Mendadak Suami Istri
"Saya ulangi ya, Kak. Pesanan nya satu crufle topping cokelat, kentang goreng reguler satu, dan satu matcha latte. Ada lagi yang mau ditambah?" tanya Sraya.
"Engga, Kak. Cukup itu aja."
"Semuanya jadi delapan puluh delapan ribu ya, Kak. Mau pembayaran cash atau dengan kartu?"
"Saya bayar pake debit ya, kak."
Sraya menerima sebuah kartu debit dari pelanggan nya lalu menggesek kartu debit ke mesin EDC dan memasukan nominal sesuai jumlah pesanan.
"Silahkan masukkan pin nya ya, Kak," pinta Sraya.
Dreeeeett.... Keluar struk pembayaran setelah pelanggan menyelesaikan pembayaran.
"Terima kasih, Kak. Untuk pesanan nya bisa ditunggu sekitar sepulu menit ya, Kak. Nanti kita antarkan ke meja."
Tringggg.
"Selamat datang di cordy caffe" sapa Sraya ramah setelah mendengar lonceng pintu yang terdengar kalau ada pelanggan masuk.
Perempuan itu tersenyum saat Sraya menyambutnya dari meja kasir. Namun gadis itu terlihat pucat.
"Siang, Mba. Tumben di kasir," sapa Nastiti.
"Iya, Nas. aku gantiin Sulis, dia lagi solat kebetulan aku lagi dapet, oh ya kamu mau makan apa?" tanya Sraya.
"Aku pesen chicken wings aja, Mba. Sama hot tea."
"Kamu makan siang sendiri, Nas? Najwa sama Fani mana tumben ga bareng?"
"Mereka masih di kantor, Mba. Ada kerjaan yang belum selesai katanya."
"Yaudah kamu duduk dulu, Nas. Nanti pesenan kamu aku anter."
"Berapa semuanya, Mba?"
"Enam puluh lima ribu, Nas."
Nastiti menyerahkan selembar uang seratus ribu rupiah pada Sraya. Sraya adalah seorang koki yang bekerja di Cordy Coffe, pemiliknya adalah bule asal Perancis yang menikah dengan warga Indonesia.
Nastiti sudah menjadi pelanggan setia selama tiga bulan semenjak dia magang di salah satu perusahan besar di kota Jakarta. Kantor nya tidak jauh dari Cordy Coffe tempat Sraya bekerja.
"Ini kembalian nya, Nas. kamu sakit Nas? kok kamu pucet banget sih."
"Enggak, Mba. Kayaknya aku masuk angin aja karena telat makan. Tadi aku ga sarapan, Nas duduk di situ ya, Mba." Tunjuk Nastiti ke sebuah meja yang letaknya agak pojok.
"Oke kamu tunggu bentar ya."
"Ka Hendi chicken wings satu, french fries medium satu, crufle cokelat satu."
Sraya menyebutkan pesanan yang ia dapat ke Hendi yang bertugas sebagai backup.
"Oke siap meluncur sepuluh menit," sahut Hendi.
Sepuluh menit Sraya mengantarkan pesanan Nastiti, gadis itu duduk menatap kearah luar sambil memangku wajahnya dengan tangan kanan.
"Ini, Nas. Pesenan kamu, makan selagi anget kamu keliatan pucet banget."
Namun nastiti masih menatap ke arah luar dari dinding kaca Caffe tersebut. Nastiti tidak menyadari kehadiran Sraya yang sudah duduk di depan nya.
"Nas … Nastiti," tegur Sraya.
"Eh, Mba. Maaf aku ga denger tadi, pesanan aku udah siap nih. Makasi, Mba. Hehe."
"Kamu mikirin apa sih, Nas. sampe bengong gini?" tanya Sraya.
"Eeehhhm cuma masalah kerjaan aja, Mba."
"Yaudah kamu abisin makanan nya dulu, ini aku ada obat buat kamu. Nanti kamu minum setelah makan ya, aku mau ke kitchen dulu."
"Makasih, Mba Sraya." Nastiti tersenyum manis kepada Sraya dan menyendok makanan nya.
"Oeeeekkkkkkk."
Sraya menghentikan langkahnya dan menatap kearah Nastiti yang mual-mual.
"Nas, kamu beneran gak kenapa-kenapa?"
"Hmm ga, Mba. Kayaknya maag aku kambuh deh. Aku ke kamar mandi dulu."
"Mau aku antar? kamu itu jangan sampe telat makan, Nas. Sesibuk apapun kerjaan kamu, apalagi kamu ada maag."
Nastiti bangun dari duduk nya baru beberapa langkah ia berjalan dibantu Sraya. Nastiti jatuh dan tidak sadarkan diri.
"Nastiti..... ya Allah, Nas. kak Ferdi tolongin aku angkat Nastiti."
Sraya dan teman nya Ferdi yang bertugas sebagai dining, mereka berdua dibantu Sulis memindahkan Nastiti ke ruang istirahat karyawan.
"Sraya ada apa?" tanya Mr Willem boss mereka setelah melihat cctv area dining.
"Nastiti pingsan, Boss. Dia pucet banget badan nya dingin."
"Dia pelanggan yang tiap hari makan di Caffe kita kan?" tanya willem.
"Iya, Boss."
"Ferdi, Hendi. Kamu bantu Nastiti ke mobil saya, Sraya. Kamu ikut bawa Nastiti kerumah sakit."
Willem dan Sraya membawa Nastiti kerumah sakit. Sraya bertugas menunggu Nastiti sedangkan Willem kembali ke Caffe. Satu jam Nastiti berada di UGD tapi belum sadar juga.
"Apa, Mba. saudara dari pasien yang bernama Nastiti?" tanya perawat yang menjaga UGD.
"Bukan sus tadi Nastiti pingsan di Caffe tempat saya kerja, jadi saya bawa dia kesini," jawab Sraya.
"Mba Nastiti sudah sadar dan udah bisa ditemui."
Sraya menghampiri Nastiti yang terbaring lemah di bangkar rumah sakit, tangan nya sudah di pasang infus. Nastiti tersenyum melihat Sraya.
"Mba, makasih ya, Mba. Udah nolongin aku." Nastiti memegang tangan Sraya.
"Kamu udah kaya sama siapa aja, Nas. Kamu tuh kalo sakit jangan maksain kerja. Gini nih kalo ada maag telat makan." Sraya membalas genggaman tangan Nastiti di tangan nya dan berdiri di sisi bangkar.
"Pasien atas nama Nastiti," sapa seorang dokter wanita yang sudah terlihat setengah baya.
"Saya Dokter," sahut Nastiti.
"Gimana keadaan Nastiti, Dokter?" tanya Sraya.
"Ibu, Nastiti. Saya sarankan untuk badrest ya. Jangan sampe kecapean atau banyak pikiran, apalagi saat kondisi kandungan ibu yang baru tiga minggu. Sangat rentan, jadi ibu harus menjaga kondisi ibu dan bayinya, ini sudah saya resepkan vitamin dan obat pereda mual. Ibu mungkin harus di rawat selama satu malam."
DEG ! Sraya membatu mendengar penjelasan dokter wanita itu, lalu menatap Nastiti yang memalingkan muda dan menitikan air mata.
"Nas," tegur Sraya dengan pandangan sayu, dia tau Nastiti adalah mahasiswi yang mendapat kesempatan magang selama tiga bulan di Sedayu Buana Group.
"Mbak … hisk-hisk." Nastiti terisak.
Nastiti memeluk Sraya dan menangis setelah dokter meninggalkan UGD. Sraya tidak tau apa yang terjadi dengan Nastiti, dia hanya membalas pelukan Nastiti dan mengusap punggung gadis itu untuk menenangkan.
"Gak apa apa, Nas. Kamu inget pesen Dokter tadi? kamu ga boleh sedih. Cerita kalo kamu siap cerita." Sraya menenangkan.
"Maaf karena udah ngerepotin, Mba."
Setelah Nastiti tenang dan Sraya mengurus kamar rawat untuk Nastiti, Sraya kembali ke Caffe. Nastiti mendapatkan kamar kelas satu di lantai sepuluh rumah sakit swasta di Jakarta.
Nastiti mengingat malam itu. malam dimana kesucian nya direnggut, dia magang sebagai sekretaris dari Maxwell Sedayu Buana anak pemilik Sedayu Buana Group. Perusahaan besar yang bergerak di bidang Real Estate dan Export Furniture handmade berkelas asal Indonesia.
FLASHBACK ON.
Malam itu Nastiti lembur sampai jam delapan malam. Maxwell kembali ke kantor setelah sebelum nya menghadiri rapat penting dengan perusahaan Andalas Husada.
(Tinggg) pintu lift terbuka.
Maxwell terlihat keluar dari lift dengan penampilan yang seperti tidak biasanya. Jas nya entah dimana, dasi nya sudah ia longgarkan, dua kemeja baju terbuka, dengan sebagian kemeja terlihat keluar dari celana, ditambah rambutnya sudah tidak tertata rapi.
Braaaaak.
Maxwell menabrak pot bunga, Nastiti yang sedang duduk di balik meja kerja langsung bangun dan membantu Maxwell berjalan. Ia membawa Maxwell masuk dan membaringkan nya di sofa yang ada di ruang kerja Maxwell.
"Tuan muda apa yang terjadi? kenapa Tuan datang dengan kondisi seperti ini?" tanya Nastiti bingung.
"Air, saya butuh air, panaaaas badan saya panas."
"Tuan haus? biar saya ambilkan air." Nastiti hendak keluar tapi Maxwell menahan nya.
"Saya butuh berendam, panas. Bantu saya, Nas."
"Berendam? tapi dimana, Tuan. Disini tidak ada kolam?" tanya Nastiti bingung.
"Saya akan telepon asisten Tuan."
"Gak perlu di balik meja kerja saya ada ruang pribadi. Bantu saya kesana, didalam nya ada kamar mandi dan bathup. Saya butuh berendam, badan saya terasa panas."
Maxwell merancau tidak jelas dan Nastiti hanya mengikuti langkah Maxwell yang seperti orang mabuk kedalam ruang yang disebutkan nya tadi. Dan benar saja ada kamar pribadi di dalam ruang kerja Maxwell.
Sepertinya kamar ini digunakan Maxwell saat dia lembur atau saat dia gila kerja. Terdapat kasur ukuran besar, beberapa botol alkohol mahal yang tersusun di lemari, tv led 50 inch, kulkas, lemari baju dan kamar mandi yang didalam nya ada shower dan bathup.
"Ka-kalau gitu saya keluar dulu, Tuan." Nastiti tergagap setelah mengantar Maxwell keruang pribadi nya.
"Badan saya panas, Nastiti. Saya sudah tidak tahan."
"I-iya, Tuan. Silahkan Tuan berendam, sa-saya tidak mungkin ada di sini."
"Bukan panas karena cuaca, Nas. Tapi panas karena nafsu. Kamu harus melayani saya!"
"A-apa yang tuan katakan?"
Nastiti tidak bisa berkata kata lagi karena Maxwell telah menariknya kedalam pelukannya yang sangat erat, dia mencium bibir Nanstiti dengan paksa. Maxwell mencengkram rahang Nastiti begitu kuat sampai Nastiti membuka mulutnya, kemudian lidah nya menerobos masuk kedalam mulut Nastiti.
Nastiti melawan dan membrontak, ia gigit bibir Maxwell sampai berdarah sehingga Maxwell melepaskan ciuman nya.
"Berani berani nya kamu melukai saya!" bentak Maxwell.
"Tuan, keterlaluan tidak seharusnya, Tuan. Melakukan ini pada saya," teriak Nastiti tidak terima diperlakukan seperti itu.
"Seharus nya kamu bersyukur aku mau memilih dan menyentuhmu, Nastiti! Diluar sana banyak ****** yang mengantri untuk memuaskanku." Maxwell menatap Nastiti dengan angkuh.
"Saya Nastiti, Tuan. Bukan ****** yang dengan mudah Tuan sentuh!"
"Kau gadis sombong rupanya." Ia kembali menarik Nastiti kembali kedalam pelukan nya.
"Andaikan saya tidak dalam pengaruh obat perangsang, saya ga akan sudi menyentuh gadis sombong seperti mu."
Maxwell membuka paksa pakaian Nastiti. Nastiti melawan namun kalah tenaga dengan maxwell yang berbadan tinggi dan tegap.
"Saya gak nerima persetujuan mu, Nastiti. Malam ini bantu saya memuaskan rasa yang tersiksa ini, dan kau akan mendapatkan uang ku berapapun yang kamu mau!"
"Lepaskan saya, Tuaaaaan! Saya bukan wanita murahan yang bisa Tuan bayar dan pakai seenaknya."
Nastiti terus meraung dan melawan Maxwell namun sia-sia. Maxwell melakukan nya, merebut kesucian Nastiti. Dua minggu setelah kejadian itu, tepatnya hari ini Nastiti mengundurkan diri dan tidak pernah datang lagi ke Sedayu Buana Group.
FLASHBACK OF
"Lapor, Tuan. Nastiti menolak uang pemberian Tuan dan pagi ini dia mengundurkan diri."
Sean memberikan laporan nya sore ini kepada Maxwell yang baru tiba dari Perancis, setelah melakukan perjalanan bisnis selama sepuluh hari di negara tersebut.
"Gadis itu terlalu sombong, dia menolak pemberian yang aku beri. Biarkan saja dia, kita lihat sebatas mana kesombongan nya akan bertahan."
"Tapi, Tuan. Ada satu berita lagi yang baru saya dapatkan mengenai Nastiti hari ini," tambah Sean yang merupakan asisten Maxwell.
"Katakan!" perintah Maxwell tanpa mengangkat wajah nya dari berkas yang sedang ia baca.
"Siang tadi setelah resign, Nastiti pergi ke salah satu Caffe langganan nya yang tidak jauh dari kantor ini. Beberapa saat kemudian dia pingsan di Caffe itu," jelas Sean.
"kau memberikan laporan tidak penting seperti ini, Sean?" Maxwell memandang Sean dengan tatapan tajam.
"Nastiti dibawa oleh pegawai Caffe tersebut kerumah sakit. Dan hasilnya Nastiti hamil Tuan."
"Bawa dia kemari," perintah Maxwell.
Tanpa Sean dan Maxwell sadari seorang wanita mendengarkan percakapan mereka dibalik pintu. Wanita itu adalah Nattasya Indri Husada, anak pemilik Andalas Husada yang dijodohkan dengan Maxwell.
Natt jugalah yang memberi obat perangsang di minuman Maxwell saat rapat waktu itu, Natt tidak menyangka Maxwell berhasil lolos dari jerat yang ia berikan dan berakhir tidur dengan Nastiti.
Sore ini setelah Sraya pulang bekerja, ia memutuskan untuk menengok Nastiti kerumah sakit. Sraya sampai di ruang Lily kamar nomor empat dilantai sepuluh. Tempat Nastiti di rawat, Saat Sraya membuka pintu ia terkejut menemukan Nastiti tergeletak jatuh dari bankar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
𝐀⃝🥀🎀Jinda🆁🅰🅹🅰❀∂я🤎🕊️⃝ᥴ
masuk angin itu gak selamanya yang mual-mual itu berarti hamil kan.
2023-02-11
0
☕ ⃟R͟i͟f͟a͟୭࿐ྂⓐⓙⓙⓐ
oke aku faham
2023-01-26
0
𝕾𝖆𝖌𝖊🄶𝖗𝖊𝖊𝖓92࿐N⃟ʲᵃᵃ࿐
hamil? masa baru awal udah hamil wkwk
2023-01-14
0