Zee menjatuhkan tubuhnya diatas kasur, kedua matanya menerawang memandangi langit-langit kamarnya, tak menyangka diusianya yang ke 17 ia bahkan sudah berstatus menjadi tunangan dari seorang pria bernama Sultan Haryaka Al-tezza.
Lalu lusa, ia akan tinggal bersama pria itu, CK! memikirkan nya saja ia sudah malu sendiri.
Disela lamunannya tiba-tiba ia teringat sesuatu, cepat Zee beranjak dari kasur, kemudian memilih duduk dipinggir ranjang tersebut, celingukan mencari ponsel miliknya yang entah dimana.
"Kebiasaan deh lupa naroh kan?" gerutunya memarahi dirinya sendiri.
"Nah ini dia." ucapnya girang saat berhasil menemukan yang ia cari.
Setelahnya Zee pun kembali pada posisi semula merebahkan tubuhnya di atas kasur, lalu mengusap layar benda tipis berukuran 6,53 inci tersebut dan masuk pada sebuah pesan chat untuk mengirimi pesan pada seseorang.
Zee.
(Val, cowok yang waktu itu bikin Lo masuk Rumah sakit, Arjuna kan namanya?) send Valentino.
Zee memeluk ponsel seraya menggigit bibirnya menunggu balasan dari sahabatnya itu.
Klunting!
Valentino.
(Iya, kenapa Lo tumben nanya-nanya soal gituan, Lo mulai dukung gue jadi tukang tawuran.?)
Bibir Zee mengerucut, bisa-bisanya Valentino berpikir begitu.
Zee.
(CK, mana ada gue begitu! udah ah gue mau tidur.)
Valentino.
(Gitu doang?)
Zee.
(Ya iya, emang apalagi?)
Valentino.
(Oke deh princess, selamat tidur! jangan lupa mimpiin gue!)
Zee men desah, gadis itu melemparkan ponselnya keatas kasur disampingnya.
Berdecak sendiri dengan pertanyaan konyolnya barusan, nama Arjuna pasti banyak kan, bukan cuma adiknya Sultan, ah memikirkannya membuat ia tiba-tiba jadi mengantuk, dan memutuskan untuk segera tidur, namun ketukan didepan pintu membuat kedua matanya terbuka kembali gadis itu mengerjap lalu beranjak menghampiri pintu.
"Lho, pa?" tanyanya saat mengetahui siapa yang datang kekamarnya.
"Maaf papa ganggu, Zee belum tidur kan?"
"Eh, belum sih."
"Papa mau bicara sebentar Zee."
"Oh yaudah, papa masuk aja deh." gadis itu melangkah terlebih dahulu kembali menuju kasurnya, "Duduk sini pa." menepuk sisi ranjang disebelahnya.
"Papa mau ngomong soal apa?"
"Begini Zee, kamu tahu sendiri kan, kalau keadaan mama seperti apa? jadi, tidak apa-apa kan nak, kalau besok papa tinggal kesingapura?"
"Secepat itu pa, bukannya lusa ya."
"Harusnya sih memang begitu, tapi keadaan mama_"
"Yaudah." cepat Zee menyela.
"Besok sore papa berangkat, jadi paginya papa akan urus kepindahan kamu ke rumah om Arthur."
"Pa?"
"Ya."
"Euhm, apa nggak sebaiknya aku tinggal sendiri aja dirumah ini pa, kan ada bibi juga jadi nggak masalah kalau pun papa nggak disini."
"Zee, dengar papa nak, kamu itu putri papa satu-satunya dan papa nggak mau kalau sampai terjadi sesuatu sama kamu, bi Imah akan tetap bersama kamu, dia akan bekerja juga dirumah om Arthur, dan secara khusus akan memenuhi semua kebutuhan kamu."
"Kenapa papa bisa sepercaya itu menitipkan Zee sama mereka?"
Akmal menghela napas, lalu menatap putrinya dengan tatapan lembutnya seperti biasa, "Sayang, dengar papa nak, papa sudah mengenal om Arthur dari sejak dia lulus SMA, lama sekali! dulu waktu pertama kali papa bertemu sama dia, dia sudah menikah, bahkan pernikahannya terjadi pada saat dia masih duduk di bangku SMA."
Zee tampak mengerjap, "Masa sih pa?"
"Iya, nggak percaya? coba aja kalau kamu nanti berada disana langsung tanya sama orangnya, dan buktikan kalau ucapan papa ini benar adanya, dan bukan sembarang mengarang."
"Jadi, intinya papa sangat mengenal keluarga mereka Zee, dan papa yakin mereka akan menjagamu dengan sangat baik, terlebih om Arthur dan tante Dara sangat senang jika dirumah mereka ada seorang gadis, kamu tahukan anak om sama tante dua-duanya laki-laki."
"Tapi pa_"
"Kenapa lagi?"
"Kalau misalkan aku kangen sama papa gimana?"
"Ya, tinggal telpon papa nak."
"Papa jangan lama-lama ya disana."
"Ya tergantung gimana kondisi mama sayang."
"Sudah ya, sekarang lebih baik kamu istirahat, jangan lupa besok pagi-pagi siapin barang-barang kamu yang mau dibawa, atau minta bantuin bi Imah."
"Iya pa."
*
"Gimana, udah siap?" tanya Akmal, pada Zee yang pagi ini terlihat tak bersemangat.
"Udah pa." Zee meraih tangan Arin, lalu mencium dan mengusap tangan itu pelan, "Mama cepat sembuh ya, Zee bakalan kangen banget sama mama." ujar Zee seraya berjongkok dihadapan Arin yang saat ini tengah duduk dikursi roda.
Arin memang bukan ibu kandungnya, namun Zee sangat menyayangi wanita tersebut.
"Zee sehat-sehat disini ya sayang." balas Arin lirih, tubuhnya tampak lemah dan tak bertenaga.
"Iya ma, mama juga harus sehat, dan cepat kembali kesini."
"Iya sayang."
"Ayok berangkat Zee, barang-barang kamu udah masuk mobil semua tuh." ujar Akmal, membuat Zee menghela napas berat, memeluk Arin sebentar lalu masuk kedalam mobil terlebih dulu.
"Kalau ngantuk tidur aja Zee, nanti kalau udah sampai papa bangunin."
"Nggak deh pa."
"Yakin? rumah om Arthur jauh lho."
"Nanti kalau tidur, muka Zee jadi berantakan pa."
Akmal tampak terkekeh, seraya mengusap pelan kepala putrinya, "Malu ya mau ketemu calon suami."
"Ih papa, apaan deh!"
Akmal tergelak, "wajahnya merah tuh." ledeknya membuat Zee membrengut.
"Ahh.. nggak kerasa ya Zee, kamu udah gede aja sekarang, dan sebentar lagi udah jadi milik orang, CK nyesel papa cuma punya anak satu."
"Salah siapa, bukannya bikin yang banyak."
Akmal kembali tergelak, "Ya kalau bisa udah papa buat yang banyak Zee, tapi sayangnya hal itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, mama Maira meninggal saat melahirkan kamu, lalu mama Arin_ ya seperti yang kamu tahu keadaannya seperti apa."
Zee menoleh kearah sang papa, ia dapat melihat raut wajah sedih sang papa yang tergambar jelas di wajah tampannya.
"Maafin Zee ya pa."
Cepat pria paruh baya yang masih terlihat awet muda itu menoleh menatap bingung kearah Zee.
"Maaf buat apa?"
"Maaf karena Zee mama jadi meninggal."
Akmal menggeleng, kembali tangannya terangkat mengusap kepala Zeela lagi, "Nggak sayang, ini bukan salah kamu, ini takdir! dan papa tidak pernah menyesalinya, kamu adalah harta paling berharga papa yang ditinggalkan mama kamu, papa sangat menyayangimu."
"Terimakasih pa, tapi seandainya Zee nggak ada, mungkin mama dan papa masih terus bersama dan hidup bahagia."
"Dengan lahirnya kamu, papa sudah cukup bahagia nak, karena papa bisa menjadi seorang ayah, seperti kebanyakan orang-orang pada umumnya."
"Euhmz papa, Zee sayang papa." gadis itu beringsut memeluk tubuh sang papa, dan keduanya kini saling berpelukan satu sama lain, membuat mang Amir sopir pribadinya merasa terenyuh dan ikut tersenyum melihat ayah dan anak yang terlihat saling menyayangi itu.
*
*
Terimakasih para readers yang sudah mampir kesini, 🤗🤗🤗 oh iya Novel ini adalah sequel dari Novel yang berjudul Playboy Jatuh Cinta, yang belum baca, coba diintip ya, bab nya cuma sedikit kok, cuma 31 bab aja, terimakasih 😊🙏
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Ningrum
siap kak
2022-12-25
0
Tatin Wahyuni
kayaknya pernah baca dechh, yg anak2 sma itukan
2022-12-24
2