Episode 2: Dukungan Sang Ibu

Entah sampai sekarang masih dengannya atau tidak, atau bahkan sudah punya yang baru. Jika memang dia adalah jodonya maka pasti akan bertemu kemudian, dan itu besok sesuai pinta sang ibu dari wanita itu.

***

Sepanjang perjalanan menuju ke rumah nya, Rafiq masih memikirkan wanita yang pernah dia sukai semasa SMA dulu itu. Wanita pertama yang dia sukai yang berhasil membuat diirinya pernah menyatakan cinta. Tapi ditolak karena telah berpawang.

Merasa maklum dengan penolakan itu, tidak sedikit pun membuat Rafiq sakit hati. Rafiq sangat menghargai keputusan itu. Sempat dia mengucapkan kalimat terakhir nya pada Samira saat itu, bahwa dia akan menunggu jika nanti Samira tak berpawang lagi.

Tapi saat ini, dia terpikir apakah Samira sama sekali tidak mengenal nya saat pertemuan tadi di rumahnya itu, ataukah dia tak mau cinta nya ditunggu olehnya atau bahkan pura pura tidak mengenali nya. Semua masih teka teki sampai hari esok tiba, dimana sesuai pinta sang Ibu wanita itu, untuk dirinya dapat mengantarkan putri tunggal nya itu ke kampus dan akan menanyakan secara langsung padanya, apakah dia telah berpawang atau belum.

Bukannya tidak ada wanita yang mau pada Rafiq, sehingga harus menunggu sesuatu yang belum pasti. Itu karena sifat setia yang dimilikinya yang membuat dirinya sangat susah untuk melirik wanita lain.

Dalam hal mencari pasangan, Rafiq sangat berhati hati. Dia selalu meminta pendapat ibu nya untuk masalah ini. Pernyataan cinta nya pada Samira dulu adalah salah satu tindakan nya yang sangat berani yang pernah dilakukannya. Hal itu bukan tanpa sebab, karena dia yakin bahwa wanita yang disukainya itu telah memenuhi kriterianya dan juga Ibunya.

Rafiq adalah tipe pemuda yang cukup pendiam, cerdas, dan menurut sebagian teman teman wanitanya dia sangat tampan dan berpikiran dewasa. Itu sebabnya banyak wanita yang mendekatinya sejak dia duduk di bangku SMA dulu hingga sekarang.

Pernah kedua kalinya menyatakan cintanya pada wanita yang kedua yang dia sukai waktu semasa dia kuliah dulu. Sempat menjalaninya hampir setahun hingga akhirnya Rafiq sendiri yang meninggalkan wanita itu, karena kedapatan memiliki pria lain. Sebab alasan itu dan sejak saat itulah sampai dengan sekarang level kehati hatian Rafiq dalam memilih calon pasangan hidupnya meningkat.

Bukan menutup hatinya rapat rapat. Tetapi dia tidak ingin kecewa pada akhirnya nanti. "Bukannya mencegah lebih baik dari pada sakit pada akhirnya ?..." begitu pikirnya.

Sedikit tersadar dari lamunannya, Tak terasa mobil yang ditumpanginya sampai di depan sebuah supermarket tak jauh dari rumah mereka. Hanna meminta supir pribadi keluarga mereka, Mang Husain untuk singga sebentar membeli buah.

"Nak, Bantu Ibu" pinta Hanna sambil membuka pintu mobil. Tak perlu persetujuan dari Rafiq, dia pun sangat yakin anaknya akan membantunya. Walaupun permintaannya tak terucap sekalipun, anak keduanya itu akan dengan senang hati membantunya.

"Baik bu" jawab Rafiq yang baru saja sadar dari lamunan panjangnya.

Sesampainya, Hanna segera menuju ke tempat buah dan nemilih beberapa buah yang segar agar dapat bertahan beberapa hari.

"Banyak sekali bu buahnya, buat apa?" tanya Rafiq yang melihat keranjang belanja yang dibawanya kini dipenuhi buah buahan beragam warna.

Tak menjawab pertanyaan anaknya, Hanna segera menuju kasir yang diikuti anaknya dari belakang.

"Di bagi dua kantong ya" ucap Hanna pada petugas kasir dan segera mengeluarkan beberapa lembar uang dan membayar sesuai harga yang tertera di mesin kasir.

"Ini pegang, ini untuk kamu bawa besok ke rumah bu Dianna" ucap Hanna menyodorkan satu kantong buah ke arah Rafiq.

Rafiq yang baru saja mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang ditanyakan pada ibunya tadi, lantas tersenyum. Inilah salah satu alasan yang membuat Rafiq selalu menjadikan ibunya sebagai tempat untuk mencurahkan perasaannya terhadap wanita. Ibunya sangat mengerti situasi dirinya. Bahkan situasi yang sekarang ini.

Beberapa menit mobil menempuh jalanan yang cukup ramai itu, akhirnya mobil berhenti tepat di depan rumah mereka.

"Besok tepati janjimu pada Bu Dianna" pinta Adnan dan kemudian segera turun dan masuk ke dalam rumah.

"Baik Ayah" ucap Rafiq kemudian menyusul sang ibu yang telah keluar lebih dulu hampir bersamaan dengan Ayahnya.

***

TOK! TOK! TOK!

"Nak, sudah tidur?"

"Belum bu, baru selesai mandi"

"Bisa Ibu masuk" pinta Hanna yang berharap malam ini dia dapat memberikan sedikit wejangan sebelum anaknya bertemu dengan Samira esok harinya. Bukan untuk memaksa dirinya agar segera menikahi wanita itu, tetapi lebih kepada meminta Rafiq untuk memastikan dulu Samira mau diajak menikah atau tidak.

"Iya bu"

Hanna kemudian masuk dan duduk di atas kasur milik anaknya. Nampak Rafiq sedang merapikan bajunya yang dikenakannya tadi pada sebuah keranjang baju kotor.

"Bukannya dia tipemu?" Tanya Hanna menggoda anaknya itu untuk mau menceritakan semua isi pikirannya sepulang tadi.

"Jika dia menurutmu masuk dalam kriteriamu, jadikan dia calonmu lagi. Mungkin saat ini Samira tidak berpawang. Siapa yang tau. Ibu akan selalu mendukung apapun pilihanmu. Asalkan wanita dari keluarga yang baik baik. Tidak perlu berasal dari keluarga kaya atau berpendidikan. Yang terpenting bisa menjaga kamu dan nama baik keluarga kita. itu sudah cukup"

"Baik Bu, nanti dilihat bagaimana selanjutnya. Berpawang atau tidak, itu masalah belakangan. Belum tentu juga dia suka aku kan Bu?"

"Ibu dan Ayah tidak memaksamu untuk segera menikah. Tapi kamu juga harus mengerti bahwa Ibu dan Ayah sudah merindukan seorang cucu dari kamu"

"Baik bu, Rafiq akan coba menjalaninya. Mudah mudahan Samira suka Rafiq juga bu"

"Jangan lemas dong, kalau suka ya harus diperjuangkan, kalau itu mustahil barulah lepaskan. Walau kata pepatah mengatakan tidak ada yang mustahil di dunia ini, maka hal itu tidak berlaku untuk hal ini. Kamu jangan paksakan rasa seseorang, karena nanti akan membuatmu menyesal di akhirnya nanti"

"Itulah Bu yang Rafiq takutkan, bagaimana nanti jika Samira tidak menyukaiku dan rasa suka yang dia tunjukan hanyalah dipaksakan karena ibu dan Ayahnya"

"Yakinlah, rasa suka itu akan tumbuh dengan sendirinya, walau harus sedikit perlu bersabar" ucap Hanna meyakinkan.

"Jangan lupa besok, jangan sampai telat. Berpakaianlah yang terbaik. Ingat first impression akan susah dilupakan" lanjut Hanna yang mulai berdiri dari duduknya dan menuju pintu kamar untuk bersiap keluar.

"Baik Bu, Do'a kan saja, sisanya percayakan saja pada Rafiq"

TING!...

Notifikasi tanda pesan masuk berbunyi dari ponsel milik Rafiq yang diletakkan diatas nakas kayu dekat ranjangnya selang beberapa menit setelah ibunya keluar dari kamarnya.

Segera dirinya meraih ponsel miliknya dengan tangan kiri dan melihat ke layar ponsel yang disana terdapat tulisan '1 pesan masuk'. Dan kemudian mengkliknya.

Benar saja, janji Dianna untuk mengirimkan nomor anaknya dan waktu putrinya akan berangkat ke kampusnya itu, telah sampai kepada tujuan yang ditandai centang dua berwarna biru di ponsel milik Dianna.

"Semoga saja cara ini akan berhasil" batin Dianna.

Keinginan Dianna untuk menjodohkan Samira dengan Rafiq semakin kuat ketika melihat pemuda tampan itu pertama kali, sungguh sangat pantas dijadikan sebagai seorang menantu. Tata krama dan kesopanan yang diperlihatkan Rafiq membuat Dianna harus berusaha sedikit lebih untuk menjodohkan putrinya dengannya.

Sementara itu, Rafiq sedang mengetikkan sesuatu untuk menjawab pesan tersebut.

"Baik tante, besok Rafiq pastikan akan datang tepat waktu" begitu pesan yang diketikan dan dikirimkan Rafiq yang membuat bibir Dianna tersenyum dan menghembuskan nafas sekali penuh kelegaan.

***

Bantu dukung karya ini dengan cara Like, Comment, dan tambahkan di rak buku Anda. Terimankasih

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!