Yuna begitu marah, kerena Bian sebelumnya memeluknya. Hingga para warga yang memergokinya salah paham.
"Bapak-bapak dan Ibu-Ibu, aku bisa jelaskan!" kata Yuna berusaha membela diri.
"Apa lagi yang kalian mau jelaskan? Sudah jelas-jelas kalian kepergok. Ayo ikut kami!" Yuna mau pun Bian di bawah ke rumah pak RT yang cukup jauh dari tempat tersebut.
Warga tentu tidak percaya jika mereka adalah sepasang suami istri. Melihat Bian tampak masih muda. Berbeda degan Yuna sudah terlihat sangat dewasa.
'Andai aku tahu, jika dari sini ada beberapa rumah aku pasti tidak mengalami hal seperti ini.' batin Yuna.
Dan Bian tampak santai saja. Seakan tidak terjadi apa-apa. berbeda dengan Yuna sangat khawatir.
"Kasi kawin saja mereka, pak Rt. Ini tidak bisa di biarkan! Kami melihat sendiri bagaimana mereka saling memeluk satu sama lainnya!"
"Benar, Pak Rt!" teriak salah satu warga.
"kalian salah paham!" Yuna berdiri dari tempat duduknya dengan amarah memuncak karena di tuduh tidak sesuai faktanya.
"Mau elak apa lagi? lihatlah foto kalian." salah satu warga memperlihatkan bagaimana Bian tampak begitu menikmati memeluk Yuna dan Yuna membalasnya.
"Nona, ini salah satu bukti. Anda tidak bisa lagi menolak. Aturan Desa kami melarang keras ada perbuatan *** di sini. Bila kedapatan, hukumannya langsung harus di nikahkan dan itu sudah menjadi turun temurun di Desa kami."
Yuna kesal, karena Bian tidak menyahut. " Ayo bicara! bantu aku menjelaskan."
"Mau jelaskan apa lagi, Mbak. Mereka saja tidak percaya. Malas saya ribut!" tegas Bian yang duduk di tempatnya tidak mau pusing.
"Lalu?" ujar Yuna.
"Ya ... kawin saja, Mbak. Susah banget, sih."
"Enak saja kamu! Dasar Bocah! Saya tidak mau!" Tolak keras Yuna.
"Mbak, mau pulang cepat?" tanya Bian melihat ke arah Yuna terlihat gelisah.
"Maulah. Mereka pasti sudah menunggu aku di sana. ini karena kamu!" jawab Yuna dengan nada judas. "Aku sudah katakan semalam jangan dekat-dekat."
"Tapi, mbak juga menikmatinya, kan?"
"Nah, dengar kan apa yang dia katakan!" tunjuk salah satu warga lagi ke arah Bian.
Yuna semakin kesal dengan mulut ember Bian. Sampai-sampai Yuna begitu greget hingga tangan Yuna terkepal sempurna.
Yuna kembali menjelaskan kronologisnya hingga mereka tiba di hutan dan sampai di gubuk tersebut. Namun, dari penjelasan Yuna, Pak Rt menyayangkan mengapa mereka tidak mencari tahu jika jarak dari gubuk itu sudah dekat dari rumah penduduk.
"Kan sudah aku jelaskan, Pak, jika di sana sangat gelap. Ponsel kami mati," imbuh Yuna.
"Sudah. Tidak usah mengelak! kata anak muda ini, kamu juga menikmatinya. Sini ponsel kalian! akan kami hubungi masing-masing orang tua kalian," sela warga di sana yang mendengar percakapan Bian.
"Tidak! mana mau aku kawin. Aku belum siap!" Yuna kembali menegaskan prinsipnya.
"Mbak, mau saja. Biar kita cepat pulang. Habis kawin, kan kita bisa cerai. Beres, kan?" bisik Bian.
Yuna Ingin rasanya memberikan satu pelajaran pada pria tersebut.
"Kamu pikir, pernikahan itu mainan, ha? Dan kamu pikir menikah itu mudah?" dasar bo...!"
"Mbak, aku ini bukan bocah. Apa Mbak pikir aku tidak bisa menjadi seorang suami? Aku bisa!"
Semua warga merasa lucu dengan pendapat Bian yang membuat Yuna kembali melototi Bian. Melihat hal itu, Bian kembali diam. Entah mengapa Yuna membuat dirinya seperi tidak berdaya.
Apakah karena Bian sudah lelah untuk ribut? entahlah. Bian sebenarnya pusing. Kembali masalah baru datang padanya yang tentu orang tuanya akan semakin kecewa.
Cukup lama menunggu, sebuah mobil mewah memasuki penduduk warga setempat. Keluarlah Ibu Bian bersama ayahnya dari dalam mobil.
"Ayah, tahan amarahmu. Apa kata warga disini," bisik Ibu Sukma.
"Anak itu benar-benar membuat darahku mendidih. Belum selesai kemarin. dirinya kembali lagi mempermalukan aku!" geram Tuan Hermawan.
Bian bisa merasakan tatapan amarah dan kekecewaan kedua orang tuanya.
Dan Yuna, begitu bahagia bercampur sedih menyambut ibunya bersama pamannya. Yuna berdiri dari tempat duduknya dan memeluk ibunya serta minta maaf dan menjelaskan semuanya.
Sekuat bagaimana pun mereka menjelaskan, keputusan para warga sudah bulat. Dan Tuan Hermawan serta Ibu Sukma tidak bisa lagi menentang.
"Aku tidak mau menikah! Aku tidak salah! Kalianlah yang salah paham. Ibu, bantu aku." Yuna berusaha keras menolak pernikahan tidak masuk akal itu menurutku Yuna.
"Yuna, Kami sudah berusaha. Dan lihatlah para warga kampung ini. Mereka berpegang teguh dengan aturan adat mereka."
"Ibu, Bagaimana bisa aku menikah dalam keadaan tidak siap dan dia... "Tunjuk Yuna ke arah Bian. " Dia masih seorang pelajar, Ibu. Aku tidak Mau!"
"Yuna, tidak ada gunanya lagi kamu seperti ini, nak. Lihatlah para warga. Masalah akan lebih panjang. Jadi, tenangkan dirimu, nak. Semua peristiwa akan ada hikmahnya."
Yuna hanya bisa meneteskan air mata ketika proses ijab qabul akan di mulai. Melihat Yuna, Ibu Sukma berharap Bian akan berubah.
Kedewasaan Yuna membuat Ibu Sukma dalam hati bahagia atas peristiwa tersebut. Berharap dengan pernikahan itu Yuna bisa membawa perubahan dalam diri Bian.
Berbeda dengan Ibu Lusia, dirinya memang mengharapkan pernikahan Yuna, akan tetapi bukan dengan brondong seperti Bian yang terlihat masih sangat muda dari Yuna.
Satu kali tarikan napas, Bian dengan mudahnya mengucap ijab qabul. Seakan tidak ada beban dalam dirinya
SAH!
SAH!
Tatapan Yuna kearah Bian begitu tajam. Mengingat dirinya sudah menikah, Yuna begitu membenci yang namanya pernikahan. bukan tanpa alasan, Yuna masih sangat Ingat bagaimana ayahnya begitu mudahnya mengatakan cerai pada Ibunya dan memilih selingkuhannya.
"Ibu, kenalkan saya ibu Biansyah Hermawan. Ibu Sukma." Ibu Sukma mengajak Ibu lusia untuk berkenalan setelah mereka akan pulang.
"Saya Ibu lusia. Ibu Yuna Febrian." ibu lusia menerima perkenalan itu dengan Yuna di sampingnya. "Dan ini paman Yuna. Pak Sahir." Paman Yuna merupakan saudara dari Ibu lusia sendiri.
"Ini suami saya Tuan Hermawan" lanjut Bu Sukma. "Mengingat anak-anak kita sudah menikah kami berharap silaturahmi ini terjaga. Dan mewakili Bian, Kami sangat minta maaf."
Ibu Lusia paham akan situasi. Dirinya juga sebenarnya menyayangkan dengan Bian yang tidak banyak komentar.
"Kita pulang!" ajak Tuan Hermawan.
"Ibu, untuk sementara Bian kami titip. Kami akan menemuinya suatu hari nanti." Bisik Ibu Sukma memeluk Ibu lusia.
Ibu lusia tentu bertanya dalam hati apa sebenarnya yang terjadi pada Bian yang kini sudah menjadi menantunya.
Setelahnya, Ibu Sukma memeluk Yuna dengan erat. Sudah lama menginginkan dirinya seorang menantu dari anak pertamanya, Justru Bianlah yang masih jauh dari pengharapan memberinya menantu dalam keadaan terpaksa.
Lalu, kalian mau kemana?" tanya Ibu Yuna.
"Yuna akan kembali ketempat perkemahan, Ibu. Mereka pastinya sudah sangat khawatir denganku."
"Baiklah, Ibu dan paman pamit." ucap Ibu lusia dan beralih menatap Bian yang terlihat menarik napas panjang.
Melihat kedua ibu dan pamannya pergi, Luna dan Bian pun menuju perkemahan.
"Anggap saja kita tidak saling mengenal!" kata Yuna sebelum mereka berpisah menuju kema masing-masing.
"Kenapa harus pura-pura. Aku tidak takut." ujar Bian.
"Kamu tidak takut. Namun aku yang malu. Sungguh aku merasa sial semenjak bertemu denganmu!"
"Mbak menganggap aku pembawa sial?" Bian menunjuk ke arah Yuna dan Yuna menarik jari telunjuk Bian yang membuat Bian meringis.
"Jangan mengikutiku!" usir Yuna agar Bian tidak terus mengikutinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments
ciru
cakeep. cara pernikahan yg unik 😄😀
2023-07-10
0
canvie
nikah sama brondong ga salah kan? emang bener ya, banyak ruginya karena belum dewasa?
2023-05-25
0
Nyi Arifin Bwi
Awas Yuna ,suami brondongmu sebenarnya baik, ayah papanya dikit" uang jadi bian jadi anak pembangkang
2023-03-29
1