Hari semakin berlalu. Besok adalah hari dimana pertunangan antara Ferdian dengan Ana dilaksanakan. Sejak pagi Ana sudah frustasi memikirkan bagaimana caranya agar ia bisa diam-diam keluar dari rumahnya.
''Bagaimana ini? Aku harus segera keluar dari sini sebelum Papa dan Mama pulang dari acara kantor Papa.'' ucap Ana sambil menggigit-gigit kecil kukunya. Ia sejak tadi terlihat mondar-mandir di dalam kamar tersebut.
Ting
Sebuah ide muncul di benak Ana. Kemudian ia menelepon nomor temannya.
*tutt
tutt
tutt
"Halo*,"
"Halo, Manda? Kamu diman sekarang?" tanya Ana.
"Ini aku masih ada di cafe. Ada apa?"
"Aku mau minta tolong sama kamu," ucap Ana.
"Minta tolong apaan nih?"
Kemudian Ana menceritakan semuanya kepada sahabatnya yang bernama Amanda itu. Bahkan Amanda sampai dibuat geram karena sikap Ayah Ana yang terkesan menjual putrinya hanya untuk keberhasilan pemilu tahun depan.
Amanda tak mengira jika semua itu terjadi kepada sahabatnya sendiri. Selama ini ia hanya tahu hal-hal seperti itu di novel ataupun serial televisi. Ternyata ada yang nyata dan kini menimpa sahabatnya.
''Baiklah. Nanti aku akan memerintahkan pegawai ku dan akan mengirimkannya ke alamat rumah orang tua mu dengan dalih kiriman paket untukmu. Bagaimana?'' tanya Amanda.
''Yeah. Good idea, Manda. Thanks ya,'' ucap Ana yang berterima kasih kepada sahabatnya itu yang mau membantunya.
''Please, stop berkata seperti itu. Kita sahabat, bukan? Sebagai sahabat kita sudah sewajibnya saling menolong, An.'' ucap Manda.
''Kamu memang yang terbaik, Besti.'' sahut Ana.
''By the way, kamu mau kemana, An? Bagaimana kalau ke tempatku saja?'' tawar Amanda setelah ia mengetahui rencana Ana.
''No, jangan Manda. Aku tahu bagaimana peringai Papa. Dia pasti akan mencarimu dan Bella saat mengetahui aku kabur,'' ucap Ana.
''Tenang saja. Aku tak akan memberitahunya, An.'' ucap Amanda.
''Thanks, Manda. Nanti kamu kasih tahu Bella, ya? Aku tak sempat untuk menghubunginya. Oh iya, mungkin untuk beberapa waktu kedepan aku gak akan menghubungi kalian. Karena aku berencana untuk tidak membawa ponselku. Aku takut jika Papa melacak keberadaan ku menggunakan nomor ponselku.'' ucap Ana.
''Lalu, bagaimana dengan kebutuhanmu, An?'' tanya Amanda khawatir.
''Don't worry. Aku ada simpanan cash di brankas kok.'' jawab Ana.
''Catat saja nomorku kalau nantinya kamu butuh bantuanku, An. Jangan sungkan,'' ucap Amanda.
''Iya, beb. Thanks ya,'' setelah itu Ana dan Amanda mengobrol santai terkait keseharian mereka.
Setelah panggilan tersebut terputus, Ana langsung menuju ke brankas pribadinya yang ia letakkan di dalam lemari pakaiannya.
Ana mengambil tas ransel hitam miliknya yang tak terlalu besar tapi tak terlalu kecil. Ia memasukkan semua uang cash pecahan seratus ribuan yang berjumlah lima gepok ke dalam tasnya. Lalu beberapa perhiasan miliknya, serta surat-surat berharga yang nantinya akan berguna bagi kelangsungan hidupnya nanti.
''Done,'' ucap Ana sambil tersenyum puas melihat persiapannya.
Lalu Ana meletakkan tas ranselnya itu di bawah kolong ranjangnya agar tak diketahui oleh orang lain. Setelah itu ia kembali menuju ranjangnya sambil membaca buku novel yang beberapa waktu lalu ia beli.
*Tok
tok
tok*
Terdengar suara ketukan dari luar pintu yang menyentak Ana. Dengan langkah tergesa ia menghampiri pintu kayu itu dan membukanya.
Ceklek
"Ada apa, Bi?" tanya Ana.
"Ini, Non. Ada paketan untuk Non Ana," ucap Bu Asih yang merupakan kepala asisten rumah tangganya.
"Oh, iya. Terimakasih ya, Bi." ucap Ana sambil menerima sebuah kotak besar bertuliskan namanya sebagai penerima barang.
'Kenapa Segede ini ya?' batin Ana bertanya-tanya mengapa kotak paketnya sangat besar. Sedangkan pesanannya hanya berbentuk sebuah botol kecil.
"Kalau begitu, Bibi ke bawah dulu Non." ucap Bi Asih.
"Iya, Bi. Terimakasih ya, Bi." ucap Ana sekali lagi.
"Iya, Non. Non Ana mah, kayak sama siapa saja," sahut Bi Asih sambil tertawa.
Lalu Bi Asih pergi dari sana. Sedangkan Ana segera masuk ke dalam kamarnya dan mengunci pintunya.
Ceklek
Ana segera mencari cutter untuk membuka kardus besar itu. Betapa terkejutnya saat Ana melihat apa yang ada di dalam kotak kardus besar tersebut.
''Oh, my God. Amanda benar-benar...'' Ana sampai geleng-geleng kepala melihat tingkah polah sahabatnya - Amanda. Betapa tidak kesal saat Ana melihat banyaknya camilan dan kue-kue kesukaan ana di dalam sana.
Melihat secarik kertas di disana, Ana segera mengambilnya.
...^^^*To : Beloved Besti^^^...
...Tak beliin makanan kesukaan mu, Besti. Bisa buat bekal di perjalanan panjangmu. Xixixi...
...Keep healthy ya Besti, Love you full ❤️...
...from : A...
"Ck, Dasar. Emang kurang kerjaan si Manda itu," ucap Ana sambil mengeluarkan semua isi dari kotak besar itu. Lalu pandangannya tertuju pada sebuah botol kecil di sana.
''Ini dia,'' ucap Ana sambil tersenyum tipis mendapatkan apa yang ia inginkan.
''You're the best, Besti.'' ucap Ana.
Setelah itu ia melihat ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul empat sore. Itu artinya sudah waktunya bagi para pelayan dirumahnya untuk bersiap-siap menyiapkan makan malam mereka yang biasa diadakan setiap pukul tujuh tepat.
''Aku mandi dulu, ah.'' ucap Ana sambil beranjak dari sana. Lalu ia meletakkan botol kecil itu di nakas miliknya.
Setelah hampir empat puluh menit, akhirnya Ana selesai dengan ritual mandi dan dandannya.
''Let's go. Saatnya beraksi,'' ucap Ana dengan semangat empat lima. Tak lupa ia mengantongi botol kecil itu di saku celana jeans-nya yang sepanjang lututnya tersebut.
Benar saja. Setibanya di dapur, ia melihat tiga orang pelayan yang mulai mengambil dan memilah-milah sayuran segar yang akan dibuat menjadi olahan makanan mereka.
''Bi Asih?'' panggil Ana. BI Asih yang tadinya sedang menyiapkan bumbu seketika menoleh.
''Ada apa, Non? Non Ana perlu sesuatu?'' tanya Bi Asih.
''Enggak, Bi. Ana mau bantu-bantu Bi Asih masak. Ana bosan gak ada kerjaan seharian.'' ucap Ana sambil memperlihatkan wajah cemberutnya.
''Tapi Non. Nanti Bibi dimarahin sama Tuan dan Nyonya,'' ucap Bi Asih yang menolak permintaan dari anak majikannya itu. Sebagai kepala asisten rumah tangga, Bi Asih tak mau ambil resiko jika nanti Tuan dan Nyonya nya marah karena melihat putri semata wayangnya mereka berkutat di dapur bersama para pelayan.
''Sudahlah, Bi. Biasanya kan Ana juga bantuin Mama kalau Mama lagi masak,'' ucap Ana sedikit memaksa. Ia harus bisa melancarkan aksinya malam ini. Dan semua itu tergantung bagaimana ia saat ini.
Setelah menimbang - nimbang ucap Nona-nya, akhirnya dengan berat hati Bi Asih memperbolehkan Ana untuk membantu mereka memasak makan malam hari ini.
Dengan senyum yang mengembang sempurna, Ana menikmati aksinya kali ini. Meski ada rasa bersalah di dalam hatinya, tapi ia tak punya pilihan lain. Ia hanya berdoa jika perbuatannya kali ini tak menimbulkan efek serius bagi semuanya.
'Maafkan Ana, Ma, Pa. Semua Ana lakukan demi masa depan Ana,'
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
◌⑅⃝●♡⋆♡LOVE♡⋆♡●⑅⃝
baik sih sahabat,tapi kalo ketauan gimana
2023-06-02
0
Eka Elisa
smoga misi kbur mu brhasil ana...
2022-12-23
2
anggita
ditiap novel kata 'Ceklek' mesti ono. pas pintu dibuka😊🙏
2022-12-23
1