Brak!
Lelaki muda pembawa kayu bakar yang menolong Karen, tiba-tiba mendobrak masuk pintu rumah Margaret, dengan raut panik. Karen segera mengibaskan selimut hangatnya, sementara Margaret yang hendak memasak, buru-buru menghampiri pemuda itu.
“Ada apa, Nak?” tanya Margaret cemas.
Tatapan lelaki muda itu ditujukan pada Karen. “Kamu harus cepat keluar dari sini! Wanita itu mencarimu di tengah kota!”
Lelaki itu kemudian menyeret paksa tangan Karen, meskipun meronta, dia tak peduli. Margaret hanya bisa mengisyaratkan Karen untuk tetap tenang dan teguh pada rencana yang tadi sudah dia rencanakan.
“Kamu harus cepat pergi, lewat sini. Ini jalan tercepat untuk sampai ke rumahmu!” Lelaki itu menunjukkan pada Karen jalan yang sempat dia lewati saat menuju rumah Margaret.
Karen mengangguk dan berterima kasih, lalu berlari secepatnya, saling berkejaran dengan kecepatan mobil Sierra yang mungkin saja sudah putus asa dan memutuskan pulang. Karen tak boleh lengah. Dia merasa, rencana besarnya akan sangat sempurna, jadi dia tak boleh tampak marah di depan Sierra. Kalau perlu, dia bisa bersikap bodoh, dan memainkan peran sebagai istri palsu Martin.
Setelah menempuh perjalanan sekitar sepuluh menit, dengan seluruh telapak kaki yang luka dan memar, akhirnya Karen sampai juga di rumah mewah itu. Dia mulai panik, mondar-mandir tak menentu, bingung harus apa, sementara catatan yang dia tempelkan di pintu kulkas sepertinya sudah diambil oleh Sierra. Itu artinya, Sierra tahu jika Karen tengah berkeliling di hutan di belakang rumah. Sierra tak boleh tahu kalau dia baru saja pergi ke pemukiman warga, atau semuanya akan runyam.
Lima menit kemudian, mobil sedan hitam yang ditumpangi Sierra tiba di rumah. Sierra bergegas masuk, berteriak memanggil-manggil Karen, panik luar biasa. Dan ketika dia mendapati Karen yang sedang duduk santai sambil minum di meja makan, kepanikan di wajahnya luntur seketika.
“Nona, saya mencari Nona kemana pun, tapi Nona tidak ketemu,” ungkap Sierra dengan nafas memburu.
“Aku sudah bilang kan, aku ke hutan belakang rumah,”
Sierra menautkan kedua alisnya. Tiba-tiba sadar bahwa dia panik akibat pikirannya sendiri. Namun, semua itu tetiba memudar ketika Sierra mengamati pakaian yang dikenakan Karen. Pakaian lusuh nan usang, tak bermerk dan itu bukanlah pakaian pemberian Martin. Tuannya itu anti melihat wanita di sekitarnya mengenakan pakaian murahan, dan Karen tak mungkin mendapatkan pakaian itu, kecuali …
“Nona, apakah Nona menikmati makan siang yang kubuatkan?” tanya Sierra.
Karen menautkan alisnya. “I-iya, aku sangat menikmatinya. Tapi karena aku masih kenyang, aku hanya makan sedikit,”
Sierra menyunggingkan senyum samar. “Apakah Nona menyukai riccota-nya?”
Deg! Karen mulai menyadari, pertanyaan Sierra menyimpan unsur menjebak di dalamnya. Sierra ingin memastikan bahwa Karen memang benar-benar hanya berjalan-jalan di sekitar rumah, sehingga harusnya Karen tahu akan makanan yang telah disiapkan Sierra. Padahal, Karen sama sekali belum masuk ke dalam kamarnya.
“Apakah penting buatmu, Sierra?” hardik Karen, berusaha bersikap lebih tegas.
Sierra mengerjap, tak menyangka Karen akan melawannya seketus itu.
“Tugasmu kan hanya memastikan selalu ada makanan untukku. Tak penting apakah aku menyukai masakanmu atau tidak,” gerutu Karen, memukul mundur Sierra dalam satu kali tarikan nafasnya.
Karen melengos pergi, naik menuju kamarnya di lantai dua. Hatinya berdegup kencang selama bersilat lidah dengan Sierra, takut Sierra akan mencurigainya lebih dalam. Meskipun Karen tahu kalau Sierra sudah mulai mencurigainya, namun Sierra tetap tak akan tahu mengenai rencana besar Karen.
Di lain sisi, setelah memastikan Karen sudah masuk ke dalam kamarnya, Sierra segera meraih ponsel dan menghubungi Martin.
“Kurasa kamu harus mulai berhati-hati,” ucap Sierra.
“Apa maksudmu?” tanya Martin dari seberang telepon.
“Sepertinya Karen mulai menunjukkan gelagat aneh,”
“Contohnya?”
“Dia memakai pakaian murahan,”
“Seriously, Sierra. Apakah itu sangat penting? Ayolah, kamu sendiri kan tahu kalau Karen bukan berasal dari keluarga kaya. Dia hanyalah ibu rumah tangga dari seorang karyawan rendahan, Ray White,” tukas Martin geli.
Sierra yang tak senang mendengar ocehan Martin, hanya bisa merengut, meskipun Martin tentu tak bisa melihat ekspresi kekesalannya itu. Kemudian dia mulai mempersiapkan obat yang harus diminum Karen, dengan tatapan pias tak berperasaan.
* * *
Hari-hari yang dilalui Sierra, tanpa gemerlap kehidupan kota, terkurung di tengah hutan di dalam rumah mewah bersama seorang wanita yang tak ingat apapun, membuat Sierra sedikit depresi. Dia merindukan kehidupannya di kota, berpenampilan cantik, menawan, sebagai seorang sekretaris dari Martin Willis, pemilik Fortuna Corp. Namun atas kesetiaan dan loyalitasnya pada Martin, Sierra menyanggupi untuk menjaga wanita pujaan Martin, Karen Stevens, di sini. Lebih tepatnya mengawasi agar Karen tak kabur.
Sierra tak punya banyak pilihan. Martin telah mengangkat derajatnya hingga seperti sekarang, mengingat dulunya dia hanyalah seorang anak yatim piatu yang pemalu dan selalu jadi pecundang. Berkat Martin dan keluarganya, Sierra mempunyai kesempatan untuk mengenyam pendidikan setinggi mungkin dan menjadi wanita pintar yang seksi sesuai impiannya.
“Nona Karen, makan malam sudah siap,” ujar Sierra, mengetuk pelan kamar Karen.
Karen membuka pintu perlahan. Dia telah mengenakan piyama satin mahal pemberian Martin, membuat wajahnya yang cantik makin menonjol malam ini. Sedikit banyak Sierra mulai mengerti, kenapa Martin sangat tergila-gila pada Karen. Meskipun dia tetap saja tak paham dengan tindakan gila Martin, namun Sierra, sebagai sahabat yang baik, ingin menunjukkan kesetiaannya pada Martin.
“Sierra, kapan Martin datang lagi?”
Karena hanya berdua saja, Sierra selalu makan bersama Karen agar tak merasa kesepian. Seperti malam ini, di tengah hutan yang nyaring dengan bunyi hewan malam, Karen dan Sierra menikmati makanan mereka dalam diam.
“Ini masih hari Rabu, Nona. Biasanya Tuan akan datang di hari Jumat sore,” jawab Sierra.
Karen mengangguk, lantas meletakkan sendoknya. “Aku sudah selesai makan,”
Sierra buru-buru menyodorkan nampan kecil berisi obat, seperti biasanya. Karen yang semula sudah berdiri, terpaksa kembali duduk dan berpura-pura menelan obat itu. Lewat sudut matanya, Karen bisa melihat raut puas di wajah Sierra yang terus mengawasi setiap tegukan air yang diminum Karen, memastikan kapsul itu sudah masuk cukup dalam lewat kerongkongan.
“Aku akan langsung tidur, Sierra. Tak perlu membangunkanku, karena aku lelah,” pamit Karen.
Sierra mengangguk sopan, menancapkan pandangannya pada punggung Karen yang mulai naik melewati tangga menuju kamarnya. Setelah itu, Sierra mulai membereskan peralatan makan, mencuci, membersihkan diri dan bergegas masuk ke dalam kamarnya. Meskipun Sierra bertindak sebagai asisten Karen, namun Martin memastikan jika Sierra juga mendapatkan kamar terbaik layaknya anggota keluarga.
Hari yang lelah, Sierra merebahkan dirinya, meregangkan seluruh ototnya yang tegang, dan berniat memejamkan mata. Sebelum secara tiba-tiba, Karen sudah berdiri di samping ranjangnya, mengacungkan sebuah pistol kecil.
“Sebaiknya kamu ceritakan semuanya, atau kutembak kepalamu,”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments