Tiba di sekolah, Yuna langsung bergegas dan melihat para siswa serta guru lainnya sudah bersiap akan berangkat. Mereka akan berangkat menuju tempat kemping dengan naik Bis Sekolah.
Semua kendaraan para guru dan siswa lainnya dititip di sekolah. Tentu keamanan kendaraan mereka sudah terjamin aman.
"Ibu Yuna, kenapa terlambat?" tanya guru Dewi yang melihat Yuna dengan segala perlengkapannya.
Yuna pun menceritakan kejadian sebelumnya yang dialaminya di jalan.
"Astaghfirullah, Ibu Yuna untung tidak apa-apa," ujar Guru Dewi.
"Iya Ibu. Alhamdulillah. Aku baik-baik saja. Hanya tadi sedikit trauma," timpal Yuna pada teman sejawatnya.
Yuna pun bergabung dengan anak walinya. Terlihat para siswa begitu antusias dan bahagia pastinya. juga ada sedikit cemas akan penerimaan rapor malamnya.
***
Tibalah mereka di tempat kemping. tidak sengaja mata Yuna melihat motor yang sebelumnya hampir menabraknya di area parkiran tempat kemping.
Yuna pun memastikan motor tersebut. Yuna ingat betul nomor plat motor itu.
"Tidak salah lagi. Pemilik motor ini yang hampir saja menabrak aku." gumam Yuna melakukan sesuatu pada motor besar berwarna merah itu cukup keras yang membuat kakinya sedikit sakit.
"Hei, mbak, ngapain nendang motor orang. kurang kerjaan, ya?"
Suara itu membuat Yuna semakin geram. Yuna pun berbalik badan. Terlihat jelas seorang pria yang jauh lebih muda darinya.
"Mbak, kalau kurang kerjaan atau lagi melampiaskan amarahnya, jangan degan motor orang dong. Kalau bannya kempes. Bagaimana? Di sini bengkel jauh, Mba." Bian tidak terima ban motonya ditendang begitu cukup keras.
Yuna greget dengan pria yang lebih muda darinya itu dan berkata, "Kamu tahu mengapa aku menendang ban motormu?"
"Tidak tahu? kan Mbak tidak kasih tahu." jawab Bian ketawa. "Mbak nanya?"
Tawa Bian membuat Yuna semakin melebarkan matanya. Melihat Mata Yuna melebar, Bian langsung diam dan berdeham.
"Karena kamu... "tunjuk Yuna pada Bian.
"Aku?" tunjuk Bian pada dirinya.
"Iya. kamu! Tadi pagi sebelum aku kemari. kamu hampir saja menabrak saya. Paham, tidak."
Bian yang baru ingat pura-pura tidak tahu saja. Sebelumnya, Bian juga hampir saja terjatuh menghindari hal itu dengan kejadian sebelumnya. Bahkan dirinya hampir saja menabrak sebuah truk yang berlawanan arah dengannya. Sempat terlintas di benak Bian keadaan wanita yang hampir saja ditabrak olehnya.
Namun, yang namanya Bian, Dirinya tetap terlihat tenang dalam situasi yang sudah terpojok. Seakan hal itu tidak pernah terjadi.
"Kenapa diam? baru sadar, ya? Lain kali, kalau mengendarai motor jangan ngebut, karena jalan itu bukan nenek kamu yang membuat jalan. Dan jalan itu bukan jalan pribadi. Ngerti, tidak?"
Yuna seakan ingin memberikan sedikit pelajaran pada pria tersebut. Namun, yuna masih bisa bersabar.
"Galak amat, Mbak?" ledek Bian lagi begitu Yuna berbalik badan.
"Apa?!" Yuna berbalik badan dengan sedikit raut wajah yang terlihat kesal.
"Mbak cantik," puji Bian mengalihkan perhatian wanita di depannya. Selain tukang onar, Bian juga terkenal playboy kadal serta tukang rayu di sekolahnya.
Panggilan seseorang mengalihkan perhatian Yuna.
"Ibu Yuna, Ibu Dewi mencari ibu. kita akan mendirikan tenda di sana," sahut seroang siswi yang bernama Santi dan merupakan anak wali Yuna sediri.
"Baiklah. Ayo kita ke sana." Yuna pun meninggalkan Bian yang terus menatap kepergiannya.
"Mbak, anda meninggalkan sesuatu. Apakah ini tidak berarti buat Bu Yuna?" Bian memperlihatkan jaket Yuna yang tertinggal di atas motor miliknya.
"Jadi, Mbak seorang guru sekolah SMA Bakti?" kata Bian setelah Yuna mengambil jaketnya dari tangannya.
"Kalau iya, kenapa? Belajar yang benar!" Ucapan Yuna mampu membuat Bian terdiam sejenak dan Tersenyum.
***
Bian kembali bergabung dengan teman-temannya. Tidak jauh dari perkemahan mereka, Yuna dan para siswanya serta guru lainnya juga tampak asyik dan sibuk mendirikan tenda.
Bahkan dari mereka ada yang masih sibuk mengambil gambar. mereka tampak tidak ingin melewatkan momen hari itu.
"Sekolah dari mana mereka?" tanya pak Salim pada salah satu siswa menunjuk ke arah kelompok Bian Dan Yuna bisa mendengar pertanyaan itu.
"Mereka dari sekolah SMA Taruna, Pak." jawab salah satu siswa yang tengah sibuk memasang tenda.
Sore menjelang magrib tiba. Salah satu siswa melaporkan jika siswi atas nama Ayumi dan Nana tidak ditempat. Yuna sebagai guru wali dari Ayumi tentu merasa bertanggung jawab.
"Apa? Ayumi tidak ditempat?" timpal Yuna dengan raut cemas.
"Iya, Bu, tadi Ayumi dan Nana pergi mencari kayu bakar."
"Astaghfirullah, jadi kita harus bagaimana?" Yuna terlihat panik begitu juga degan guru lainnya.
"Baiknya, Ibu Yuna disini saja. Biar kami dan lainnya mencari Ayumi dan Nana." Ujar Pak Rangga yang sebenarnya menaruh hati pada Yuna.
"Tidak. Aku harus ikut! Aku bertangungjawab jawab atas mereka," tolak Yuna bersikeras untuk ikut mencari siswanya.
"Tapi, Bu Yuna, Ini sudah hampir petang." Kata pak Rangga lagi dan guru lainnya.
"Justru itu." kita cari mereka bersama-sama. Ibu Dewi tolong awasi mereka."
Ibu Dewi serta lainnya mengangguk. Yuna pun mengambil jaketnya dan ikut dalam pencarian. Namun, tidak sadar, Yuna terpeleset dan tertinggal oleh rombongan.
"Aw... kaki aku..." rintih Yuna dan baru sadar jika dirinya berpisah dari rombongan. Yuna tentunya tidak tahu harus berbuat apa. Untungnya berbekal senter ponsel dan tidak sengaja dirinya bertabrakan dengan seseorang.
Yuna berteriak sekencang mungkin karena mengira itu adalah hewan buas, begitu juga dengan Bian. Bian juga berteriak dan mengira Yuna adalah hantu kerena cahaya senter ponsel Yuna mengenai tepat wajahnya.
"Kamu!" tunjuk mereka bersamaan.
"Kenapa, sih, aku selalu sial saat bertemu denganmu, ha?" Yuna mendorong tubuh Bian agar menjauh.
"Mbak, baiknya Mbak tidak usah menyalahkan aku. Apa Mbak tidak sadar, jika kita sekarang terjebak di dalam hutang ini? Sekarang pikir, bagaimana kita keluar dari disini?"
Sebelumnya Bian terjebak karena sibuk mengambil gambar dan tidak sadar, dirinya masuk dalam hutang yang sudah terlalu jauh dari tempat perkemahan. Juga sebelumnya, dirinya mengikuti Alea kemana akan pergi bersama seorang pria yang tidak lain adalah Roi.
"Apa kamu membawa kompas?" tanya Yuna sambil menahan rasa sakit pada bagian kakinya.
"Buat apa?" tanya Bian.
"Astaga... ya buat ..." ucapan Yuna segera dijawab oleh Bian.
"Aku tidak punya. Dan disini juga tidak ada jaringan. Jadi, ya... sudah." kata Bian sebelum dirinya di minta untuk mendownload aplikasi kompas.
"Lalu, kita harus bagaimana? pikir dong!"
"Ya ... ini lagi mikir, Mba?"
Yuna pun berjalan ke depan untuk mencari jalan keluar dari hutang tersebut. Tentu dengan langkah sedikit pincang karena rasa sakit bagian kakinya.
"Jangan pegang-pegang!" Yuna menepis tangan Bian yang menarik Jaketnya. "Dasar penakut!"
"Aku tidak takut, Mbak."
"Kalau kamu tidak takut, lalu kenapa kamu menyerempet kemari, ha?"
"Galak, amat, sih, Mbak," ujar Bian lagi mengikuti Yuna. karena lelah, Yuna pun memilih istirahat.
"Kaki Mbak sakit? Mau aku gendong tidak?" Tawar Bian sambil senyum dan Yuna salah paham.
"Tidak perlu! Dasar anak muda sekarang."
"Bagaimana ini. Cas ponselku sisa sedikit. kamu bawa ponsel tidak?"
"Bawalah. cuma sudah mati." jawab Bian apa adanya sambil memperlihatkan ponsel mahalnya.
"Ya sudah, ayo jalan!" Yuna pun kembali melanjutkan perjalanannya hingga mereka menemukan sebuah gubuk. Berfikir sejenak.
"Apa sebaiknya kita disini saja dulu? Jika kita memaksakan diri, yang ada takutnya kita akan lebih masuk lagi ke dalam hutan. Apa lagi ini sudah makin larut dan ponsel mbak sudah mau mati, kan?"
"Iya, sih. Tidak ada jalan lain. Awas saja kamu macam-macam!" ancam Yuna pada Bian.
Bian masih sempat tertawa dengan ancaman Yuna. Hingga mereka masuk dalam gubuk yang Yuna bisa perkirakan jika di sekitar mereka mungkin ada kebun. Gubuk itu terlihat seperti sering dikunjungi penduduk.
"Mbak mau roti?" Bian menawarkan Rotinya pada Yuna yang kebetulan di dalam tas ranselnya masih ada satu roti yang terisa.
"Tenang saja, Mbak, ini tidak ada peletnya, kok." Tawa Bian lagi. Mbak mau?" Kembali Bian menawarkan pada Yuna.
Yuna pun mengangguk karena sudah tidak tahan dengan rasa lapar yang melanda. Bian pun berbagi roti degan Yuna.
"Aku mau tidur. Awas saja kamu macam-macam. Jika hal buruk terjadi, aku akan mengejar kamu sampai ujung dunia. Bahkan aku bisa ...." Yuna mengancam Bian dengan tangan Yuna berada dilehernya.
Bian tentu hanya bisa diam. Terlihat Yuna memang bukan wanita lemah. Bian akui. Dalam kegelapan, Bian pun sedikit mendekat ke samping Yuna yang sudah lelap.
"Suara apa itu? Ih..." Bian memaksakan matanya untuk tidur yang sebenarnya sedari tadi Bian takut dengan kegelapan. Bian memilik phobia takut dengan gelap.
Pagi tiba, Terdengar suara berisik yang membuat Yuna mau pun Bian terbangun.
"A ....!" Teriak keduanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments
Zizie Malek
sekejap 'aku' sekejap 'saya' 😇😇😇. hati2 dlm penggunaan kosa katanya Thor 👌🏻
2024-11-06
0
ciru
cakeep
2023-07-10
0
Marsudi Wiji
seru kak lanjut pantau terus nich
2023-03-30
1