Setengah jam sebelum Sraya tiba di rumah sakit Natt datang setelah mengetahui dimana Nastiti dirawat. Gadis angkuh yang menjadi tunangan Maxwell itu memandang wajah Nastiti yang terbaring lemah di bankar rumah sakit.
Meskipun terlihat pucat tidak bisa di tutupi kalau Nastiti adalah seorang wanita yang cantik. Kecantikan seorang gadis jawa.
Rambut hitam panjang dengan berkulit sawo matang, matanya bulat dengan alis tebal dan bulu mata yang lentik, hidung mancung serta bibir terlihat penuh.
Meskipun tanpa obat perangsang pun dengan kecantikan seperti ini pasti Maxwell ada sedikit rasa tergoda.
Natt yang kala itu sudah terlihat marah langsung membekap Nastiti dengan bantal, membuat gadis itu sadar dan memberontak sampai Nastiti jatuh dari bankar dengan selang infus yang terlepas.
Seketika darah keluar dari bekas jarum infus, Nastiti yang sudah bisa mengendalikan diri mulai meghirup udara sebanyak yang ia bisa.
Pandangan nya menatap pada Natt yang berdiri di hadapan nya. Gadis angkuh itu berjongkok dan mencengkram dagu Nastiti dengan kuat, Natt menyeringai membuat Nastiti bergidik ngeri.
"Dengarkan aku baik baik ******, kalau mau nyawa mu selamat, aku tak peduli bayi yang ada di dalam rahim mu itu selamat atau mati. Aku tahu itu anak Maxwell, aku hanya meminta mu untuk menjauhi Maxwell. Jangan berpikir sedikitpun kalau Maxwell mau bertanggung jawab, Kau tau? Sudah banyak gadis yang bernasib sama denganmu dan tidak ada seorang pun diantara mereka yang berhasil melahirkan anaknya. Kau tau kenapa? Karena Maxwell tidak menginginkan anak dari gadis murahan seperti kalian. Kau cukup pintar tentu nya dengan perkataan ku ini!"
Mata Nastiti memanas, bukan ini yang ia inginkan. Dia juga bukan seorang ****** seperti yang sudah di tuduhkan Natt. Ia menatap gadis angkuh itu dengan mata yang memerah menahan sakit dan hati yang terluka.
"Bukan aku," ucap nastiti.
"Aku tidak menginginkan nya, aku tidak pernah merayu atau dengan sengaja mengantarkan diriku ke pangkuan lelaki bajingan itu, diaaaa. Dia yang memaksaku."
Nastiti sudah tidak dapat membendung air matanya saat mengingat kejadian dirinya dipaksa oleh Maxwell.
"Ya. Aku tau, untuk itu aku berbaik hati memperingatkan mu untuk jauh dari Maxwell. Kau tau sendiri bagaimana kejam nya Maxwell bukan?"
"Kau sama kejam nya dengan tunangan mu itu, Nona. Kalau niat mu hanya ingin memperingati ku saja, tidak seharusnya kau mencoba membekap saat aku tertidur."
"Itu karena aku sangat membenci mu. Aku marah kalau ternyata kau yang akhirnya tidur dengan Maxwell sampai kau mengandung anaknya bukan aku!" pekik Natt.
"Kasihan sekali kau, Nona. Aku yakin bahwa kamu adalah orang yang membuat lelaki bajingan itu sampai seperti itu. Namun sayang, bukan nya tidur dengan kau lelaki itu malah tidur denganku."
Nastiti tersenyum mengejek kegagalan rencana Natt. Senyum yang membuat Natt hilang kendali sehingga membenturkan kepala Nastiti ke besi bankar dengan keras.
Diakhir kesadaran Nastiti masih mendengarkan kata-kata yang di ucapkan gadis angkuh itu.
"Kau jangan sombong gadis miskin, dengarkan aku baik baik. Pergilah sejauh mungkin sampai Maxwell tidak bisa menemukan mu. Kalau sampai kau terlihat di mata ku, aku tidak akan segan untuk membuat mu menderita!" ancam Natt.
Nastiti pingsan, Natt meninggalkan nya begitu saja, ia sempat berpapasan dengan Sraya saat di lift.
KLEKKKK.
Pintu kamar terbuka Sraya menjatuhkan makanan yang ia bawa ketika melihat Nastiti tergeletak di lantai. Ia berlari untuk menggapai tubuh Nastiti.
Dengan sigap ia menekan tombol merah yang menghubungkan dengan ruang perawat. Saat terdengar suara seorang perawat menyapa ia langsung meminta bantuan.
"Astaga Nastiti apa yang terjadi dengan kamu?"
Sraya semakin panik saat melihat darah yang keluar dari lengan dan dahi Nastiti. selang beberapa menit datang beberapa suster untuk membantu dan memeriksa keadaan Nastiti.
"Bagaimana keadaan Nastiti?" tanya Sraya.
"Pasien harus ada yang menjaga, kemungkinan ia terjatuh saat hendak bangun dari bankar. Ingat keadaan nya sedang lemah, ia butuh ditemani dan saat ini kita biarkan dia istirahat satu jam lagi dokter Sarah akan mengecek lebih lanjut keadaan pasien," jelas salah satu perawat.
"Terima kasih suster, untuk saat ini biar saya yang menjaga, nanti saya akan menghubungi keluarganya."
Saat malam Nastiti siuman setelah tidak sadarkan diri selama tiga jam. Sraya membantu nya untuk menyandarkan Nastiti yang hendak duduk.
"Alhamdulillah Nas kamu udah sadar, Mba. Khawatir banget sama kamu. Sekarang apa yang kamu rasa?" tanya Sraya.
"Haus, Mba. Aku mau minum," jawab Nastiti lemah.
"Bentar aku ambilkan, sekalian kamu makan ya ini udah aku buatkan sup sama perkedel dari Caffe. Untung aja wadah nya bagus, jadi ga tumpah saat tadi ga sengaja jatuh."
Sraya menyiapkan makanan dan minuman untuk Nastiti, dengan telaten gadis itu meyuapi Nastiti sampai habis. Nastiti memeluk tubuh Sraya yang duduk disisi bankar setelah menyuapi dirinya. Ia menangis dalam pelukan Sraya.
"Jangan nangis, aku yakin kamu kuat."
"Mbaaaak Nastiti takut, Nastiti …" ucapnya lirih.
Nastiti mulai menceritakan semuanya kepada Sraya. Tidak ada bagian yang ia lewati, sampai kejadian tadi sore saat Natt melukai dan mengancam nya.
Kedua gadis itu berpelukan. Sengaja Sraya hanya mendengarkan, dan sesekali memberikan gadis itu usapan lembut di punggung nya. Sampai Nastiti akhirnya tertidur.
Pagi hari keadaan Nastiti sedikit membaik, sudah dua botol infus yang ia habiskan dalam semalam. Sraya sendiri setelah meminta ijin pada ibunya, ia menginap untuk menjaga Nastiti. Kedua kelopak Nastiti terbuka pelan saat ia mendapati Sraya duduk di sofa kamar rawatnya.
"Mba Sraya," sapa Nastiti.
"Nas kamu sudah bangun?" Sraya mengampiri Nastiti dan tersenyum.
"Sudah, Mba. Maaf Nastiti banyak ngerepotin Mba Sraya." Ia mengambil tangan Sraya dan menggenggam nya.
"Aku ga masalah Nas, aku juga ga tega ninggalin kamu sendirian."
"Nas, apa kamu ga mau ngasih kabar ke keluarga kamu?" tanya Sraya hati hati.
Nastiti memandang kosong keluar jendela, ia menghembuskan nafas.
Nastiti Ishika Maheswari adalah gadis tercantik di desanya, ia adalah anak tunggal dari sepasang suami istri yang memiliki kebun cengkeh paling besar di desanya yang berada di Jawa Tengah. tujuh tahun menikah kedua orangtuanya belum juga mendapat momongan.
Sampai kedua orang tuanya yaitu pak Permana dan ibu Masayu mengambil Akram Jagadita Kemaswara sebagai anak mereka.
Akram ditemukan kedua orangtua Nastiti di villa kosong yang ada di desa mereka. Kehadiran Akram membawa berkah untuk keluarga Permana, kebun kopinya selalu panen dengan hasil berlimpah.
Sampai lima tahun kemudian lahirlah Nastiti. Setelah mereka dewasa Nastiti berkuliah di Jakarta, sedangkan Akram membantu perkebunan adik dari Permana di Jawa Timur semenjak tiga bulan yang lalu.
"Nas?" tegur Sraya yang melihat Nastiti melamun.
"Ee-- iya mba maaf"
"Apa kamu mau ngasih kabar ke keluarga kamu?" tanya Sraya.
"Aku masih berpikir, Mba. banyak hal yang harus aku pertimbangkan."
Jam sembilan pagi dokter Sarah visite memeriksa kondisi Nastiti. setelah dipastikan kondisinya dokter Sarah melarang Nastiti pulang hari ini.
Nastiti bisa pulang pada keesokan harinya. Sraya berjanji akan menemani Nastiti saat ia pulang kerja malam nanti karena ia mendapatkan shift siang.
Nastiti menghabiskan waktunya dengan istirahat total. Jam menunjukan pukul empat sore saat seorang laki laki masuk ke kamar rawat Nastiti.
Nastiti membatu saat mengetahui siapa lelaki yang saat ini berdiri di depan nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments