🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻
.
.
.
Aku berjalan pelan keluar hendak pulang karena guru menyuruhku untuk istirahat di rumah untuk beberapa hari, sebab bahu ini kemungkinan akan membengkak dan sulit untuk di gerakkan.
"Bodoh banget sih, kenapa ikut campur urusan mereka?, kan kena sial lagi." gumam ku sembari memegang bahu ku yang sakit.
"Setahun kemudian mungkin baru sampai di kos, kalau berjalan gini, bisa-bisa tambah parah!"
Diriku kini sudah seperti siput yang berat membawa cangkangnya, namun siput saja tidak menyerah.
Tin..tin..tin...!!!
Lagi-lagi bunyi klakson yang menusuk di telinga itu, siapa lagi kalau bukan si berandal.
"Naik!"
"Oke!"
Tidak banyak bertanya, aku langsung menerima tawarannya. Namun, dia tidak menanyakan dimana alamat ku, arah jalan pun sudah jauh dari kos.
"Kita kemana?"
"Rumah sakit."
"Ngapain?, mending antar aku pulang."
"Mau aku tinggal disini!"
"Terserah deh!"
Dia mengancam dengan kejam, jika dia beneran meninggalkan ku di tengah jalan, aku akan sampai di kos besok pagi.
Rumah Sakit, dia memapah ku menuju ke dalam, tapi di luar ruangan banyak orang duduk untuk mengantri, tapi beda dengan si berandal, dia langsung menerobos antrian.
"Paman, periksa orang ini dulu."
"Ada apa dengannya?"
"Kena pukul di bahu."
"Ayo sini nak, paman periksa."
"Aduh." aku merasa sakit ketika sang dokter memeriksa di bagian luka ku.
"Ini pasti ulah kamu kan riki!"
"Bukan lah, tanya aja sama dia."
"Enggak dok, ini ulah orang lain, dan Riki maksa aku ke sini buat di obati."
"Oh, jadi begitu, kamu Riki kenapa babak belur?"
"Berantem dikit."
"Sini paman lihat."
"Awh, pelan-pelan lah."
"Berapa kali kamu harus berkelahi, Ayah kamu besok balik ke sini, jangan buat masalah di depan dia, oke!"
"Iya."
"Siapa nama kamu cantik?"
"Nama saya Amelia dok."
"Amel ya, luka nya akan sembuh selama beberapa hari, tapi dalam beberapa hari ini pasti kamu bakalan kesusahan bergerak, jangan banyak bergerak dulu ya biar cepat sembuh, jangan lupa olesi beberapa salep ini."
"Iya dok, terima kasih."
"Kamu!, oles pakai ini juga, biar wajah jelek itu nggak tambah jelek."
Aku menahan tawa, mendengar dokter yang juga adalah pamannya mengoceh dan dia hanya bisa menurut. Ada saatnya dimana dia bisa takut terhadap orang dewasa.
Kini kami sudah berada di atas motor, lagi-lagi dia tidak menanyakan alamatku dan langsung melajukan motornya. Aku hanya diam, takut beberapa ancaman mengerikan yang akan dia lontar kan lagi. Tak berapa lama, arah jalan benar kembali ke kosan ku, dan kami pun sampai di depan kosan, aku turun dengan hati-hati sembari di papah olehnya.
"Terima kasih." ucapku padanya.
Dia hanya diam dan aku sudah di depan pintu kos.
"Lain kali jangan ikut campur lagi, untung cuma bahu, kalo wajah yang memar gimana?, cewek gak boleh luka di wajah."
Dia mengucapkan beberapa kalimat itu dari atas motornya, dan kini ia melaju pergi.
.....
.
.
.
Hari ini tidak bisa pergi ke sekolah, dokter itu memang sangat ahli, tanganku memang sangat susah di gerakkan, tapi aku harus masak, cuci baju dan beres-beres, aku hidup sendiri sekarang, tidak ada yang membantu ku, membuat aku merindukan rumah, aku tidak memberi kabar ke mereka, karena aku takut mereka khawatir.
Aku kembali dari warung habis membeli mie, dan ku lihat di depan kos sepertinya ada motor si berandal. Aku langsung bergegas menghampirinya, dan memang dia yang kini duduk di depan pintu dan mungkin tertidur. Aku cukup heran dengan pria itu, dimana pun dia berada, dia bisa tertidur.
"Hei!" pekik ku.
Masih belum bangun,
"Riki!!!" jerit ku di baling telinganya, yang membuatnya terkejut dan bangun.
"Ah, udah pulang?"
"Ngapain kesini?"
"Nunggu kamu lah."
Aku pun membuka pintu kos, dan beberapa wanita di kos berbisik-bisik menoleh ke arah ku.
"Mel, siapa itu?, dia udah lama nunggu kamu, kami suruh tunggu disini dia nggak mau." tanya kak arin, dia tetangga ku.
"Temen kak." jawabku.
"Ayo masuk."
Dia pun masuk sembari membawa beberapa kantong kresek. Aku langsung bergegas membereskan beberapa pakaian dalam ku yang tergantung di dekat kursi.
"Aduh."
"Masih sakit?"
Ia membantuku duduk,
"Kamu nggak sekolah?."
"Lagi males sekolah, kamu habis dari mana?"
"Habis beli mie di warung depan."
Dia melirik ke berbagai arah, dan bergegas ke dapur sembari membawa kreseknya tadi.
"Ngapain ke dapur?" tanya ku sembari ingin berdiri untuk melihatnya.
"Jangan kesini, duduk aja di sana."
Aku menurut dan terus duduk di kursi, dia mengutak-atik dapurku, sudah beberapa menit dia tidak keluar dari sana, aku mulai merasa bosan, sesekali aku melihat ponsel ku untuk sekadar nonton video.
Tak lama tercium bau wangi dari dapur, membuat cacing dalam perutku bergemuruh hebat. Lalu dia keluar dengan beberapa piring, dan beberapa mangkuk, sekarang di meja ku penuh dengan makanan, ada pula nasi yang masih hangat.
"Makan lah."
Aku terdiam memandang beberapa makanan yang terlihat sangat enak itu, dia mulai menyantap nasi dan beberapa lauk.
"Emmm, enak banget."
Dia memakanannya dengan lahap sehingga aku hanya bisa meneguk liur.
"Kalau nggak mau dimakan, aku habisin aja"
"Aku makan!"
Aku pun mengambil nasi dan beberapa lauk, memakannya dengan lahap, sangat lezat, tidak menyangka dia bisa memasak sampai seenak ini.
Selesai makan,
"Oooogh, ah kenyang."
"Aku cuci piring dulu ya." ujarku sembari ingin membawa beberapa piring ke dapur.
"Jangan, biar aku aja."
"Gak boleh, kamu udah masak, biar aku yang cuci, tanganku masih bisa kok kalo untuk sekadar nyuci ini."
Dia menatapku dengan tajam, seolah akan segera memakan ku, aku hanya bisa menaruh kembali piring itu. Dia membereskan semuanya dan kembali ke dapur, setelah beberapa menit dia keluar dari dapur dan lengan seragam nya terlihat basah.
"Ada baju kaos gak?"
"Ada kok, di kamar, aku ambilin."
Aku memberi nya baju kaos yang ku beli dengan ukuran kebesaran. Tanpa aba-aba dia langsung membuka seragamnya, membuat aku langsung berbalik arah.
"Udah." bisiknya di telingaku.
Aku terkejut lagi di buatnya, semua tingkahnya tidak bisa di prediksi dengan pasti. Aku berbalik dan tak menyangka wajahnya kini tepat di depan mata ku, mata kami saling menatap satu sama lain.
"Matamu indah."
"Apa?"
"Ya, mungkin hanya matamu yang indah."
Perkataannya yang membuat aku salah paham itu seketika hilang, bagaimana bisa dia memuji tapi seperti sedang mengejek mataku yang berharga ini.
🎶 Triingg!!! ....
Bunyi ponselnya berdering,
"Halo?"
Di pun berbicara di luar, setelah dia menutup telepon, raut wajahnya kini seperti sedang menahan emosi, dia langsung mengambil jaketnya, tanpa sepatah kata ia pergi dan menaiki motornya dengan ngebut.
Para tetangga kini mengerumuni aku,
"Mel, pacar kamu ganteng banget!"
"Pasti anak orkay kan?"
"Pinter banget sih nyari cowok."
"Dia nungguin kamu sampai ketiduran, kakak ajak tunggu di tempat kakak, tapi dia nggak mau loh."
"Cowok setia, ganteng, perhatian, kaya dan keren."
"Tadi aku sempet minta nomornya, tapi dia bilang nggak punya handphone, kan ketauan bohong nya, jangan di sia-siakan mel."
Percakapan para kakak tetangga itu membuat aku sedikit mual dan pusing, mereka belum tau sifat si berandal itu. Aku hanya bisa tersenyum paksa kepada mereka, tidak mau menjelaskan detailnya, karena itu akan berujung panjang kayak kereta api.
.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments