Tasya kini sudah berada di rumah dan hendak akan berangkat kerja. Tidak lupa berpamitan dengan bude Rumi, yang sedang berada di halaman belakang menjemur pakaian.
"Bude, aku mau berangkat dulu." Tasya pun berpamitan tidak lupa mengecup punggung tangannya.
"Iya hati-hati," ucap bude Rumi.
Setelah berpamitan dan mengucap salam, Tasya keluar dari rumah dan langsung menaiki motor yang di belikan oleh pakde Harun.
Meski pak Harun Dan bu Rumi bukanlah keluarga Tasya. Namun, mereka menyayangi Tasya layaknya malika, eh kok jadi kecap bangau ya. Maksudnya seperti anak kandung mereka sendiri.
Tasya di akui sebagai keponakannya, agar semua orang tidak menganggap jika ia adalah pembawa sial karena memang, semua keluarga dari pihak ibu ataupun ayahnya tidak mau mengurusnya. Jadi, pak Harun beserta istrinya membawa Tasya pindah ke kampung sebelah agar hidupnya tenang dan tidak mendapat cemohan dari keluarganya.
"Berhenti, berhenti." Sosok perempuan menghadang motor Tasya dengan sebuah mobil berwarna putih.
Otomatis Tasya berhenti karena mobil menghimpit motornya.
"Apa mau kamu!" bentak Tasya yang sesungguhnya tidak mau meladeni perempuan tidak penting seperti Tia.
"Aku kan sopan bicaranya, kenapa kamu ngegas. Anak pembawa sial saja sudah belagu!" Tia menyerang balik dengan sebuah kalimat yang sering diucapkannya. Namun, Tasya tidak sekalipun terhasut oleh kata-katanya.
"Cepat pergi! Atau tidak akan ku pecahkan kaca mobil ini," suara lantang yang keluar dari mulut Tasya, mampu membuat Tia langsung pergi dengan hati yang dongkol.
Tia tidak mau kejadian waktu itu terulang lagi karena Tasya bukan lah sosok perempuan cengeng.
"Awas kau ya, Tasya. Aku akan membuat perhitungan denganmu!" ancam Tia sebelum dirinya benar-benar pergi dari hadapan Tasya.
"Mobil hasil menjual rumah saja sudah sombong dan belagu," gerutu Tasya sembari membenarkan motornya, lalu dengan cepat ia menaiki motor pemberian dari pak Harun.
Tidak berapa lama ia sudah sampai di toko roti, di mana dirinya bekerja untuk membantu memenuhi isi dapur.
"Pagi, Bu." Tasya menyapa sang pemilik toko terkenal di kotanya dan toko roti ini adalah salah satu, cabang di antara lainnya.
"Pagi juga, Syah." bu Lusi menimpali sapaan dari karyawan nya itu.
Setelah bertegur sapa Tasya mulai membersihkan etalase sebelum semua roti akan di letakkan untuk di jual.
Tidak berapa lama. Datang satu pelanggan yang masih melihat-lihat kira-kira roti apa yang akan dibelinya.
"Apa ada bisa saya bantu, Bu?" Tasya mulai mendekati satu pelanggan di hari yang sudah menjelang siang.
"Saya mau ini, ini, terus sama yang itu ya." Kata pelanggan pertama yang membeli empat macam kue.
"Baik Bu, silahkan di tunggu." Setelah Tasya berkata ia pun langsung membungkus roti itu, dengan kantung kresek yang sudah di beri lebel dengan merek toko roti tersebut.
"Ini Bu. Silahkan di bawa ke kasir sebelah sana," dengan ramah Tasya menunjuk ke arah kasir yang berada di sebelah kanan.
Di toko ada lima karyawan termasuk dirinya. Keadaan toko lumayan rame sehingga Tasya cukup di sibukkan dengan para pelanggan. Untuk sesaat keadaan cukup sepi jadi semuanya bisa beristirahat untuk makan siang. Untuk sesaat toko pun di tutup dan buka lagi nanti jam setengah dua.
"Syah, kamu bawa bekal apa?" tanya temannya yang bernama Sonia.
"Tadi bude Rum, membuatkan aku ati mercon. Kamu mau," tawar Tasya pada temannya meski mereka tidak bersahabat. Namun, keduanya lumayan deket.
"Boleh bagi dikit," ujar Sonia.
"Nih, makan lah. Tadi bude masaknya lumayan banyak," ucap Tasya sambil menyodorkan ati mercon. Makanan favoritnya selain soto.
Mereka berdua akhirnya makan di pantry, sedangkan yang lain makan di luar karena hanya Tasya dan Sonia saja yang membawa bekal, untuk menghemat supaya uangnya bisa terkumpul banyak.
Beberapa saat kemudian. Jam istirahat sudah habis dan toko pun telah di buka kembali, bagi para pelanggan.
Sore hari pukul empat sore. Tasya bisa bernafas lega karena dirinya akan segera pulang. Namun, bukan kembali ke rumah melainkan durinya kembali bekerja lagi, untuk mencari tambahan.
Tasya kembali bekerja membantu pak Sobri penjual lesehan aneka menu bakaran. Jadi, setelah keluar dari toko roti maka Tasya berpindah tempat jualan pak Sobri. Jam jualannya sore hari maka dari itu Tasya mengambil dua pekerjaan sekaligus.
Sebelum ke tempat pak Sobri, Tasya akan bertemu dengan Aldo. Kekasih dari Natasya yang berusia (25). Selisih lima tahun dengan umur Tasya.
Di cafe. Saat ini Tasya sedang menunggu kedatangan Aldo yang memintanya langsung ke tempat, di mana mereka mengadakan pertemuan.
Tidak terlalu lama, tapi membuat Tasya sedikit menunggu karena sang kekasih belum juga datang.
Beberapa detik berikutnya. Terlihat sosok pria yang cukup tampan, bagi siapapun yang melihat bisa di pastikan akan jatuh hati terhadap Aldo.
"Maaf ya lama menunggu," ujar Aldo pada Tasya meminta maaf karena datang terlambat.
"Tak apa." Jawab Tasya datar.
"Tadi jalanan rame. Makanya aku tadi sempat terjebak macet," jelas Aldo dan Tasya pun mengangguk dengan diiringi senyuman.
"Sayang, aku mau pamit sama kamu untuk keluar kota beberapa minggu ke depan." Ternyata pertemuannya dengan Tasya hanya ingin membahas soal dirinya, yang akan berangkat ke luar kota.
"Jadi kamu pamit buat kerja di luar kota?" Tasya pun menatap wajah Aldo dengan nanar.
"Iya, ada pekerjaan yang di selesaikan di sana. Setelah pekerjaan selesai aku akan segera pulang, untuk mempertemukan kamu dengan mama." Jawab Aldo dengan tangan memegang erat jemari-jemari lentik milik Tasya.
Senyuman yang ia coba untuk di paksakan. Namun, sekarang harus berubah dengan senyuman kecut. Tidak ada raut kebahagiaan yang terlihat di wajah cantik Tasya.
"Syah, kamu kok diam. Apa kamu tidak mau bertemu dengan mama," ucap Aldo dengan tatapan penuh selidik.
"Bu-kan begitu, Al." Tasya mencoba menyela ucapan Aldo.
"Lantas,"
"Aku hanya belum siap," ujar Tasya.
"Apa aku harus berkata jujur dengan Aldo soal mamanya, apa dia nanti akan percaya dengan apa yang aku katakan. Secara yang Aldo tahu antara aku dan mamanya tidak pernah bertemu," dalam hati Tasya terus berbicara seakan-akan dirinya ragu untuk di pertemukan oleh orang tua dari kekasihnya itu tersebut.
"Hanya perkenalan saja, toh aku juga belum ada keinginan untuk menikah muda." Saat Aldo berkata seperti itu. Seketika runtuh dunia Tasya, berharap jika kekasihnya mau memperjuangkannya tapi apa! Yang ada kekecewaan yang ia terima.
Harapan Tasya pada Aldo, ialah bisa menyakinkan mamanya. Akan tetapi, jika Aldo pun masih belum siap apa boleh di kata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Sunmei
2like hadir semangat
mampir iya
2023-01-16
0
Rini Antika
pasti rasanya pedes bgt ya 🤭
2023-01-08
0
Rini Antika
mau aku atau aku mau say?🤭
2023-01-08
1