"Besok paman Ben kan menjemputmu, kamu akan pindah ke rumah yang baru, rumah ini nanti akan ada yang mengurusnya, kamu bisa kembali ke sini sesekali jika kamu merindukan kakek dan nenek kamu." Ucap kakek Atmaja, Usai tahlilan hari ke tujuh kakeknya Anara.
Gadis itu sudah ditawari untuk tinggal di rumah yang telah di siapkan suaminya dan dia bisa menggelar tahlilan di sana, namun Anara menolaknya, karena menurut Anara rumah kakeknya di sini. Dan sudah seharusnya dia berdoa pun dari sini, walaupun berdoa dari mana saja bisa tapi gadis itu percaya di rumah ini di bisa merasakan kenangan dia bersama mereka, seakan mereka masih ada disisinya.
Atmaja pun tidak bisa memaksanya, ia hanya menuruti apa yang di inginkan Anara, agar gadis itu nyaman sebagai bagian dari keluarganya.
" Hari Senin kamu sudah bisa bersekolah lagi nanti kakek yang akan mengantarmu." Lanjut Atmaja lagi usai mendapat anggukan kecil dari Anara, senyum yang dulunya selalu menghiasi wajah gadis itu kini sudah tidak ada lagi. Atmaja berharap suatu hari Evan dapat mengembalikan senyum itu, walaupun itu sangat mustahil mengingat sikap dingin serta acuh pria itu rasanya sangat tidak mungkin hal itu akan terjadi.
Sama mamanya saja Evan tetap bersikap dingin, apalagi sama Anara gadis yang baru ia temui sejam dan langsung dia nikahi sungguh sangat mustahil.
Tapi tak ada salahnya kan jika dia sedikit berharap yang terbaik untuk kedua cucunya.
Sekali lagi Anara hanya mengangguk mengiyakan ucap pria paruh bayah di hadapannya. " Kalau begitu kakek pamit dulu, nanti hari Senin kakek akan menjemput kamu dan ini untuk kamu." Pamit pria paruh bayah itu sembari meletakkan uang untuk keperluan Anara.
Melihat Atmaja beranjak berdiri dari duduknya Anara pun ikut berdiri, gadis itu mengikuti Atmaja, mengantarnya ke depan rumahnya. Setelah sang kakek mertua pergi Anara mengunci pintu rumahnya lalu kembali tempat semula.
Kini sudah tidak ada siapapun bersamanya, gadis itu hanya seorang diri, bahkan tetangga yang beberapa hari terakhir ini membantunya mengurus tahlilan kakeknya, telah kembali ke rumah mereka masing-masing, menyisakan dia seorang di rumah ini.
Anara berbaring di atas karpet yang sengaja di gelar untuk tahlilan kakeknya, ia meringkuk seperti bayi dan tak terasa air matanya kembali menetes gadis itu menangis pilu di dalam rumah itu, ia tidak pernah menyangka hari ini akan datang secepat ini.
Sungguh dunia benar-benar tidak pernah adil kepadanya, kehilangan orang tua di saat di masih sangat membutuhkan mereka dan kehilangan satu-satunya keluarga yang dia punya di saat dia masih membutuhkan sandaran dan dukungan.
...\=\=\=\=\=\=\=...
Keesokan paginya Anara terbangun karena suara ketukan dari luar. Gadis itu beranjak duduk lalu menggulung rambutnya keatas. Setelah itu dia beranjak untuk membuka pintu rumahnya.
Ceklek.
" Maaf, Nona Anara?" Tanya seorang pria sembari menunjuk Anara, gadis itupun mengangguk kepalanya. " Nama saya Mardi Nona, saya di minta tuan Ben untuk menjemput Anda." Ucap pria itu sembari memperkenalkan dirinya.
Anara kembali mengangguk, lalu membuka lebar-lebar pintu rumahnya dan kembali kedalam untuk bersiap-siap.
Sementara pria yang menjemputnya hanya mende-sah pendek.'Sungguh mereka pasangan yang serasi.' ucapnya dalam Hati.
Setengah jam menunggu di luar akhirnya Anara keluar sembari menenteng tas berisi beberapa pakaiannya. " Maaf Nona, tuan berpesan agar anda tidak perlu membawa apapun, karena semua keperluan and telah di siapkan." Ucap pak Mardi, membuat Anara mende-sah lalu berbalik untuk meletakkan tas yang ia bawa kedalam kamarnya.
Setelah itu dia keluar lagi,"Nak Anara sudah mau pergi?" Tanya salah satu tetangga yang kebetulan lewat di depan rumahnya pagi itu.
"Iya Bu Laras, Nara titip rumah kakek ya." Jawab Anara, sembari memaksa bibirnya untuk tersenyum.
"Iya nak! Kamu baik-baik ya di sana." Sahut wanita itu, Anara kembali menunjukkan senyum yang di paksakan lalu menyalami tangan Bu Laras.
" Nara pergi ya Bu, Assalamualaikum." Pamitnya.
" Iya, hati-hati ." Bu Laras memandang punggung Anara yang perlahan menjauh, ia sungguh merasa kasihan dengan nasib anak malang itu. " Semoga kamu mendapatkan kebahagiaanmu nak." Doa Bu Laras tulus sebelum wanita itu berbalik masuk kedalam rumahnya yang bersebelahan dengan rumah kakeknya Anara.
...\=\=\=\=\=\=...
Setelah menempuh perjalanan selama hampir empat puluh menit karena jalanan yang sedikit macet tadi, akhirnya mobil yang di kendarai pak Mardi, memasuki sebuah kawasan perumahan Elit dan berhenti di sebuah rumah mewah yang Nara yakin ini akan menjadi tempat tinggalnya yang baru.
Jika di tanya apa dia senang tinggal di sini, jawabannya tentu tidak, bagi Nara rumah ternyamanya adalah rumah kakeknya, Walaupun besar rumah kakeknya hanya setengah dari halaman depan rumah yang dia berdiri saat ini, namun di rumah itu, Anara mendapatkan juta kasih sayang dan cinta dari sang kakek juga neneknya.
"Silahkan non." Ucap pak Mardi mempersilahkan Anara untuk masuk kedalam rumah itu.
"Pak Mardi duluan saja." Sahut Anara dan pria itupun mau tak mau menuruti ucapan nona muda-nya itu.
Setibanya di dalam rumah, Anara di sambut oleh tiga orang pelayan yang akan berkerja kepadanya dan satu orang pria yang anara sendiri tidak tahu siapa namanya.
" Selamat datang Nona, Saya Ben!Saya kepala pelayan di rumah ini, sekaligus perantara untuk anda dan tuan." Ucap Ben sedikit menunduk memberi hormat membuat Anara ikut melakukan hal yang sama. " Anda tidak boleh menunduk kepada saya, nona." Ucap Ben.
"Tapi Anara di ajarkan untuk menghormati orang yang lebih tua paman." Sahut Gadis itu. Membuat Ben terdiam.
Namun sesaat kemudian ia kembali berbicara, lebih tepatnya memperkenalkan tiga wanita di sampingnya. Bi yati, Ine dan Sri.
Setelah perkenalan singkat itu, bi Yati mengantar Anara ke kamarnya untuk beristirahat.
...\=\=\=\=\=\=...
Sementara itu di tempat lain, seorang pria tengah sibuk dengan tumpukan pekerjaan di atas mejanya hingga dering telepon di sampingnya membuat pria itu menghentikan kegiatannya lalu menjawab telepon itu.
"Katakan." Ucapnya singkat padat dan tidak ingin berbasa-basi.
"Maaf tuan, Ben ingin berbicara dengan Anda." Ucap sang Asisten dari seberang sana.
"Sambungkan."
"Baik tuan." Ujarnya kemudian menyambungkan panggil itu.
"Tuan saya hanya ingin memberi tahu anda jika nona Queen telah sampai dan sedang beristirahat di kamarnya." Ucap Ben dari seberang sana memberi laporan.
"Hmm. Ada lagi?"
"Tidak tuan." Jawab Ben, setelahnya panggil itu langsung terputus begitu saja.
Membuat Ben hanya bisa mengelus dadanya sadar, sementara sang tuan di seberang sana kembali sibuk dengan tumpukan pekerjaannya.
Dialah Evander Sagara Atmaja, suami dari Queen Anara Ardely, sekaligus pengusaha sukses walaupun usianya masih terbilang muda. Pria itu juga tidak pernah terlibat scandal apapun walaupun banyak wanita di luar sana dengan Senang hati menjadi mainannya namun pria itu tidak pernah menggubris mereka , fokusnya hanya untuk berkerja dan berkerja.
Membuka anak cabang perusahaan, memenangkan tender serta bersaing di pasar saham jauh lebih menarik ketimbang bermain-main dengan wanita sungguh bukan kebiasaan seorang Evander. Bukan berarti dia seorang yang perjaka dan tidak pernah melakukan hubungan intim, Evan masih normal dalam sebulan dua, tiga kali dia perlu membuang kecebongnya dan itu dengan wanita yang dia sewa, mereka juga terjamin dan higenis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
fima12
waw .... ternyata bejat juga lakimu queen
2023-07-22
1
Endang Priya
nakal juga itu namanya.
2023-03-01
0
Siti Mujimah
ttp az nmnya nakal itu ...main celap celup..
2023-01-12
1