jawab, begitu maksud kamu?"
"Tidak tahu, aku bingung." Arya jawab.
"Biar Alana saja yang pilih siapa bapaknya." kataku tegas. Aku pergi meninggalkan Arya dan balik menemui Ana yang masih mandi di dalam kamar mandi.
Di mobil Alana banyak bicara sama aku, tentang kecelakaan itu dan yang lainnya. Aku mau sih di perlakukan seperti itu oleh Alana tapi jangan harap aku mau jadi bapak buat anak itu nantinya kalau sewaktu-waktu Alana hamil.
"Adera, kalau bapak ibuku tahu bagaimana..?" Alana berkata padaku, buat aku takut.
"Jangan sampai mereka tahu, awas kamu kalau pas ketahuan. Bisa apes aku nanti. Aku tidak mau keluarga kamu atau pun keluarga aku tahu." ucapku terbata. Aku juga kasihan melihat Alana yang sudah aku perkosa, aku tidak tega.
"Aku bukan cewek murahan Adera, aku masih punya harga diri." kata Alana lanjut.
"Aku juga, kamu pikir, aku akan melakukannya kalau kamu tidak pura-pura pingsan waktu itu!? Kamu penyebab semuanya Alana. Aku tertipu oleh kecantikan kamu, itu saja." aku berkata apa adanya. Mobil terus berjalan. Aku sempat berpikir, uang yang aku kasih ke Alana cukup apa tidak, soalnya sedikit amat jumlahnya. Apalagi tiga teman aku itu sama sekali tidak ngasih apa-apa sama aku. Mereka cuma kasih aku lima puluh ribu, itu pun ada yang ngutang. Dimas yang ngutang, katanya tidak bawa uang.
Aku tetap menyetir sambil sesekali berpikir. "Alana, uang itu cukup buat kamu nanti, buat periksa juga. Takutnya ****** kamu terkena penyakit atau apa. Kamu bisa periksa pakai uang itu, kalau kamu mau. Aku tidak mau kamu jatuh sakit lalu kamu drop." kataku ngarang. Aku tahu Alana orangnya sedikit labil, dia biasa berkumpul sama teman laki-laki khususnya aku dan Dimas.
"Bagaimana rasanya tadi, enak enggak..?" Aku tanya, Alana tersenyum.
"Malu ah." katanya sambil malu di depan aku. "Kalau boleh tanya, mana enak punya aku sama punya Arya?" tanyaku ingin tahu.
"Kalau tanya yang itu, aku lebih suka permainan kamu. Kamu laki-laki paling ampuh diantara mereka." kata Alana padaku. "Aku tidak percaya." kataku sambil berbelok arah. Aku terus mengemudikan mobil sedan putih Pajero aku. Tiba-tiba ada kucing yang lewat di depan mobil aku, kucing putih dengan langkah cepat. Aku tersenyum melihat pemandangan itu.
"Kalau sama Dimas bagaimana..?" tanyaku lanjut tentang permainan itu tadi.
"Dimas tidak begitu kerasa, malah lebih kerasa Alfi. Alfi pintar di suruh bermain. Aku rasakan dia mengecup leherku dengan mesra, aksinya tidak seperti kamu yang suka cium bibir aku. Dia cukup romantis meski masih terbilang muda. Alfi lumayan menurut aku." Alana berkata jujur di depan aku. Aku jadi curiga, jangan-jangan Alana tadi cuma pura-pura pingsan atau di cuma mengada-ada saja di depan aku. Tapi ucapan Alana tadi masuk akal, aku sempat melihat Alfi yang mengecup leher Alana dengan lembut.
Ada yang aneh dengan Alana, kenapa dia harus pura-pura pingsan di depan aku dan teman-teman aku, padahal aku berharap dia sadar. Kenapa Alana harus bertingkah seperti itu, bukan malah bangun dan berusaha untuk sadar. Mungkin Alana punya alasan tersendiri.
"Omong omong kenapa tadi kamu pingsan di depan aku dan kawan-kawan, kenapa,..?" aku bertanya lagi ke Alana karena aku ingin kejelasan dari dia, kami masih duduk berdua di dalam mobil sedan putih Pajero. "Maaf, aku tidak bisa jawab. Itu pengaruh obat-obatan yang kamu taruh di gelas minuman aku, bukan begitu Adera. Kamu tidak harus bohong padaku. Kamu yang mainkan itu semuanya di depan anak-anak. Kamu duluan kan yang berani buka baju, kancing dan rok aku waktu di hotel..?"
"Tapi aku pergi setelah itu, aku biarkan kamu di kasur. Kamu ingat kan betapa aku membebaskan kamu untuk kembali memasang baju kamu kembali." aku beralasan di depan Alana, meski hal itu tidak sebenarnya.
"Cukup, cukup sudah kamu berbohong padaku, kamu memang kurang ajar Adera. Berani-beraninya kamu bersembunyi tangan di depan aku dan teman-teman kamu. Kamu tolol Adera, kamu tolol! Harusnya kamu tidak membiarkan aku seperti itu. Hampir saja Arya yang melakukannya pertama kali, dan aku tidak Sudi, aku rela kamu saja yang melakukannya di depan aku."
"Tetapi kenapa kamu mau tidur bareng Arya, Dimas, dan Alfi di depan aku. Apa kamu tidak tahu atau pura-pura tidak mengerti kalau aku juga merasakan kesakitan yang sama. Aku sakit Alana, aku sakit melihat kamu yang di tiduri oleh teman-teman aku waktu itu!" aku menangis di depan Alana. Bangsat memang anak-anak!
"Tapi kenapa kamu diam saja, sewaktu mereka melangkah naik ke atas ranjang untuk mendekati aku, kenapa kamu diam saja di depan mereka, kenapa kamu tidak pukul mereka atau menghajar mereka waktu itu, kenapa kamu malah diam Adera, kenapa, kenapa kamu biarkan aku di rusak oleh mereka, kenapa, Adera, kenapa..!!??" Alana menjerit padaku di dalam mobil.
"Rumah kamu hampir sampai, aku peringatkan sekali lagi, jangan sampai orang tua kamu tahu peristiwa tadi, ingat itu." ucapku ke Alana.
"Moga saja." jawab Alana enteng.
Aku melihat Alana dari balik kaca mobil sedan aku, aku pergi dari Alana, sambil membunyikan klakson. Tin tin. Alana tersenyum dan melambaikan tangannya padaku. Nahas memang nasib aku. Aku harus berbalik dan menghadap ketiga teman-teman aku yang bego itu. Mereka telah merasakan manisnya tubuh Alana kekasih aku. Aku harus tahu, nanti bagaimana rasa tubuh pacar mereka nantinya.
Aku memasukkan mobil ke lokasi hotel sekitar pukul sebelas malam, masih banyak waktu aku untuk bermalam di hotel. Aku ingat Alana, kenapa dia harus pergi dari kami berempat, padahal pestanya masih belum usai. Kasihan Alana, dia pulang kelaparan. Aku ambil setumpuk makanan yang aku beli tadi sewaktu Alana pingsan. Aku pikir Alana ikhlas dan mau menghabiskan malam itu bersama kami berempat, ternyata tidak. Aku tidak dapat berbuat apa-apa selain mengantarkan Alana pulang. Perempuan yang malang.
Aku berjalan melangkah naik ke atas lantai hotel tingkat dua, sambil membawa belanjaan malam itu. Tiga orang teman aku sudah menunggu dari tadi, aku tahu mereka dalam kondisi kelaparan. Aku meletakkan belanjaan itu di atas meja, pintu kamar terbuka. "Kemana Alana, dia pulang..?" Arya bertanya padaku. Aku melihat dia sekilas lalu menjawab, "Iya, Alana pulang, tadi habis aku antar dia ke rumahnya. Kasihan dia, dia masih belum mandi. Baunya amis." kataku ke Arya.
"Hehehe, kenapa kamu tidak suruh Alana mandi tadi," kata Arya padaku lalu di susul oleh Dimas,
"tapi bukannya Alana tadi sudah dari kamat mandi..?"
"Iya, sudah tapi dia tidak mandi. Sudahlah tidak usah bahas Alana lagi, dia sudah pergi. Sekarang aku butuh wanita lagi sepertinya." kataku berharap ada pengganti Alana malam ini. Tubuh aku masih terasa tegang dan ingin meluncur kembali seperti tadi bersama perempuan bayaran.
"Cukup sekali saja, tidak perlu banyak ngeluarin kayak gituan. Capai nanti. Baiknya kita makan saja apa yang ada di dalam kresek itu, iya nggak!" tanya Dimas ke Arya dan Alfi.
"Yoi, aku lapar banget nih. Boleh aku ambil Adera..?" Alfi minta ijin padaku untuk membuka belanjaan itu.
"Silahkan dengan senang hati. Sisakan satu buat Alana." kataku dalam, tanpa terasa air mataku berlinang. Aku juga lupa kalau Alana masih ada, dia masih bisa aku hubungi di telepon. Aku langsung ambil handphone aku lalu aku hubungi Alana. Siapa tahu dia mau balik lagi sambil aku jemput.
"Halo Alana, kamu di mana sekarang. Bisa kamu datang ke sini, sekarang..!?" ucapku ke Alana.
"Halo, ini ibunya Alana. Alana sudah tidur, mungkin ada pesan yang ingin di sampaikan..?"
"Tidak Ibu, terimakasih." Tut. Telepon aku langsung tutup. Aku berpikir lain sekarang, Tuhan tidak mau aku bisa bertemu dengan Alana malam ini, mungkin lain waktu. Aku perhatikan tiga orang teman aku mulai makan makanan belanjaan itu yang terdiri dari wafer, kacang oven, mari Roma, crispy, dua botol sprite, roti susu dan kedelai, mie goreng instan dan rokok Surya kretek. Semuanya aku yang beli, mereka tinggal nikmatin saja.
"Pelan-pelan makannya jangan sampai habis, waktu kita masih panjang. Aku mau makan di luar dulu, aku mau beli bakso di luar. Kalau ada yang mau boleh ikut aku tapi bayar sendiri." kataku berpesan kepada mereka.
"Aku ikut!" Arya usul. Aku tunggu dia sambil lalu merokok. Aku berjalan bareng Arya sekarang. Berjalan keluar pintu hotel utama, pergi keluar sambil menghirup udara segar.
"Kenapa kamu ikut aku, tidak merasa capai jalan keluar kayak begini?" tanyaku ke Arya mengada ada.
"Tidak." Jawabnya sambil terus berjalan mengikuti langkah aku terus berjalan ke depan sambil mengikuti jalan yang panjang malam itu. Aku tetap mengunci mulut aku tanpa berbicara apapun tentang Alana yang tadi terjadi di kamar hotel. Aku tidak jadi ke warung bakso karena warung baksonya tidak ada, aku memutuskan untuk mampir di kafe. Nama kafe itu kafe malam. Kafe yang berada di tempat yang strategis dan nyaman, di temani oleh lampu-lampu malam kafe malam itu. Aku dan Arya memilih tempat duduk bersamaan.
"Kamu pesan apa?" kata Arya padaku. Aku melihat Arya sebentar meski aku dengan Arya tidak begitu akur sebelumnya. Dulu aku dan arya rebutan perempuan. Perempuan itu bernama Laila, Arya lebih mengutamakan cinta ketimbang nafsu, Laila juga lebih memilih Arya ketimbang aku, jadinya aku serba salah. Aku yang lalu memilih Alana untuk jadi pacar aku yang buat Arya jadi bosan sama Laila tapi sampai sekarang hubungannya tidak aku ketahui.
"Eh, bagaimana kabar hubungan kamu dengan Laila..?" tanyaku ke Arya setelah peristiwa tadi, kami pun bersantai kecuali dua orang teman kami yang masih tinggal di hotel.
"Alhamdulilah baik. Hubungan baik-baik saja sama Alana, oh sorry Laila maksudnya."
"Jangan keliru lagi." ucapku kasih nasehat ke Arya. Sepertinya wajah Alana masih bergentayangan di dalam bayangan kedua mata Arya Saloka. Dia adalah teman baik aku mestinya. "Baru sekarang kamu ingat Tuhan, tadinya tidak." Celetuk aku di depan Arya.
"Maksud kamu, perbuatan yang tadi, itu dosa. Begitu maksud kamu. Hah, sudahlah tidak perlu sok suci di depan aku, buktinya tadi kamu masih pengin nambah lagi, kan?"
Aku tertawa. Arya memang tahu siapa aku sebenarnya.
"Kamu bilang saja, kalau kamu mau. Kita cari tempat ilegal di sini, siapa tahu ada..?" Arya menggertak aku tapi aku sudah tidak nafsu lagi. Pesanan datang, aku tidak terlalu lapar, aku malah pengin makanan cemilan yang aku beli tadi.
"Aku tahu kamu sedang ingin apa, bentar lagi kita cari tempat yang nyaman untuk kita, kita harus beruntung malam ini." kata Arya padaku sambil makan.
"Terserah kamu sajalah, yang penting halal."
"Yoi. Hahaha." Hari begini ngomong halal, ketinggalan jaman. Aku dan Arya masih ngopi dulu sebelum berangkat mencari pekerjaan malam.
"Kamu yakin mau nyariin aku perempuan malam ini?"
"Ya aku yakin. Dan aku harus berhasil." kata Arya padaku. Entahlah, perempuan mana lagi yang mau di perlihatkan Arya kepadaku. Aku kehabisan mikir.
"Yuk cabut!" kataku ke Arya.
Aku dan Arya pergi dari kafe itu setelah bayar, uang aku tinggal sedikit sekarang. Aku masih mau pinjam ke Arya kalau dia punya uang simpanan di dompetnya.
"Mau cari ke mana kita, di sini kayaknya tidak ada perempuan liar seperti yang kamu harapkan. Mending kita balik saja ke hotel. Kita buat drama seperti itu lagi nanti tapi perempuannya aku mau Laila, pacar kamu." kataku memperjelas. Arya menoleh aku seperti keberatan.
"Kenapa, kamu keberatan?"
"Sedikit, tapi bagaimana caranya?"
"Sudah, serahkan semuanya padaku yang penting kamu ajak Laila jalan, kita bertemu di pinggir jalan, aku tunggu di mobil. Kita bekap Laila di mobil, bagaimana oke bukan!?" ucapku bangga ke Arya. Laki-laki itu berpikir sebentar, aku tahu kalau dia masih cemas dengan rencana yang akan kami lakukan selanjutnya.
"Yuk!" aku balik mengajak Arya untuk balik ke hotel. Aku melihat Dimas tertidur kecapaian, Alfi masih menonton televisi. Dia kaget melihat aku datang. "Eh sudah datang rupanya. Lama amat, Dimas sampai ketiduran." kata Alfi padaku.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
ɪɴɪᴀғғᴀ 𝙰𝙳𝚂
hai
2023-02-10
0