Perkuliahan semester tiga dimulai...
"Alya coba jawab dan jelaskan kepada teman-teman mu pembahasan soal nomor 5" pinta Ibu dosen kepada Alya
"Ya Allah kenapa harus aku yang ditunjuk untuk maju, aku sama sekali nggak tau harus gimana mengerjakan soal itu" batin hati Alya sambil berjalan maju mendekati papan tulis
"Bagaimana Alya ? masa soal seperti itu saja tidak bisa ! Jadi apa yang kamu dapatkan selama satu tahun lebih kuliah ini ? apa yang nantinya akan kamu ajarkan kepada anak murid mu ? sepertinya kamu tersesat masuk jurusan ini ! sudah sana duduk !!!" bentak dosen itu kepada Alya
Kejadian dikelas itu benar-benar membuat Alya malu. Alya semakin merasa tidak pantas berada di jurusan itu. Perkataan dosen yang begitu menusuk terus menerus terngiang-ngiang di kepalanya. Proses belajar yang Ia hadapi hari-hari berikutnya selalu sulit untuk Ia hadapi.
ttiiingggg...
pesan WhatsApp masuk dari Kaffa..
"Assalamualaikum Alya aku sudah diperpus, aku tunggu kamu ya"
Alya hanya membacanya tapi tidak membalasnya
Alya datang kehadapan Kaffa dengan kondisi yang lemas, wajahnya pucat pasih. Seperti tidak ada semangat hidup yang menemaninya saat itu.
"Alya kamu kenapa ? kamu sakit ?" tanya Kaffa menunjukkan kekhawatiran nya kepada Alya
"Aku nggak papa Kaf, cuma kurang istirahat aja lembur ngerjain tugas, aku mau cari buku dulu ya"
tiba-tiba .....
Guubbbrraaakkkkkk...
Tubuh Alya terjatuh pingsan disusul dengan buku-buku yang Ia bawa.
"ALYA AA..!!" teriak Kaffa khawatir
"Mba-mba tolong bantu saya mba" pinta Kaffa kepada orang-orang sekitar untuk membantunya
Alya pun dibawa ke klinik kampus..
Kaffa yang terus berada disamping Alya hanya bisa memandangi nya. Wajah yang teduh namun pucat memenuhi bola matanya. Kaffa sangat mengkhawatirkan keadaan Alya, wanita yang Ia cintai. Dalam hatinya Kaffa ingin sekali mengusap kepala Alya, berbisik lembut di telinganya, memegang tangannya, menciumnya. Tapi itu semua tidak mungkin Kaffa lakukan. Meskipun mereka dekat tapi sampai detik itupun Kaffa tidak pernah menyentuh Alya dengan sengaja.
"Alya.. Alya.. gimana keadaan nya ?" ucap Malika yang datang dengan terengah-engah bersama Anggun dan Nisa
"Masih belum sadar"
"Malika aku minta tolong belikan obat untuk Alya ya, Anggun Nisa aku minta tolong ambilkan barang-barang Alya dikelas ya, Alya nggak mungkin lanjut ikut pelajaran. Nanti kalo sudah sadar aku antar dia ke kosan nya"
*Ceklekkk.. ceklekkk
Suara kunci pintu dibuka, langkah kaki Alya masuk lebih dulu ke kosan nya, diiringi lengan langkah kaki Kaffa. Kaffa langsung ke dapur mengambilkan air minum untuk Alya.
"ini minum dulu" Kaffa menyodorkan air dan obat untuk Alya
*hhiiikkkssss.. hikkksss..
suara tangis Alya tersedu-sedu
"Kenapa kamu menangis Alya ? apa ada yang terasa sakit ?"
"Nggak ada Kaf, aku sedih memikirkan kuliah ku. Aku capek Kaf. Rasanya aku sudah tidak sanggup untuk melanjutkan perkuliahan ini. Ini bukan keahlian ku."
Melihat air mata Alya yang terus jatuh membuat Kaffa tidak tahan lagi. Dipegangnya pundak Alya untuk mendekatkan kearahnya. Diambilnya kepala Alya untuk disandarkan ke bahunya. Ia gerakkan tangannya mengusap kepala agar memberikan ketenangan untuk kesedihan yang Alya rasakan.
"Sudah Alya. Kamu jangan ngomong gitu. Ingat ayah ibu mu di desa. Kamu harus tetap semangat ........................." panjang lebar Kaffa memberikan nasehat nya untuk menyemangati Alya
Kaffa mengusap air mata Alya untuk menghentikan nya. Mata mereka saling pandang. Bergerak bola mata Kaffa kearah bibir Alya yang ranum. Hati Kaffa bergejolak, ingin Ia melakukannya tapi tidak bisa. Ia harus menahan hasratnya. Kaffa hanya bisa mengambil nafas yang panjang untuk menahan semua keinginan nya.
Sejak saat itu Alya semakin sering pingsan. Tubuhnya semakin kehilangan tenaga. Kaffa selalu membujuknya untuk kerumah sakit tapi Alya selalu menolaknya.
*****
Saat dikamar mandi...
"Adduuuhhh" rintih Alya kesakitan
"Kenapa dadaku sakit sekali ya. Benjolan ini semakin besar"
Sebenarnya semenjak Alya sering pingsan, Alya sudah merasakan ada benjolan kecil dibagian dadanya. Tapi Alya tidak pernah menghiraukannya. Yang ada dipikiran Alya saat itu hanyalah bagaimana caranya Ia bisa membuktikan kepada orang-orang bahwa Ia juga bisa mencintai fisika dan ikut andil didalam keilmuannya.
Namun semakin hari benjolan itu perlahan membesar. Semakin besar benjolannya semakin besar juga rasa sakit yang terus Alya tahan. Alya tidak pernah menceritakan rasa sakit itu kepada orangtuanya, kepada temannya apalagi kepada Kaffa.
"Ahhh Ya Allah" teriak Alya kesakitan sambil mencengkram dadanya diiringi dengan tangisnya
"Kamu kenapa Alya ?" tanya Kaffa khawatir
*Gubrakkkkk
Belum sempat menjawab pertanyaan Kaffa, Alya justru lebih dulu pingsan. Tanpa fikir panjang, Kaffa langsung membawa Alya kerumah sakit dibantu oleh Malika dan teman-temannya.
"Hasil tes menyatakan bahwa nona Alya mengidap tumor pay*dara, terlihat jelas kondisi ini sebenarnya sudah lama tapi baru ditangani sekarang. Karena benjolan yang ada sudah besar." ucap dokter menjelaskan semuanya
Alya yang sudah lebih dulu sadar, tidak bisa membendung air matanya. Isak tangis memenuhi ruangan rumah sakit itu. Malika dan yang lainnya tidak bisa menerima bahwa sahabatnya mengidap penyakit serius. Sedangkan Kaffa hanya bisa terdiam memastikan kembali apa yang barusan Ia dengar itu sebuah kebenaran.
"Tumor pay*dara ? nggak.. nggak mungkin dok.. coba dokter cek ulang ! itu nggak mungkin dok, aku ini sehat" berontak Alya dengan tangisnya yang tidak bisa menerima kenyataan atas kondisi yang sedang dihadapinya
Alya tidak pernah menceritakan kondisinya kepada orang tuanya di desa. Ia tidak mau orangtuanya khawatir akan keadaannya. Alya hanya bisa mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan dokter.
Akan tetapi di suatu malam...
drrtttt... drrrrtttt
Handphone Alya bergetar mendapatkan panggilan dari orang tuanya.
"Assalamualaikum warahmatullah wabarokatuh.. piye kabare nduk ?"
(gimana kabarnya nak ?)
"Waalaikumussalam Alhamdulillah apik buk, bapak ibuk karo adik-adik piye kabare ?"
(Waalaikumussalam Alhamdulillah baik buk, bapak ibu dan adik-adik gimana kabarnya ?)
"Alhamdulillah sadulur kabeh neng kene apik nduk"
(Alhamdulillah semua keluarga disini baik nak)
.
Tiba-tiba tangis Alya pecah. Mendengar suara Ibu bapak nya Ia tidak bisa lagi membendung apa yang selama ini Ia rasakan saat kuliah. Alya menceritakan semuanya tapi Alya tetap saja menceritakan dengan menganggap remeh penyakit nya agar orangtuanya tidak khawatir.
Yang orang tuanya tau tumor Alya masih sangat kecil. Alya meyakinkan orang tuanya kalo Ia bisa mengatasi semuanya. Alya juga menceritakan kalo dikota ada Kaffa dan temen-temennya yang selalu membantu nya.
Meskipun begitu, orang tua Alya tetap saja mengkhawatirkan anaknya. Jarak yang jauh dan pekerjaan yang banyak membuat orang tua Alya belum bisa menjenguk kondisi anaknya di kota. Orang tua Alya hanya bisa mengirimkan uang yang lebih untuk Alya setiap bulannya agar Alya bisa tetap berobat.
Alya tidak mau terus larut dalam kesedihannya. Ia berusaha menerima semua itu dengan tetap menyibukkan diri di perkuliahan dan juga jalan-jalan bersama Kaffa. Alya sadar Kaffa adalah pusat kebahagiaan nya saat ini. Dengan kondisi nya itu, Kaffa dan keluarga nya pun tetap mau dengan baik menerima Alya. Mereka selalu membantu Alya melawan penyakitnya.
Karena hal itu rasa cinta Alya kepada Kaffa semakin membesar.
.
.
bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments