👀🖤💙💚💛💜❤💗💕💛💚👀
.
.
.
Hari ini begitu cerah, langit sangat bersih dan angin berhembus kencang menerbangkan rambutku yang terurai. Ku berjalan sembari melontarkan senyuman kepada bunga-bunga yang bermekaran di tepi jalan, dan sesekali menari dengan riang.
Tin,tin,tin....
Bunyi klakson yang keras itu membuat aku terkejut, sepertinya hari ini adalah hari yang buruk, tidak tau apa lagi yang akan si berandal itu lakukan.
"Naik."
"Kemana?"
"Motor lah."
"Nggak!"
"Berani!" ancam nya dengan tatapan tajam.
Aku pun tanpa sadar menjadi takut terhadap tatapan itu, dan menuruti perkataannya. Aku duduk sembari memegang ujung belakang motornya, si berandal mengendarai motor dengan ngebut membuat aku ketakutan di tengah jalan.
"Pegangan kalo nggak mau melayang."
"Kita mau kemana?, sekolah kan arah sana!"
Pertanyaan ku tidak ditanggapi olehnya, ia semakin mengebut membuat aku hampir melayang, sehingga kini aku menarik jaketnya.
"Jaket gue ntar robek lu tarik!"
Mendengar itu aku hendak melepasnya, tapi tanganku di tariknya kembali sehingga posisi ku kini seperti sedang memeluk dia.
"Begini baru bener." ujarnya merasa puas.
"Dari pada mati jatuh dari motor, mending turuti dulu kemauannya." gumam ku dari hati.
Aku merasa perjalanan ini sudah semakin jauh dari sekolah, membuat aku sedikit panik.
"Kita mau kemana?"
"Bolos."
"Aku nggak mau bolos, mending balik lagi ke sekolah."
"Udah telat, kalo balik lagi pas sampai sana takutnya udah jam pulang."
Dia pun memelankan laju motornya sehingga aku melepas pelukan itu.
"Kamu mau bawa aku kemana?, tempat ini sepi banget, jangan macem-macem ya!"
"Tempat sepi cocok untuk pacaran."
"Apa?, kenapa nggak ngajak Jessi aja, turunin aku sekarang!
"kami udah putus."
"Terserah deh, berhenti!!!"
Dia memarkirkan motornya di pinggir jalan, dan aku segera turun dan buru-buru berlari menjauh darinya. Si berandal itu membuat aku curiga, membawa ku ke taman yang sepi seperti ini.
"Jangan jauh-jauh, nanti tersesat."
"Masa bodoh!" pekik aku sembari melambaikan tangan padanya.
Aku berjalan jauh darinya, untung saja aku membawa uang saku lebih, untuk ongkos pulang. Tapi masalahnya ini dimana?, aku belum pernah ke daerah ini, disini pun tidak ada angkot,ojek atau semacamnya.
Aku terus berjalan tanpa henti, berharap menemukan seseorang, tetapi aku sudah kelelahan sampai kaki ini mengharuskan aku duduk. Melirik kesana dan kemari tapi tak ada satupun orang atau kendaraan yang melewati tempat ini, si berandal pasti sudah meninggalkan aku.
"Kali ini rencana dia keterlaluan, gimana kalau aku di culik orang?, memang nggak punya hati itu anak."
Aku merasa takut, dan banyak berfikir hal buruk yang belom terjadi, tapi pemandangan disini sangat indah. Di depan ku penuh dengan bunga matahari yang bermekaran, angin berhembus membawa aroma harum dari bunga itu, rasa takut ku seketika menghilang dan rasa penasaranku mulai muncul, bagaimana bila dilihat dari dekat, mungkin akan lebih indah. Aku menghampiri lahan yang penuh bunga itu dan berjalan di atas jalan yang ada disana.
Aku merentangkan kedua tanganku dan merasakan keindahan yang di pancarkan oleh bunga-bunga itu. Hembusan angin semakin memburu, bunga-bunga menari seperti sedang menyambut kedatanganku, aku berlari mengiringi angin dan kegembiraan kini terpancar dari lubuk hati ku.
Saat aku memejamkan mata, tangan seseorang menutup kedua mata ku, membuat aku terkejut dan berbalik ke arahnya. Aku mendapati si berandal yang sekarang memandang wajahku dengan ekspresi yang berbeda, kali ini lebih seperti manusia yang memiliki perasaan.
"Cantik" katanya.
"Apa?"
"Bunganya cantik."
"Oh, iya bunganya cantik."
Perkataannya membuat aku salah berfikir, ekspresinya seakan berubah kembali menjadi dingin, dia menarik ku ke pondok dekat lahan bunga, dan kami duduk di sana untuk berteduh dari sinar matahari yang sudah mulai terik.
"Ayo pacaran." ajaknya.
Mendengar perkataan itu aku menjadi tak habis pikir dengannya, bagaimana bisa hatinya dengan mudah mencari pacar baru, padahal baru putus.
"Dasar playboy!"
"Kalau kamu jadi pacar aku, banyak kok keuntungannya."
"Contohnya?"
"Kamu bisa pegang black card aku, kamu bisa bales tindakan Jessi ke kamu, terus kamu bakalan dapat banyak teman di sekolah."
"Untungnya buat kamu?"
"Aku punya pacar."
"Selama ini begini cara kamu pacaran?"
"Hmmm, karena wanita lebih mudah di dapat dengan cara ini."
Mendengar perkataannya itu, aku menjadi sedikit emosional.
"Aku nggak mau jadi pacar kamu."
"Beneran?, nggak usah jual mahal, kartu ku ini tanpa batas loh, apapun yang kamu mau, beli aja."
"Sekarang aku tanya sama kamu, apa kamu mencintai aku?"
Aku mendekatkan diriku padanya, menatap kedua matanya mengharapkan jawaban.
"Pacaran itu gak perlu cinta, yang penting uang."
Mendengar jawabannya aku semakin heran, bagaimana bisa ia menganggap cinta dengan uang itu sebagai hal yang sama.
"Kalau menurut aku, cinta itu lebih penting dari uang loh."
Dia mulai melihat ke arahku dengan bingung.
"Di dunia ini uang lebih penting dari cinta, kalau nggak ada uang, emang bisa makan pakai cinta?"
Dia terus bersikeras dengan pemikirannya, aku tidak ingin berdebat lebih jauh lagi dengannya.
"Mau taruhan?"
"Oke"
"Suatu hari nanti, kamu nggak bakalan bisa beli cinta pakai uang."
"Pemenangnya akan dapat satu keinginan yang gak boleh di bantah."
"Siapa takut." ujarnya dengan percaya diri.
Dia pun terlelap di sana akibat hembusan angin yang menyejukkan, sedangkan aku tetap memandang keindahan bunga-bunga itu. Aku melihat seorang bibi sedang memetik beberapa bunga, kini aku pergi meninggalkan si berandal di sana, dan sang bibi menunjukkan jalan ke tempat pangkalan ojek.
.....
.
.
.
Ke esokan harinya, aku berangkat ke sekolah pagi-pagi sekali untuk menghindar di bawa bolos lagi oleh si berandal.
Beberapa hari ini aku sudah kelelahan menghadapi hal yang tak terduga oleh nya.
Rasanya sangat ingin pindah sekolah saja agar tidak bertemu dia lagi.
Aku duduk di tempatku dan merasa bosan karena aku datang terlalu awal, di kelas terasa sepi dan terlihat menyeramkan. Jadi aku pergi ke luar, berkeliling di taman sekolah karena di sana sangat tenang dan ada beberapa bunga yang cantik untuk di lihat.
Saat ku sedang berjongkok melihat bunga-bunga yang hendak mekar itu, tiba-tiba ada tiga pria menghampiri ku.
"Hei, kamu cewek pelakor itu ya?"
"Siapa kalian?"
"Kami penggemarnya jessi, sekarang dia udah putus sama Riki, kamu puas?"
Aku tidak menghiraukan ocehan mereka karena menurutku tidak penting, jadi aku mencoba tuk pergi, namun mereka menghadang jalanku.
"Mau kemana?, Jessi sampai nangis gara-gara kamu!"
"Jessi nggak pantas buat di bandingin sama kamu!"
"Aku nggak tau apa-apa loh!"
jelas ku yang kini sudah di kepung ketiganya.
Mereka hendak menggenggam tanganku, tapi ku tepis dengan sekuat tenaga, aku memberontak dan berusaha kabur dari mereka, tapi ketiganya lebih kuat dari aku sehingga mereka berhasil menangkap ku. Aku hanya bisa menjerit meminta tolong, tapi mereka membekap mulutku dengan sapu tangan.
"Hei, kalian ngapain?"
Terdengar suara jeritan si berandal dari kejauhan, aku meronta berharap dia membantu dan ku lihat ia berlari menghampiri ku, tapi aku sudah terbius oleh obat dan mulai mengantuk.
.....
.
.
.
Mataku terbuka perlahan dan ku lihat cahaya yang menyilaukan dari lampu di atas, aku melirik ke arah lain, ternyata aku sekarang berada di dalam sebuah ruangan yang terlihat seperti gudang.
Suara pintu terbuka dan beberapa orang masuk ke dalam.
"Bagus sekali kerja mereka, bisa menangkap pelakor ini."
"Kalian?" ucapku dengan mulut yang masih tertutup sapu tangan.
Ternyata pelakunya adalah si Jessi, dia menumpahkan sebotol jus berwarna merah ke atas kepalaku, aku tidak bisa bergerak karena tangan dan kaki ku masih terikat oleh tali.
"Hahaha, rasain!"
"Kemarin kamu pasti pergi dengan Riki kan!"
"Dia kemarin mutusin aku pasti karena kamu!"
Kini Jessi membuka kain di mulutku, berharap aku menjawab semua pertanyaan konyol nya itu, dan aku hanya diam.
"Kenapa diam aja?, pasti kamu sudah dapet kartu black card nya kan!"
"Dasar cewek matre, cupu, pelakor!"
Semua cacian ia lontarkan kepadaku dengan emosinya yang meledak-ledak, seakan ia sedang kehilangan banyak uang.
Setelah puas mempermainkan ku, dia hendak pergi sembari mengurungku di dalam gudang, tapi seseorang tiba-tiba datang.
"Jessi, kabar buruk!"
"Kenapa yul?"
"Riki jadian sama kak Raisa!"
"Raisa?, anak kelas dua?"
"Yang montok itu?, beneran Raisa yang itu?"
"Iya, coba deh liat ke kantin, mereka lagi tebar kemesraan."
Teman Jessi datang menyampaikan kabar yang seperti itu, membuatnya segera berlari melihat kenyataan, dan dia meninggalkan aku di gudang, tapi untungnya dia lupa menutup pintu gudang.
Aku mengesot hendak keluar dari gudang, tapi mengesot adalah hal payah yang sulit ku lakukan.
"Amel?"
Lagi-lagi muncul malaikat tampan yang melihatku dan segera melepas semua ikatan demi ikatan.
"Kak Arifin?, kok bisa disini?"
"Aku mau ambil sesuatu dalam gudang tadi, ini pakai jaket ku."
Pria lembut dan baik hati itu sangat perhatian, dengan sigap memakaikan ku jaketnya dan membantu ku berdiri.
"Cepetan ke UKS, di sana ada baju ganti, pakai aja."
"Iya kak, terima kasih."
"Iya, kakak nggak bisa nganter kamu ke UKS nggak apa kan?"
"Iya, gak apa kak, sekali lagi makasih, amel pergi."
"Oke, pelan-pelan ya mel."
Aku pun pergi menuju UKS, di sana benar ada tas kemarin yang berisi baju ganti, entah kenapa kak Arifin bisa punya banyak baju seperti ini di UKS, dan bajunya sangat pas denganku.
Tidak banyak berfikir aku segera membersihkan diri dan mengganti pakaian.
.....
.
.
.
Semenjak Riki mengumumkan tentang pacar barunya,
Jessi tidak pernah datang mengganggu ku lagi, beberapa bulan ini aku merasa tenang dan bisa fokus belajar, hanya si berandal itu sesekali berbuat usil bersama teman-temannya.
Kantin,
Kakak yang suka memberiku jatah makanan lebih tidak bekerja di sana lagi, jadi jatah ku sekarang menjadi normal, aku sangat merasa kehilangan, makanan ku yang berharga.
Di tengah nikmatnya menyantap makanan, tiba-tiba terjadi perkelahian.
Semua orang mengerumuni kehebohan karena penasaran, sedangkan aku masih sibuk menghabisi ajang ku.
Pertarungan menjadi semakin sengit, sehingga beberapa meja dan kursi berhamburan, suara pukulan demi pukulan semakin terdengar kuat, membuat telingaku terasa ngilu.
Guru bergegas memasuki kerumunan dan menghentikan keduanya, tapi amarah keduanya membuta sehingga mereka tidak takut akan ancaman guru.
Setelah meneguk air putih, aku segera bangkit dan melihat siapa yang sedang bertarung.
"Riki?"
Si berandal itu sangat suka berkelahi, pertarungan itu membuat keduanya sudah penuh dengan luka berdarah.
Aku sangat kasihan terhadap guru yang kebingungan memisahkan mereka, sehingga aku memberanikan diri mencoba menghentikan mereka.
"Riki!, udah!" jeritku sembari menarik ujung seragam nya,
"Pergi!"
Di menepis tanganku, dan tiba-tiba lawannya mengganas dan hendak memukulnya dengan kayu, tapi ia mengelak sehingga kayu itu mendarat di bahu ku.
"Arg!" erangku kesakitan.
Guru menopang ku yang kini sudah lemas kesakitan, bahu ku mengeluarkan darah.
Riki dengan sigap menggendong ku dan segera membawa ku menuju UKS, di sepanjang jalan aku melihat wajahnya dan terlihat jelas bahwa itu adalah raut wajah penuh khawatir dan juga takut.
Akankah si berandal yang angkuh dan nakal itu juga punya hati layaknya manusia?, yang bisa merasakan khawatir dan juga takut?.
.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Neonnorey
emang bunga matahari ada baunya kah thorr
2023-06-12
0