Setelah memastikan semua aman, Ana segera bersiap-siap. Menggunakan kaos putih polos dan celana jeans-nya, dipadukan dengan jaket kulit miliknya membuat Ana seperti anak berandalan. Tak lupa topi dan sepatu kets nya juga. Setelah itu ia mengambil ransel yang sudah ia siapkan sebelumnya dan memakainya.
Ana berjalan mengendap-endap keluar dari kamar. Jalannya sedikit cepat, tapi ia berusaha untuk tak menimbulkan suara. Sesekali pandangannya mengamati sekitarnya.
Setibanya di dekat pos satpam, ia tersenyum menyeringai saat melihat dua penjaga gerbang rumahnya yang tampak tertidur sambil menonton televisi.
Kriettt
Dengan pelan-pelan Ana membuka pintu gerbang tinggi itu tanpa membuat kedua penjaganya terbangun. Tak lupa pula ia menutup kembali gerbang itu setelah berhasil keluar dari sana.
'Yes.' teriak Ana dalam hati saat ia sudah berhasil keluar dari sangkar emas yang diciptakan sang Papa untuk dirinya.
'Maafkan Ana, Ma, Pa. Ana belum siap menjalani hidup seperti yang Papa inginkan,' batin Ana seraya mulai berjalan menyusuri jalanan.
Suasana gelap tak membuat Ana merasa ketakutan. Meski hanya lampu jalan yang menjadi alat bantunya, tak menyulut semangat dalam diri Ana yang ingin meninggalkan rumahnya.
Tinggal dikawasan kompleks perumahan elit, membuat Ana harus berjalan lebih jauh untuk bisa mencapai jalan raya.
*hosh
hosh*
Napas Ana terdengar ngos-ngosan setelah berjalan hampir tiga puluh menit lamanya. Kini ia sudah sampai di jalan raya. Di tempatnya berdiri, Ana bisa melihat papan minimarket yang buka dua puluh empat jam.
Kedua mata Ana berbinar. Lalu dengan langkah tergesa-gesa ia berjalan menuju minimarket tersebut.
Setibanya di sana, Ana segera memasuki minimarket dan membeli beberapa makanan dan sebotol air mineral.
Setelah mendapatkannya, Ana duduk di depan minimarket seraya menikmati makanan yang tadinya ia beli.
'Ah, enaknya.' batin Ana saat merasakan perutnya mulai penuh. .Bahkan ia sampai bersendawa dibuatnya.
Ana mulai memikirkan bagaimana hidupnya kini kedepannya. Ia tak tahu tujuan kemana ia pergi. Sedangkan untuk menghubungi sahabatnya Ana tak bisa. Ia tahu jika bersama keduanya, Papanya bisa mengetahuinya.
''Aku harus kemana?'' ucap Ana bertanya pada dirinya sendiri. Membayangkan bagaimana kehidupannya setelah keluar dari rumah yang selama ini menjadi tempat bernaungnya.
Disaat dirinya tengah sibuk memikirkan bagaimana hidupnya kini, terlihat sebuah mobil Porsche mewah berhenti di depan minimarket tersebut.
Ckittt
Suara pedal rem yang diinjak membuat kesadaran Ana kembali. Ia melihat seorang laki-laki gagah yang turun dari mobil tersebut.
Laki-laki itu berjalan santai sambil mengangkat telepon menuju ke dalam minimarket.
'Haruskah?' tanya Ana dalam hati saat sebuah ide melintas begitu saja di benaknya.
Kemudian ia menoleh ke dalam minimarket melalui kaca jendela. Ia melihat laki-laki pemilik mobil itu tengah berdiri di depan lemari minuman dengan masih bertelepon ria.
''Ah, whatever. Yang penting aku pergi dulu. Jika nantinya ketahuan, aku akan pergi lagi. Huft,'' putus Ana begitu saja. Lalu dengan cepat ia berjalan menuju mobil mewah tersebut.
Ia tahu jika tadi sang pemilik mobil itu tidak menguncinya. Jadi Ana bisa leluasa masuk ke dalam sana.
'Di sini sajalah,' batin Ana lalu ia membuka kap mobil belakang. Dengan cepat ia masuk ke dalam sana dengan posisi meringkuk. Bertepatan dengan Ana menutup kembali kap mobil, laki-laki pemilik mobil itu juga tampak keluar dari minimarket sambil memegang sebuah kaleng minuman sejenis kopi instan.
''Oke, Pa. Akan aku bereskan, nanti. Ya sudah, Aku berangkat dulu, Pa. Nanti kalau sudah sampai di sana aku akan mengabari Papa dan Mama.''
''....''
''Hm, Love you too,'' ucap laki-laki itu lalu panggilan tersebut terputus.
Setelah itu laki-laki tadi segera menjalankan mobilnya meninggalkan tempat itu. Membelah jalanan sepanjang kota Surabaya yang saat ini tengah lenggang. Dikarenakan saat ini menunjukkan waktu lewat tengah malam.
'Mau kemana perginya nih orang ?' tanya Ana dalam hati. Sejak tadi mobil yang ditumpanginya itu belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Itu membuatnya semakin was-was saja.
'Tak mungkin kan, mau ke luar kota? Eh, tapi tak masalah juga, kan? Semakin menjauh dari Surabaya, semakin baik.' imbuh Ana.
Saat ini yang ada di benaknya hanya ingin menjauh dari kedua orang tuanya sebentar. Ia masih belum siap menjalani biduk rumah tangga. Ana masih terlalu muda untuk menjadi seorang istri apalagi seorang ibu.
Ia masih ingin menjadi lebih sukses agar bisa membuktikan kepada seluruh orang jika dirinya bisa berdiri diatas kaki nya sendiri tanpa embel-embel orang tuanya terlebih nama besar sang Papa.
'Semoga keputusan yang aku ambil ini sudah tepat, Tuhan.' ucap Ana dalam hati berdoa kepada Tuhan-nya.
Semakin lama mata Ana semakin berat hingga tanpa sadar ia tertidur di dalam kap mobil belakang tersebut.
Setelah menempuh perjalanan hingga beberapa jam lamanya, kini mobil mewah tersebut tibah di depan sebuah pagar besar nan megah.
*Tin
Tin*
Suara klakson mobil itu seketika membangunkan Ana yang tadinya tertidur. Tanpa sadar ia ingin beranjak namun kepalanya langsung terbentur kap mobil.
''Aduh,'' ucap Ana sambil memegangi kepanya yang terasa pening. Ana sampai memijitnya perlahan karena memang benturan di kepalanya tadi lumayan keras.
Ana merasakan mobil itu kembali berjalan setelah tadi berhenti.
Karena rasa ingin tahunya yang tinggi, membuat Ana membuka sedikit kap mobil itu. Kedua mata Ana bisa melihat sebuah gerbang tinggi nan megah, melebihi pagar rumahnya. Bahkan terlihat tiga kali lebih besar dari miliknya.
Lalu tiga orang pria yang sudah berumur berpakaian sama seperti pakaian penjaga rumah.
''Apa mereka satpam rumah?'' tanya Ana sendiri. Semakin lama pandangan mata Ana melihat pemandangan yang ada di depan matanya.
Ia kini yakin jika sekarang dirinya tengah berada di dalam kawasan rumah atau mansion milik laki-laki tadi.
Ckitt
Ana bisa merasakan mobil itupun berhenti dengan sempurna. Terparkir di sebelah mobil yang sama mewahnya namun berbeda warna saja.
Tak lama kemudian terdengar suara pintu depan terbuka. Lamat-lamat Ana bisa mendengar suara laki-laki tadi dengan seorang wanita paruh baya.
''Tolong ambilkan barangku di dalam, Bi.'' ucap laki-laki itu dengan asisten rumah tangganya.
''Baik, Den'' jawab wanita tua itu.
Suara langkah kaki mulai menjauh membuat Ana menghela napas leganya. Namun belum juga lega itu hilang semua, terdengar lagi suara yang membuat dirinya merasa deg-degan.
''O iya, Bi. Di bagasi belakang ada sebuah tas kecil berisi kue kering bikinan Mama. Bagikan kepada semua pelayan ya,'' ucap laki-laki itu.
deg..deg
Jantung Ana berdetak lebih kencang mendengar ucapan laki-laki itu.
''Mam***. Itu artinya aku akan ketahuan,'' ucap Ana.
''Siap, Den Rizal. Nyonya besar memang yang terbaik, hehe.'' ucap Bibi itu lagi.
'Jadi namanya Rizal?' ucap Ana dalam hati. Ia semakin dibuat penasaran dengan sosok laki-laki yang ditemuinya tadi malam itu.
Belum juga ia tersadar dari lamunannya, kap mobil itu tiba terbuka dan membuat terkejut Bibi yang tadi hingga membuatnya menjerit histeris.
Aaaaa
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
Eka Elisa
waduh....smoga kmu ikut orang baik ya ana....dn kmu bisa buktiin ma papa mama kmu lok kmu bisa suksess dn mndiri tnpa mreka...
2022-12-25
4