Chapter 3

AlANA POV 🐾

Aku sama sekali tidak mengerti kenapa Adera berlaku tidak adil padaku seperti itu. Adera seperti orang bodoh dan tolol, tidak mau bersikap jentel seperti Arya tadi yang hampir saja memukul Dimas karena rebutan posisi.

Adera menggertak setir mobilnya, aku sedikit kaget. Aku diam dan menunduk, semua adalah salah aku, salah aku, bukan Adera. Aku tahu Adera tidak sebodoh itu, aku tahu Tuhan itu adil pada hambanya yang di rusak dan di aniaya. Aku tidak tahu bagaimana cara aku nanti menghadap Tuhan.

Sekarang aku sedang di rumah istirahat, tiduran di kasur, capai tahu enggak, tadi di genjot sama empat orang sekaligus. Besok, aku tidak mungkin masuk sekolah. Aku capai. Aku ijin langsung ke Ibu guru. Besok seharian aku full di rumah. Setelah satu hari kemudian aku masuk seperti biasa, seperti tidak ada masalah apa-apa diantara aku dan mereka berempat.

Skip - sekolah

"Alana!" Adera memanggil aku saat aku berjalan ingin masuk ke kelas.

"Ke kantin yuk!" ajak Adera padaku, aku mau. Aku sedikit berat langkah karena aku habis di pake sama mereka. Di situ sudah ada Arya, Dimas dan Alfi, musuh bebuyutan aku tapi aku berteman sama mereka. Sebelum duduk aku bilang ke mereka,

"gara-gara kalian aku jadi tepar begini." kataku kesal. Aku merasa capai banget dan serasa seperti tidak punya tenaga untuk bangun, kepala pening, mata berat seperti habis minum.

"Kalian kok enggak sih..?" tanyaku ke mereka. Arya melihat ke arah Adera.

"Alana, kami ini cowok bukan cewek kayak kamu. Jadi pantas saja kalau kami lebih sehat di banding kamu. Iya kan bro!" kata Dimas.

"Jadi kalian melecehkan aku, begitu ya?"

"Enggak lah Alana, maksud Dimas itu kamu itu banyak olahraga bareng kami aja, gampang dan mudah, sehat kok, iya kan..! Hahaha." Dasar Alfi, bisanya suka bilang mesum.

Adera masih memijit aku dari belakang tapi dia tidak ngomong. "Dih setia banget sama pasangan." kata Arya ke Adera. "Ya iyalah, masak di tinggal begitu saja, kan kasihan. Lain kali aku tidak mau ngajak main bareng kalian, biar aku saja yang ngerasain rasanya bareng Alana, betul enggak Alana?"

"Betul-betul, kalian tuh Mah kayak semut aja, nempel gitu kalau ada gula di depan mata. Moga aja aku nggak ketemu kalian seumur hidup aku!" kata aku menyumpahi diri. Tapi bagaimana tidak, kalau Adera tetap saja berteman sama mereka. Seseorang lewat dan itu adalah Laila pacar Arya. Laki-laki itu langsung pergi ke Laila dan langsung mengobrol di depan perempuan itu. Aku sama yang lain sambil memperhatikan dari jauh.

"Udah ah, cukup, udah nggak capai lagi." kataku ke Adera. Kita ke kelas yuk!" ajak aku ke Adera.

"Ngapain, enakan di sini sayang!" kata Adera padaku. Aku masih lihat pemandangan sekitar.

"Kalau ingat di hotel, aku suka banget di situ, tapi aku tidak sadar." Celetuk aku ke Adera.

"Sudahlah tidak usah bicara kan yang itu, nanti kamu ikut aku jalan barengan teman-teman." kata Arya memberitahu. "Lagi, bareng mereka lagi?" aku jawab kesal.

"Bareng siapa lagi sayang, bensinnya mereka yang bayarin, untuk kamu aku ajak, kalau enggak kan bisa rugi mereka!" Iya juga kalau di pikir,

"tapi kan aku cewek, aku kan bisa menghibur mereka, kamu juga." Kilahku lalu ke Adera.

"Iya aku ngerti, tapi kan butuh duit juga buat jalan, tidak segampang itu. Aku udah di pesan sama Arya untuk tidak ngajak kamu lagi. Percaya enggak?" kata Adera padaku.

Aku kaget sebentar. Kok bisa Arya segitu bencinya sama aku sampai tidak mau ngajak jalan aku. Aku jadi tahu siapa yang paling benci diantara mereka. Awas kamu Arya, kapan-kapan aku tampar kamu di depan teman-teman.

"Enggak!" Aku langsung mengelak. Enak saja, aku mau di singkirkan begitu saja.

"Percaya nggak percaya itu buktinya, untung masih ada aku yang mau belain kamu." kata Arya mencoba melindungi aku.

"Iya, aku ngerti, tapi kan nggak harus gitu. Ya udah, aku akan bayar uang bensin berapa pun itu. Biar Arya tahu kalau aku juga bisa bayar uang bensin." ucapku ke Adera, mencoba untuk membela diri aku.

"Tidak perlu, kamu pacar aku, cewek aku, kamu tidak perlu usaha apa-apa, cukup buat aku tenang saja, itu sudah cukup buat aku. Kamu ada sekarang itu suatu keberuntungan buat aku, lagian mereka kan pakai mobil aku juga, jadi aku masih bisa berkuasa di depan mereka." jelas Adera padaku.

"Terus aku, jadi apa di situ?" aku tanya posisi aku.

"Jadi perempuan penghibur aku aja dan teman-teman. Gimana kalau mereka ngajak gituan lagi sama kamu, kamu mau nggak..?" aku langsung kuatir dan takut setelah mendengar pernyataan itu. Pernyataan yang keluar dari mulut Adera sendiri.

"Kok bisa begitu, sih. Emang mereka Mandang aku apaan, wanita penghibur atau mereka buta kalau aku ini pacar kamu, atau jangan-jangan kamu ingin mempermainkan aku di depan mereka ya, najis kamu Adera! Ih, ih, ih..!!" aku memukuli pundak Adera beberapa kali karena kesal dan sayang ke dia. Aku sayang banget sama Adera, kenapa tidak, kalau Adera sebegitu sayangnya sama aku. Rada itu muncul dengan sendirinya pada orang yang kita sayang, termasuk Adera pacar aku.

"Eh, aku cabut dulu ya, Laila ngajak aku ketemuan." Arya pamit pergi ke Adera dan yang lain. "Ada mapel bahasa Inggris bro!" kata Alfi memberitahu Arya. Dia berdiri menunggu di depan kami, aku, Adera, Alfi dan Dimas.

"Udah, kamu aja yang ngerjain, aku nyontek aja nanti." kata Arya sambil berlalu. Emang nggak pada serius sekolah tuh anak, mereka sukanya pacaran. Perasaan perut aku enggak enak, seakan mau muntah. Tapi aku redam rasa itu, aku malu pada Adera dan yang lain.

"Yuk, kita ke kelas, udah masuk tuh!" kata Dimas ke kita. Aku, Adera dan Alfi langsung bangun dati tempat duduk di kantin. Adera menaruh uang minuman di meja. Kami menghambur melangkah masuk ke kelas kami. Usai pelajaran, aku kehilangan Adera. "Kemana tuh anak, kok tidak kelihatan?" aku lalu tanya Alfi. "Alfi, Adera mana..?"

"Keluar kayaknya tadi pakai mobil. Kamu nggak di ajak..?"

"Nggak, kemana ya?"

"Nggak tahu!" Alfi jawab. Aku beneran tidak tahu ke mana perginya Adera, aku langsung pencet hp.

"Halo Adera, kamu di mana, kenapa kamu tidak bilang ke aku ke mana perginya..?"

"Ada urusan kecil, kamu di situ dulu. Nanti kalau udah pulang dari sekolah kita jalan bareng, bareng teman-teman." kata Adera menjawab di telepon.

"Kamu sama siapa di situ, sama Alfi..?" Adera lanjut bicara.

"Nggak, aku sendiri." jawabku ke Adera.

"Udah dulu ya, aku lagi nyetir nih!"

"Cepat balik, anak-anak lagi ngumpul di kantin." ucapku lagi. Aku menutup ponsel aku dan menghembuskan napas lesu. Adera memang suka jalan keluar, ngabisin bensin pula. Aku jadi kesepian sendiri tidak ada adera di dekat aku, adanya Alfi dan Dimas. Mereka memang tidak suka pacaran, sukanya temenan. Peristiwa kemarin adalah pengalaman pertama buat mereka.

"Eh, Kak Adera mana..?" Seorang perempuan datang. Dia adalah Ratih, adik dari Adera.

"Keluar barusan." Alfi jawab. Perempuan itu lalu telepon Kakaknya.

"Cepat balik kak, aku butuh uang buat jajan. Jangan di habisin uang jajan aku!" kata Ratih ke Adera di telepon. Aku lalu coba memanggil Ratih. "Ratih, ke sini deh."

"Ada apa..?" Ratih jawab.

"Kamu tahu kakaknya jalan ke mana..?" tanyaku lanjut ke Ratih, perempuan paling cantik sekelas sepuluh. Adera juga laki-laki paling tampan di kelas kami, kelas sebelas.

"Nggak tahu, biasanya Kak Adera jalannya ke kota, beli sesuatu, atau belanja di supermarket. Beli jajanan, biasanya kan buat kalian, temannya kakak." jelas Ratih ke aku.

"Kenapa..?" Ratih balik nanya ke aku.

"Enggak, takutnya Adera kenapa-kenapa di jalan. Dia tidak mengkonsumsi obat-obatan, kan..?" tanyaku mengada-ada. Takutnya Adera pakai obat atau semacam pil ekstasi.

"Nggak tahu lah, tanya sendiri sama orangnya! Dah..!" Ratih langsung pergi ke temannya.

"Eh dari mana aja kamu..?" Itu adalah suara Yumna, teman baiknya Ratih.

"Dari Kak Alana, aku nyariin Kak Adera." jelas Ratih ke Yumna.

"Ada kak Adera..?" Yumna balik tanya ke Ratih. "Nggak ada, di pergi keluar." jawab Ratih ke Yumna.

"Yah, nggak jadi traktirannya dong! Kesal amat." kata Yuma ke Ratih. Aku tersenyum melihat mereka dan satu temannya lagi bernama Yusi.

"Nanti Kakak juga datang kok, tenang aja, kalau kak Adera pas belanja, aku akan minta makanannya buat kalian, tenang saja. Semuanya pasti berhasil." kata Ratih ke dua temannya itu, Yumna dan Yusi. Tiba-tiba perempuan itu lari dari seseorang yang tak lain adalah Arya, perempuan itu adalah Laila. Kenapa juga mereka.

"Laila, tunggu dulu bentar, aku belum selesai bicara! Masalah itu bukan aku yang ngelakuin, teman-teman aku. Aku cuma diam saja di hotel!" Arya bicara sambil mengejar Laila untuk ngejelasin perkara itu ke Laila.

Perempuan itu berhenti lalu menampar pipi Arya. Plak! Duh, kasihan si Arya kena tampar. Aku jadi ingat ketika pertama kali aku menampar pipi Adera pas pertama kali kenalan.

"Kenalin, nama aku Adera. Kamu cewek cantik yang pernah aku lihat." kata Adera padaku. Seketika aku langsung tampar dia, plak! Rasakan tamparan itu. Alasannya kenapa kau menampar Adera, buat kasih dia pelajaran akibat dari perbuatannya itu. Udah gampang rayu dan kenalan sama cewek nakal seperti aku. Tapi setelah peristiwa itu, aku langsung minta maaf ke Adera.

"Maafin aku ya Adera, aku telah nampar kamu waktu itu. Maafin aku yah!" kataku ke Adera. Aku benar-benar minta maaf ke dia. Dia langsung peluk aku. Ya tuhan.

"Udahlah tidak usah begitu, aku maafin kok kesalahan kamu." kata Adera sambil coba peluk aku.

"Tapi lepasin dulu pelukannya, baru kenal saja, sudah berani peluk aku kayak gitu, gimana nanti kalau udah kenal beneran!" kataku ke Adera. Dan ternyata omongan aku itu benar, aku telah di perkosa oleh Adera di hotel. Itu adalah peristiwa paling fenomenal yang tidak mungkin bisa aku lupa. Peristiwa selanjutnya adalah,

Tin tin! Dih, Adera datang. Aku langsung pergi menghambur ke dia. Dih akhirnya Adera datang juga, Ratih tidak kelihatan merapat ke Adera.

"Dari mana saja sayang..?" aku mencoba merayu Adera.

"Biasa, belanja." ucap Adera sambil buka kaca mobil. Dia lalu turun dari mobil, pengen banget peluk dia saat baru datang dari luar, tapi aku tidak berani. Aku masih perhatikan geliat tubuhnya pas dia keluar dari mobil. Adera ganteng banget orangnya.

"Hai beb, kok berdiri di situ sih, kan panas." kata Adera mesra padaku. "Di situ panas loh!" kata Adera mesra padaku.

"Ambil tangan aku dong!" Aku menyuruh Adera buta narik tangan aku, biar tidak kepanasan. Aku mau sekali di rayu dan di belai sama Adera meski di depan anak-anak sekolah. Adera langsung mengambil tangan aku dan menggandeng aku ke kantin sekolah. Sambil jalan aku mengobrol dengan Adera.

"Dari mana saja, habis belanja..?" tanyaku ke dia. Aku melihat wajah dia dulu sebelum dia menjawab takutnya tidak suka.

"Iya." jawabnya simpel. "Tadi kamu di cariin sama Ratih adik kamu."

"Iya, ke Ratih yuk!" Adera lanjut.

"Katanya mau ke kantin..?"

"Ke Ratih dulu." katanya lanjut sambil berjalan. Jadi bingung. Aku harus ikuti langkah Adera sekarang sambil gandengan tangan. Di kelas Ratih aku sudah lihat Ratih sedang mengobrol bareng temannya.

"Eh Kakak, udah datang, mana belanjaannya, bagi dong. Katanya habis belanja?"

"Ada di mobil. Nih kuncinya kamu ambil tapi jangan di ambil semua!" kata Adera ke Ratih. Aku tersenyum saja, ternyata belanjaan itu bukan di tujukan ke saya.

"Makasih ya kak! Yuk!" kata Ratih ke temannya. Aku sedikit cemburu melihat keceriaan Ratih, tapi mau apalagi, aku sudah punya Adera di dekat aku.

"Yuk, ke kantin." ajak Adera padaku.

"Oke." kataku sedikit terpaksa, sebenarnya aku sudah bosan balik lagi ke kantin. Setelah sampai, Adera memilih tempat duduk bareng aku. "Kamu beli lah apa saja yang kamu mau, aku yang belikan." kata Adera padaku. "Beneran nih, baik amat, nanti uangnya habis loh! Tadi kan udah belanja, aku minta belanjaannya saja yang di mobil." kataku sok baik di depan Adera.

"Itu buat Ratih, kamu beli yang di kantin saja, lebih murah." kata Adera ke aku.

"Jadi aku beda nih belanjaannya, aku sekelas kantin berarti." kataku kesal. Tangan aku sambil mengambil cemilan yang di gantung di atas.

"Sudah ambil saja sebelum aku berubah pikiran." kata Adera padaku kasih tahu.

"Anak-anak pada ke mana ya?" aku mencari Alfi dan Dimas.

"Kemana mereka?" Adera tanya juga.

"Gak tahu, tadi sempat ngumpul bareng sama aku di sini, sekarang sudah pada menghilang semuanya. Gimana nanti pas mau jalan bareng sehabis Dzuhur..?" kataku ke Adera sambil pegang cemilan. Cemilan murahan.

"Kita cari saja nanti anak-anak." jawab Adera sambil memperhatikan sekitar. Adera lalu menelepon Alfi, "Ada di mana Elo..?"

"Di luar sekolah bang!" jawab Alfi.

"Ngapain..?"

"Ada saja kerjaan."

"Cepat balik ke sekolah, aku udah ada di sekolah bareng Alana. Aku masih di kantin."

"Bentar lagi bang, bentar lagi." Adera menutup bunyi telepon itu. Aku bernapas lega. Jujur posisi aku sedang tidak enak sekarang.

"Sebenarnya nanti kita mau ke mana..?" tanyaku ingin memperjelas.

"Cuma jalan-jalan saja sayang, tidak ke mana-mana kok. Katanya Alfi sama Dimas mau ke rumah temannya. Kamu ngikut saja, enak kok." jelas Alfi padaku.

"Sampai malam pulangnya?" kataku bertanya.

"Tidak tahu, aku juga malas mau jalan lagi, itu semua karena Alfi dan Dimas." jawab Adera. Sehabis Dzuhur akhirnya kami bersama-sama pergi ke luar dengan tujuan pergi ke rumah teman Alfi dan Dimas. Di dalam mobil aku sempat tanya ke Dimas,

"Nama teman kamu siapa..?" tanyaku ke Dimas.

"Ciko. Kenapa tanya?" Dimas balik nanya.

"Tanya saja, ingin tahu." jawabku ke Dimas. Posisi aku duduk di kursi depan bareng Adera, Dimas dan Alfi duduk di kursi belakang. Adera terus saja menyetir, Dimas sempat mengganggu aku dari belakang. Aku menoleh kesal ke dia.

"Jangan suka ganggu cewek orang lah kalau tidak mau cari gara-gara!" kata Adera ke Dimas. Aku jadi kuatir. Kami sampai di rumah Ciko dengan di sambut baik oleh dia. Dimas berbicara serius sekali. Aku, Adera dan Alfi mendengarkan percakapan itu. Setelah itu kami pulang. Adera mengantarkan aku sampai ke rumah.

"Aku pamit dulu ya?" Adera pamit bareng Dimas dan Alfi dalam mobil.

"Iya, dah sayang." kataku ke Adera sambil melambaikan tangan. Laki-laki itu pergi juga akhirnya, aku capai ingin rebahan dulu. Malamnya aku telepon Adera.

"Halo Adera, kamu sehat?" ucapku pertama kali ke Adera.

"Ada apa sayang?" Adera jawab.

"Aku mau tanya masalah Ciko tadi. Dimas itu di ajak jualan apa sama Ciko?" aku setengah curiga. Soalnya Ciko orangnya serem.

"Tidak tahu, tadi kamu dengarnya apa sayang?"

"Bukannya jual obat-obatan..?" tanyaku serius.

"Iya, tapi jangan bilang-bilang. Itu rahasia. Kamu tidak boleh bilang ke siapa-siapa. Janji!" kata Adera mengancam. Aku jadi tidak enak.

"Lain kali jangan ajak lagi aku ke situ. Aku tidak mau. Aku tidak mau terlibat." kataku ke Adera.

"Tidak sayang, kamu harus ikut, kamu kan pacar aku. Tidak enak sama Dimas kalau aku juga tidak ikut mendukung dia." ucap Adera senang.

"Kalau kamu tidak ikut, rasanya tidak asik." lanjut Adera padaku.

"Kalau asik memang asik, apalagi Ciko orangnya baik. Tapi aku takutnya kena polisi, aku takut makan barang haram juga. Itu ilegal bukan..?"

"Pintar kamu. Iya, barang itu masih ilegal dan masih rahasia. Kamu diam saja, tidak usah banyak omong, bisa bahaya nanti." kata Adera padaku.

"Iya." Setelah itu aku tutup teleponnya. Aku masih terperangkap sekarang. Sebelum tidur, aku masih suka buka-buka buku pelajaran. Sesekali perut aku mual dan ingin muntah.

Aku pergi ke kamar mandi, lalu cuci mulut. Aku masih kuatir terjadi apa-apa padaku. Aku takut hamil, bisa payah nanti. Malam sudah mulai larut, aku harus tidur.

Di depan Adera aku tidak pernah malu. Peristiwa itu adalah pengalaman kali pertama aku bersama Adera dan kawan-kawan. Apa aku terlihat nakal, jelas iya. Aku adalah perempuan nakal yang jadi pacar Adera. Aku juga heran, kenapa Adera mau padaku padahal aku bukan perempuan baik-baik yang takut untuk mau bergaul dengan manusia bernama laki-laki.

Salam.

Sampai di sini dulu ceritanya, nanti mungkin aku sambung lagi ke part selanjutnya. Jangan lupa vote dan komen.

Up : 15-11-2021

Sulastri.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!