Akhirnya di malam itu, Mia tidak jadi pulang. Semarah apapun ia kepada pihak rumah sakit, rumah sakit tidak melepaskannya. Semua karena Alex yang tidak bisa dihubungi sehingga tidak ada yang membantunya menyelesaikan administrasi rumah sakit.
Mia sangat marah, hingga keesokan paginya ia melampiaskan kemarahannya kepada supir suaminya. Saat itu Pak Salim, sang supir, ditugaskan membawa baju ganti untuk Mia atas perintah Bi Arum.
“Panggil bos keparatmu itu kesini! Aku mau pulang! Mana ponselmu? Hubungi dia! Jangan coba-coba kau tinggalkan aku disini sebelum dia datang!” Mia mengumbar emosinya kepada Pak Salim.
Pak Salim menundukkan tubuhnya sopan, ia sudah terbiasa menghadapi emosi pasangan suami istri itu. Emosi Alex jauh lebih panas diatas Mia, jadi ia masih bisa memaklumi emosi Mia yang menurutnya masih tidak ada apa-apanya.
“Saya kemari memang mau menjemput Ibu, Bu. Ibu dipanggil ke rumah utama.” Tutur Pak Salim lembut dan sopan.
Mia terdiam mendengar Pak Salim menyebut ‘rumah utama’. Rumah utama yang dimaksud Pak Salim adalah rumah orang tua Alex, Tuan Besar Stephen Midas dan Nyonya Besar Antoinette Briggite Midas. Papa Stephen dan Mama Briggite jarang memanggil mereka kecuali ada suatu hal yang sangat penting. Hubungan keluarga diantara mereka sangat dingin, hanya seperti hubungan bisnis dan untung-rugi.
Pak Salim meninggalkan Mia yang masih merenung, meninggalkan pakaian ganti yang ia bawa agar Mia bisa mengganti pakaiannya. Sementara itu, ia keluar untuk mengurus administrasi rumah sakit nyonyanya.
Setelah urusan rumah sakit selesai, Mia dibawa Pak Salim menuju rumah utama. Mereka terdiam selama perjalanan, Mia sibuk dengan pikirannya sendiri mengenai pemanggilan itu. Ia lupa untuk menanyakan soal perselingkuhan Alex kepada Pak Salim.
Sesampainya di rumah utama keluarga Midas, keadaan sudah ramai. Mobil-mobil parkir berjejer memadati halaman rumah yang luar biasa luasnya. Mia tidak dapat mengenali satu persatu mobil siapa saja, namun satu mobil menarik perhatiannya. Sebuah mobil mewah Mercedez Benz limitied edition berwarna putih dengan nomor plat spesial. Itu mobil milik papa Mia!
Papa! Hati Mia bersorak senang. Setelah sekian lama menikah, akhirnya ia bisa menemui orang tuanya lagi. Banyak yang ingin Mia bicarakan dengan papanya. Walaupun bukan anak kesayangan papanya, namun keluarga Mia lebih hangat daripada keluarga Alex. Mia masih dapat sesekali curhat dengan papa dan mamanya.
Tergopoh-gopoh Mia keluar dari mobilnya dan berlari menuju pintu utama rumah. Matanya segera beredar ke seantero rumah, mencari papa dan mamanya.
Ada yang aneh disini. Mengapa semua orang memakai baju hitam? Ada apa ini?
"Mia!" Suara seorang wanita mengalihkan pikiran Mia. Ia menoleh dan melihat mamanya sedang melambaikan tangan kepadanya.
"Mama!" Seru Mia senang, ia berlari mendapati mamanya dan memeluknya.
Mama Mia memeluk anaknya sambil mengelus punggungnya. "Kamu yang sabar ya, Mia."
Mia mengerutkan dahinya. "Ada apa ini, Ma? Mia ga tahu apa-apa, tahu-tahu Pak Salim yang jemput Mia kesini." Ucap Mia bingung.
Mama Mia memandang anaknya prihatin. Kemudian dia memeluknya lagi sambil mengelus rambutnya.
"Mama turut berduka cita. Kita semua berduka cita. Apapun yang kamu lihat nanti, kamu harus kuat."
Mia semakin penasaran, perasaannya menjadi tidak enak. Dengan cepat ia kembali melihat ke sekelilingnya, orang-orang yang datang mengarah ke arah ruang tamu rumah utama.
Mia segera melepaskan pelukan mamanya, lalu berjalan ke ruang tamu. Sesampainya disana, dilihatnya orang-orang sudah duduk menghadap sebuah kotak persegi di tengah ruangan. Sebuah peti mati!
Mia terus berjalan menuju ke arah peti mati itu. Siapa yang meninggal, tanyanya didalam hati. Sambil berjalan ke arah peti, Mia merasakan tepukan menenangkan dari beberapa orang yang ia lewati. Mia menatap mereka dengan bingung.
Dengan penasaran, ia melongokkan kepalanya ke dalam peti. Segera matanya membesar, jantungnya serasa berhenti. Segera setelah itu terdengar lolongannya yang menyayat hati.
"Ereeenn!!!!" Jerit Mia sejadi-jadinya. Sharon atau yang akrab dipanggil Eren, putri tunggalnya, terbaring kaku didalam peti dengan wajah rusak.
"Ereeenn!!! Nggak, itu bukan Eren!! Gak mungkin!!" Jerit Mia sejadi-jadinya sambil menangis. Ia tidak percaya, putri satu-satunya sudah pergi.
Mama Mia memeluk Mia sambil membisikkan kata-kata yang menenangkan.
“Apa ini, Ma? Ada apa? Eren kenapa?” Tanya Mia kepada Mia ditengah tangisannya.
“Eren kecelakaan semalam, Sayang. Dia meninggal di tempat. Yang kuat ya, Sayang. Yang kuat.” Ujar mama Mia sambil terus membelai rambut dan punggung Mia, berharap Mia semakin tegar.
Mia kembali menangis tersedu-sedu. Ia tidak begitu dekat dengan anaknya yang perempuan karena kesibukan mereka masing-masing, namun demikian Sharon tetap buah hati yang disayanginya. Ia tidak menyangka secepat ini ia dipisahkan dari putrinya.
Suara sepatu pantofel mahal mengalihkan perhatian para tamu yang hendak ikut menyampaikan dukacita. Seorang pria matang namun sangat tampan masuk ke ruang keluarga. Mia ikut mengalihkan pandangannya, melihat kedatangan lelaki itu.
Alex memasuki ruang tamunya. Wajahnya dingin dan datar. Tidak ada raut kesedihan disana. Ia berjalan dengan cepat menghampiri peti jenazah.
Sesampainya di samping peti, ia melihat ke dalamnya lalu mengulurkan tangannya. Ia membelai sejenak wajah putrinya tanpa sedikit pun bersuara.
“Will!” Akhirnya Alex bersuara, memanggil nama asisten pribadinya sementara tangannya masih tetap membelai pipi Sharon.
“Ya, Tuan.” William sang asisten dengan sigap berdiri di samping Alex.
“Ikut aku.” Alex dengan cepat berlalu dari samping peti menuju ke ruang kerja. Ia hanya sejenak melirik ke arah Mia yang sedang dirangkul oleh mertuanya, lalu meninggalkannya dan semua tamu di ruang tamunya.
William hanya sedikit membungkukkan badannya, lalu berjalan mengikuti tuannya.
Mia hanya menatap nanar ke suaminya, pandangan mata penuh kebencian.
🌹🗡️🌹
“Sudah kau selidiki?” Tanya Alex pada William sambil duduk di sofa ruang kerjanya. Alex menugaskan Will untuk menyelidiki kecelakaan putrinya.
“Masih berjalan, Tuan.” Ujar William sambil menyodorkan laporan sementara yang telah berhasil dikumpulkannya. Dengan segera Alex memperlajari laporan itu.
Sharon Amanda Midas, anak kedua Alex dan Mia, mengalami kecelakaan pada malam hari saat ia pulang dari klub malam. Sharon dan pacarnya, mengendarai mobil milik Sharon. Kemungkinan besar karena mabuk, kendaraan yang dikendalikan oleh pacar Sharon menerobos pembatas jalan dan masuk ke jalur berlawanan. Saat itu datang sebuah tronton dari arah berlawanan sehingga kedua mobil tersebut bertabrakan. Sharon dan kekasihnya meninggal di tempat.
“Murni kecelakaan?” Tanya Alex lagi. William menganggukkan kepalanya.
“Semuanya wajar, Tuan. Mereka ke klub atas permintaan Sharon. Beberapa teman sekolahnya yang ikut ke klub, menceritakan bahwa mereka semua diajak Sharon. Mereka datang dan pulang dengan mobil yang berbeda-beda, karena memang meeting point mereka langsung di klub. Mereka minum sama-sama, timing pulang juga bersama-sama.” Ujar William lagi.
Alex membanting laporan itu. Ia memijit keningnya yang mulai terasa sakit. Akhirnya ia hanya melambaikan tangannya, memerintahkan William meninggalkan ruangannya.
Alex meraih ponselnya, ia memerlukan pelampiasan. Setelah menekan beberapa tuts nomor, ia mulai berbicara dengan partner di ponselnya.
“Sayang…”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments