Menikah Dengan Brondong
Tidak pernah terpikir sama sekali dibenak gadis yang kini usianya sudah 30 tahun untuk menikah. Sebab gadis itu memiliki pengalaman buruk.
Dan tiba-tiba saja Ibu lusia datang dan duduk di samping putrinya Hingga gadis itu terlihat terkejut dengan suara Ibu lusia.
"Yuna, kamu sudah cukup umur untuk membina rumah tangga, nak. Apa kata orang-orang nanti jika kamu belum menikah," ujar Ibu Yuna bernama Ibu Lusia.
"Ibu, bisa tidak, sih. Tidak usah bahas dulu masalah nikah. Yuna masih mau bebas, ibu. Ya?" kata Yuna yang sudah bosan mendengar permintaan ibunya setiap waktu.
"Yuna, Sampai kapan kamu seperti ini, nak? Lihatlah seumuran kamu. Sudah banyak yang menikah dan bahkan di antara mereka sudah ada yang memiliki anak. Kamu juga sudah Guru PNS. Apa lagi yang kamu cari?" Ujar Ibu Lusia sekali lagi.
Yuna menarik napas dan menghentikan pekerjaannya yang tengah mengisi nilai rapor siswa. kerena esok paginya sudah akan dibagikan rapor tersebut dan rencananya juga akan ikut kemping bersama siswa dan guru lainnya sebagai acara refreshing setelah semester dan rapor akan di bagikan ditempat kemping tersebut.
"Ibu, Yuna itu masih mau menikmati masa muda Yuna. Yuna masih mau berkarir. Yuna belum siap." Yuna memainkan pulpennya sambil duduk di depan meja belajar. Terlihat jelas Yuna masih terlihat pusing karena pengisian RDM belum selesai.
"Kapan kamu siapnya, Yuna?"
"Ya... nanti, kalau Yuna sudah siap, Ibu." Yuna kembali menatap ibunya dengan sedikit curiga." Jangan katakan, Ibu lagi menjodoh-jodohkan Yuna. Yuna tidak mau, Ibu!"
Penolakan Yuna membuat Ibu lusia tidak tahu lagi caranya bagaimana membujuk Yuna. Melihat ibunya keluar dari kamar, Yuna beranjak dari tempat duduknya.
Membuka sebuah laci dan terdapat di sana sebuah Foto seorang pria. Foto itu merupakan foto seorang pria yang pernah mengisi hati Yuna sebelumnya. Namun, karena sebuah penghianatan kekasihnya, Yuna meminta putus dan meninggalkan pria tersebut. Hingga sekarang, Yuna tidak tahu bagaimana kabar pria tersebut yang merupakan cinta pertama Yuna saat duduk di bangku SMA dulu.
"Ah... baiknya aku ke sekolah." ujar Yuna yang memang ada kegiatan lembur untuk pengisian RDM di sekolah tempatnya mengajar, SMA Bakti.
***
Di lain tempat, Tuan Hermawan sangat pusing dengan panggilan guru BK setiap bulan ke sekolah SMA Taruna dengan Kasus putranya, Biansyah.
Kasus sama yang kembali terjadi. Biansyah kembali membuat onar yaitu terjadi perkelahian dengan teman satu kelasnya hanya gara-gara seorang wanita.
"Bian, Apa belum cukup dengan semua fasilitas yang kami berikan dan kamu membalasnya seperti begini, ha?! Kapan kamu dewasanya?!" bentak Tuan Hermawan pada putranya itu di depan guru BK.
Sikap Tuan Hermawan itu yang Bian tidak suka. Dirinya selalu dianggap anak yang tidak pernah dewasa.
"Kamu benar-benar tidak bisa ayah banggakan! Kamu sangat berbeda dengan dengan kakak kamu. Rian!"
"Ayah, cukup! Ini di sekolah," bisik Ibu Sukma pada suaminya.
"Urus anakmu itu. Ayah benar-benar pusing!" Tuan Hermawan pamit setelah mendapat surat peringatan untuk Bian.
***
Tiba di rumah, Tuan Hermawan kembali melanjutkan amarah dan kekecewaannya ke pada Biansyah saat Rian sudah tiba di rumah dari tempat kerja.
"Apa kamu tidak bisa seperti kakak kamu! lihatlah dia, dia selalu bisa membanggakan ayah. Tapi kamu, kamu hanya bisanya bikin onar di sekolah! jika tidak bikin onar, kerjamu balapan. Apa yang bisa kami banggakan padamu, Bian!"
"Cukup, ayah! Aku memang tidak bisa seperti kak Rian! Kak Rian selalu menjadi anak kebanggaan ayah!" Bian ikut tersulut emosi selalu di pojokkan dan di bandingkan dengan saudaranya. Hal tersebut sangat menyakiti perasaannya.
"Anak ayah memang hanya Kak Rian." Bian menatap saudaranya. "Apa pun yang aku lakukan tidak ada nilainya di mata ayah!" ucap Bian dengan rasa kecewa pada Ayahnya.
"Apa katamu? Nilai apa yang mau ayah nilai darimu, tukang onar, balapan, iya?! Tuan Hermawan semakin terpancing.
"Dek, sudah." Rian meminta Agar adiknya Bian berhenti untuk tidak menimpali perkataan Ayahnya.
Bian menepis tangan Rian dengan kasar yang memegang bahunya dan melenggang pergi hendak masuk kamarnya. Namun ternyata, Tuan Hermawan salah paham.
"Mau kemana kamu? ayah belum berhenti bicara denganmu, Bian!"
"Apa lagi yang ayah mau bicarakan padaku. Bukankah lebih baik pada akhirnya aku pergi?" jawab Bian lagi.
"Oh... jadi kamu mau pergi dari rumah ini? Ok. Silahkan!" Tuan Hermawan semakin salah paham.
"Ayah, sudah dong!" Ibu Sukma berusaha menenangkan suaminya, sementara Rian berusaha menenangkan adiknya.
"Baiklah kalau kamu mau pergi dari rumah ini. Silahkan. Ambil sana pakaian kamu! Dan anggaplah kamu sudah tidak punya keluarga!" Emosi Tuan Hermawan semakin jadi.
"Ayah mengusir saya. Ok! Ayah memang tidak pernah menganggap saya sebagai anakmu!" Bian tersulut emosi.
"Bian, cukup!" Rian ikut memarahi adiknya.
"Oh, Kak Rian juga ikut menyalahkan aku, begitu? Kak, kakak memang selalu menjadi anak emas ayah. Sejak dulu hingga sekarang. Kenapa sekaligus ibu tidak menyalahkan aku?" Bian menepis kembali tangan Saudaranya yang berusaha menenangkan dirinya.
Ibu lusia semakin bersedih melihat tiga pria di depannya terus bertengkar.
"Bian, bukan seperti itu maksud kakak. Kak hanya.... " ucapan Rian terhenti.
"Stop, Kak! Tidak usah mengelak. Aku sadar diri, kok. Aku anak tidak berguna di keluarga ini!" Bian langsung masuk kamarnya dan mengambil semua Barang-barangnya.
"Bian, jangan pergi, nak! Ibu tidak bisa berpisah darimu!" Teriak Ibu Sukma menghentikan Bian untuk tidak pergi meninggalkan rumah.
"Jangan halangi dia, Ibu. Biarkan saja dia pergi kemana tujuan hidupnya. Anak tidak bisa di untung!" bentak Tuan Hermawan lagi.
"Rian, kejar adikmu! Ibu tidak bisa jauh darinya. Cepat!" Ibu Sukma tidak bisa berbuat apa-apa selain menangis di tempatnya.
Rian segera menyusul Bian. Namun, Bian sudah menancap gas motor Yamaha YZF-R15
meninggalkan pekarangan rumah. Motor Yamaha berwarna biru
itu sudah membawa Bian entah kemana?
***
Ternyata Bian bersama motor Yamaha andalannya itu, kini berada di sebuah lapangan basket. Di mana ada banyak anak-anak seumuran Bian bermain basket sore itu. Alea menemuinya.
"Apa, sih, yang terjadi denganmu, bian? Kenapa mesti kabur, sih, dari rumah?" Alea menyesali atas keputusan Bian meninggalkan rumahnya. Bukan tanpa alasan Alea berkata seperti itu.
"Kamu juga menyalahkan aku. Bukankah tadi siang terjadi itu kerena dirimu?" Bian menyalahkan peristiwa yang di alaminya itu pada Alea.
"Loh, kok kamu menyalahkan aku?"
Alea tidak terima Bian menyalahkan kejadian siang sebelumnya hingga Bian mendapat surat peringatan.
"Kenapa kamu menatapku seperti itu?" Alea serba salah dengan tatapan Bian terlihat aneh ke arahnya.
"Kamu selingkuh dengan Rio, iya?"
tuduh Bian pada Alea.
Alea terlihat Cemas. Jika dirinya lepas dari Bian bagaimana nasibnya. Dirinya memang selingkuh, akan tetapi bukan berarti Alea mau melepaskan Bian. bukankah Bian merupakan ATM berjalan untuknya?
"Sayang, kok seperti itu. Mana ada aku selingkuh dengan Rio. Tidak, kok," elak Alea berusaha tenang.
"Benar?" tanya Bian masih sepenuhnya belum percaya.
"Sayang, lalu kamu akan tinggal di mana. Maaf, ya. Aku tidak membantumu. kamu tahu, kan ayah dan ibu aku seperti bagaimana." Alea mengalihkan pembicaraan mereka.
Bian Dam. Bian terlihat berfikir. "Aku akan ke kos Dion."
"Lalu, kemping besok. Apa kamu akan ikut?" tanya Alea memastikan.
"Kita lihat saja besok. Kenapa kamu terlihat tidak senang?"
"Senang, kok. Kenapa, sih, kamu selalu curiga padaku." Alea kembali merayu Bian.
Dalam sekejap Bian pun melupakan kecurigaannya pada Alea.
Bian kembali menancap gas motornya setelah mengantarkan Alea ke rumahnya menuju kos Dion.
***
Esok paginya, tampak Yuna bersiap menuju sekolahnya sudah lengkap dengan persiapan kemping-nya.
"Ibu, Yuna pamit, ya."
"Ini bekalmu. Ibu sudah siapkan."
Yuna tersenyum. lalu, menoleh pada adik laki-lakinya, Anto.
"Kak, boleh ikut tidak."
Yuna melebarkan matanya yang membuat Anto tidak lagi menyahut.
"Galak banget, sih, kak." lirih Anto yang masih terdengar oleh Yuna. "Pantas saja tidak ...." ledek Anto lagi yang kini duduk di bangku kelas 1 SMA. Sekolah SMA Anto berbeda dengan tempat sekolah Yuna mengajar. Entah apa alasan Yuna hingga Anto harus bersekolah ditempat lain.
"Tidak apa?!" geram Yuna.
"Yuna?" tegur ibu lusia. "Sudah, cepat sana berangkat. Nanti telat, lo. Anak gadis itu tidak boleh galak."
"Ibu?" Yuna menegur ibunya secara lembut dan kembali melemparkan tatapan
Yuna pun berangkat dan tepat di tengah perempatan jalan, Yuna hampir saja kecelakaan.
Bian begitu kesal, Motornya hampir saja ditabrak dengan seorang perempuan pegendara motor metik.
"kalau mengendara lihat jalan dong!" teriak Yuna yang singgah di pinggir jalan menenangkan dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments
ciru
awal cerita yg cakeep
2023-07-10
1
canvie
Alea sangat realistis💸👍🏻
2023-05-25
1
canvie
"aku mau spec nabi, bu."
2023-05-25
1