Kamu, Azkia?

Azkia keluar dari ruang rapat bersama Marco dan kliennya. Azkia dan Marco berjabat tangan pada kliennya yang hendak pamit dari rapat hari ini. Penampilan Azkia setiap kali persentasi selalu bisa memikat hati para kliennya. Marco sampai kehabisan kata-kata setiap kali ingin memuji Azkia. 

"Saya tidak tahu harus bicara apa lagi. Saya tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaan mereka dengan jawaban secerdas kamu. Pokoknya kamu yang terbaiklah." kata Marco berbicara santai pada Azkia. 

"Sudahlah, Pak. Jangan berlebihan. Itu memang pekerjaan saya." Ya, memang seperti itulah Azkia. Selalu merendah ketika atasannya memujinya. Walau tidak dapat dipungkiri kalau wajah Azkia merah ketika dipuji.

"Habis pulang kerja, jangan langsung pulang ya. Kita makan-makan dulu bareng yang lain." kata Marco segera berlalu dari hadapan Azkia. 

Azkia hanya tersenyum. Senyum yang tidak dapat dilihat oleh Marco. Ia kembali ke meja kerjanya. 

Joana mengintip dari balik meja kerja dan mengacungkan jempol pada Azkia. 

"Good job, Az. Kamu emang bener-bener serigala di perusahaan ini. Berkat kamu kita jadi kebanjiran job desk." Joana sudah merasa keteteran dengan pekerjaannya sebagai desain visual. Pekerjaan yang satu belum selesai, sudah ada lagi pekerjaan yang lain. Joana terkadang kesal dan teriak sendiri karena pekerjaannya semakin hari semakin bertambah.

"Kerja keras ya, Nonaa... Oh ya nanti malam kita ada makan-makan bareng Pak Marco." kata Azkia setengah berbisik.

"Yes! Akhirnya ada sedikit asupan gizi nanti malam setelah beberapa hari aku cuma makan telor dan mi instan." 

"Kenapa kamu nggak minta aku bawakan makanan, Jo? Kamu kan tahu kalau komisi aku banyak." Azkia mulai bertingkah sombong pada sahabatnya. Tapi memang mereka sudah terbiasa dengan candaan Azkia.

"Oh. Kamu mulai sombong ya. Oke kalo gitu besok stok-in aku frozen food yang banyak sama telor sekilo, mi instan sekardus." 

Azkia tertawa mendengar permintaan Joana yang terdengar tidak masuk akal.

****

Makan-makan acara kantor kali ini bukan di restoran biasa seperti seafood atau makan mi ramen. Hari ini entah mengapa, Marco mengajaknya makan di restoran Korea yang ia googling. Katanya, Marco sangat penasaran bagaimana makanan Korea itu bisa enak.

"Ya, rekan-rekan semua. Saya berterima kasih sekali hari ini kita mendapat klien besar yang bisa mensponsori kita untuk memasang iklan advertising di daerah bandara." 

Karyawan lain memberikan selamat pada Marco. Tetapi Marco menyangkal bahwa yang bisa mendapatkan klien itu bukanlah dirinya. Melainkan Azkia. 

"Beri selamat pada Azkia. Karena berkat Azkia, kita bisa dapat klien besar." 

Karyawan bersorak gembira. Pasalnya, Marco yang dikenal pilih-pilih karyawan kalau makan, tapi hari ini tidak. Ia mengajak karyawan yang bisa hadir di acara ini.

Di tengah acara makan, Azkia mampir ke toilet sebentar untuk mencuci tangan yang kotor. Selesau cuci tangan dan merapikan riasannya sedikit, ada seorang wanita yang masuk dan tampak seperti mengenali wajah Azkia.

"Kamu... Azkia kan?" tanya wanita itu dengan wajah penasaran. Azkia kurang mengingat wajah itu karena sudah lama sekali ia tidak melihatnya.

"Iya, siapa ya?" tanya Azkia dengan polos.

"Aku Tiara, kakak kelas kamu dulu. Masih ingat?" tanya wanita itu dengan senyum diwajahnya.

Azkia tampak mengingat kakak kelas yang namanya Tiara tapi ia tidak mengingatnya.

"Nggak apa-apa kalau nggak ingat. Mungkin kamu lupa karena udah lama." katanya sambil mengulas senyum.

"Kamu kesini sama siapa?" lanjut Tiara yang masih saja penasaran dengan Azkia. Azkia hanya tersenyum.

"Sama teman kantor. Kalau kamu sendiri?"

"Oh, aku kebetulan lumayan sering kesini. Karena aku juga terkadang mengambil pekerjaan di daerah sini. Mungkin kita bisa tukeran nomor hp?"

Lagi-lagi Azkia hanya tersenyum mengingat siapa wanita yang ia sebut namanya sebagai Tiara. Tanpa banyak bertanya, ia memberikan nomor hapenya kemudia pamit dan segera kembali ke mejanya.

****

Azkia bangun dari tidurnya walau masih terasa lelah karena semalam. Azkia beruntung karena hari ini adalah hari Sabtu dimana ia bisa sedikit bersantai dibandingkan hari biasanya.

Ia bersiap-siap datang ke kantor tapi tidak harus pagi sekali seperti biasa. Biasanya hari sabtu hanya perlu membuat laporan dan agenda apa yang akan dilakukan selanjutnya.

Sejujurnya, Azkia masih penasaran siapa wanita bernama Tiara itu? Apa ada hubungannya dari masa lalu? Azkia mengecek hapenya lagi dan melihat profil foto Tiara. Ia berusaha mengingat tentang wanita itu.

"Kiaaa.." panggil Ibu dari bawah.

"Iya, Bu..."

"Ayo sarapan, udah bangun kan?"

"Iya udah, Bu, sebentar lagi Kia turun."

Azkia meletakkan hapenya diatas meja dan sejenak melupakan siapa itu Tiara.

****

Azkia terburu-buru membawa buku yang diminta oleh guru matematika. Kali ini ia menyerahkan buku PR yang tidak terbawa oleh guru matematika hingga ia harus menyusulnya ke kantor guru. Azkia tidak memperhatikan jalannya dengan baik, ia tidak sengaja menabrak seseorang di depannya.

"Aduh!" teriak orang itu yang juga masih memakai seragam putih abu-abu.

"Maaf, Kak. Maaf. Saya nggak sengaja."

Azkia membungkuk minta maaf sambil mengambil bukunya yang terjatuh.

Tanpa memperhatikan wajahnya, orang yang Azkia tabrak tadi menginjak buku yang ingin Azkia ambil.

"Kamu bisa ngomong juga ya? Kirain kamu ini bisu." kata perempuan yang Azkia tabrak. Azkia langsung menoleh dan melihat nama yang tertempel di seragamnya.

"Iya, maaf, ya kak." sahut Azkia masih merapikan bukunya.

"Cewe kaya gini jadi pacarnya Nico? Nggak salah pilih ya dia?" ucap perempuan itu sambil berlalu meninggalkan Azkia tanpa berkata apapun. Azkia kembali berdiri setelah merapikan bukunya dan melihat rambut perempuan itu dari belakang. Cantik tapi kenapa jahat sekali mulutnya? batin Azkia dalam hati.

Saat di perjalanan pulang dengan Nicolas, Azkia sedikit melamun memikirkan perempuan yang tidak sengaja ia tabrak.

"Kamu mikirin apa? Kok diam aja dari tadi?" tanya Nicolas sambil memegang minuman gelas plastik ditangannya.

Azkia tersenyum menatap Nicolas.

"Kira-kira, apa ada orang yang nggak suka sama hubungan kita?" tanya Azkia.

"Kenapa nanya begitu?" Nicolas bingung dengan apa yang ditanyakan Azkia.

"Nggak. Aku cuma khawatir aja. Karena aku kan adik kelasmu. Aku tidak mau numpang populer melalui kamu." jawab Azkia tertawa kecil menghilangkan penasaran di hatinya.

"Kalau mereka nggak tahu, ya bisa jadi begitu. Tapi kalau mereka tahu, mereka akan paham berapa kali aku ditolak sama kamu."

Nicolas tersenyum melihat tawa kecil Azkia. Senyumnya terasa begitu manis walau tanpa polesan apapun. Beda sekali dengan teman perempuan di kelasnya yang selalu repot membawa alat make up dimana pum mereka berada untuk mempercantik wajahnya yang sudah cantik.

Azkia tersenyum dan berjalan kembali bersama Nicolas. Memikirkan perempuan yang tidak sengaja ia tabrak tadi siang. Sempat Azkia melihat nama yang tertempel di seragamnya.

Tiara Renisa.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!