Satu minggu sudah cuti mereka usai. Dan selama sisa cuti, mereka hanya menghabiskan di dalam rumah saja. Selama cuti, pekerjaan Danar dilimpahkan pada asisten kepercayaannya, Riko. Sahabat kecilnya. Danar hanya mengawasi jarak jauh saja. Jadi pekerjaannya tetap terkoordinasi dan berjalan dengan baik. Sedangkan, pekerjaan Devina sementara dikerjakan oleh salah satu karyawan kepercayaan ayahnya.
Menjadi suami dan istri, membuat Danar dan Devina bahagia bisa selalu bersama. Memasak bersama, menonton TV, atau bersantai di halaman belakang rumah sambil memandang taman dan kolam ikan. Pekerjaan rumah, sudah dilakukan oleh asisten rumah tangga mereka. Satu satpam khusus berjaga di pos depan rumah, satu tukang kebun dan bersih-bersih halaman dan kolam. Serta asisten rumah tangga paruh baya, Bik Asih biasa disapa. Bik Asih dan Pak Darto, sang tukang kebun adalah sepasang suami istri. Mereka baru bekerja dua bulan yang lalu, setelah rumah ini selesai direnovasi dan mulai ditempati. Mereka adalah saudara Bik Nani yang sudah lama bekerja di kediaman utama milik keluarga Danar, orang tuanya. Jadi mereka direkomendasikan oleh Bik Nani untuk bekerja dengan keluarga kecil Danar.
Di kamar utama yang luas, Devina tengah menyiapkan keperluan suaminya untuk bekerja. Devina sendiri sudah rapi dengan pakaian kerjanya. Celana kulot bahan warna hitam dipadukan blouse kemeja biru laut dan blazer hitam yang pas di badannya. Sedangkan Danar berada di kamar mandi untuk membersihkan diri. Lima belas menit berlalu, Danar keluar dari kamar mandi. Berbalut handuk sebatas pinggang dan lutut, menampakkan otot kekarnya. Berkali-kali pula membuat Devina tersipu malu menatap tampilan sang suami.
"Kamu masih saja malu, sayang. Padahal kamu sering melihatnya, bahkan memegangnya." Ucapan Danar dengan senyum yang menggoda istrinya.
"Maaasss!!" balas Devina dengan pipi tambah merona di pagi hari karena ucapan sang suami.
"Apa mau nambah lagi, sayang? Mumpung masih ada satu jam lagi. Aku sungguh tidak keberatan, sayang." Ucap Danar memeluk istrinya disertai kecupan ringan di bibirnya.
"Nanti kita bisa terlambat bekerja, mas. Ini hari pertama kita bekerja bukan? Kita sudah cuti cukup lama, aku tidak enak di hari pertama kita bekerja setelah cuti, malah terlambat, mas. Meski itu kantor ayah, tapi tetap saja aku harus profesional kan, mas?" Ujar Devina menatap sang suami dengan tangan berada di dada suaminya.
"Akan kubuat cepat, sayang? Bagaimana, hm?" Danar menimpali ucapan istrinya dengan masih terus menggodanya sambil menaikturunkan kedua alisnya
"Tidak, mas. Semalam saja sudah berkali-kali. Bahkan selama kita di rumah ini sudah setiap hari, mas. Apa kamu tidak bosan?" Devina membalas ucapan Danar dengan senyum yang terpatri di wajahnya.
"Dengar, sayang. Aku tidak akan pernah bosan untuk melakukannya bersamamu. Karena kamu bagaikan ganja, sayang. Kamu membuatku kecanduan tiap waktu." Danar membalas dengan terus memeluk sang istri.
"Kenapa aku diibaratkan ganja, mas? Apa kamu pernah memakainya?" Devina berucap heran dengan ucapan suaminya yang mengibaratkan dirinya dengan ganja.
"Apa kamu belum mengenaliku, sayang? Jangankan memakai, melihat dan menyentuhnya secara langsung pun aku belum pernah, sayang. Tentu aku hanya tau itu dari berita saja. Sudahlah, sayang. Intinya kamu adalah canduku. Aku tidak akan pernah bosan bersamamu. Hanya kamu, sayang." balas Danar kemudian mendaratkan ciuman di seluruh wajah istrinya. Hingga membuat Devina merasa geli.
"Iya, iya, mas. Sudah hentikan. Aku geli, sayang. Aku sudah rapi." Ujar Devina menimpali ucapan sang suami, sambil menghindari kecupan suaminya di wajahnya.
"Kali ini kulepaskan kamu, sayang. Tapi lain kali, tidak akan terjadi. Dan kamu harus mau, sayang." Dengan enggan Danar melepaskan tangannya dari tubuh sang istri.
"Segeralah bersiap, mas. Aku sudah siapkan semua keperluan bekerjamu." Ucap Devina
"Terima kasih, sayang. Kamu istri terbaikku." Balas Danar sembari menuju tempat ruang ganti.
"Aku tunggu di bawah ya, mas. Kita sarapan bersama." Ucap Devina Sambil menuju pintu kamar untuk keluar.
"Oke, sayang." Danar menimpali dengan kerlingan mata sebelahnya untuk menggoda sang istri. Sementara Devina hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan senyum karena tingkah suaminya.
*
Setelah sarapan bersama yang mereka lakukan seperti biasa. Kini keduanya telah berada di dalam mobil untuk menuju ke kantor. Karena kantor mereka satu arah jadi mereka berangkat bersama dengan satu mobil. Hal itu sudah biasa Danar lakukan untuk mengantar jemput Devina, ketika mereka dulu berpacaran. Walaupun baru enam bulan mereka bekerja setelah kelulusan kuliah mereka.
Mobil pajero sport warna hitam membelah jalanan yang padat merayap di kala pagi. Sebenarnya Danar memiliki beberapa koleksi mobil mewah yang harganya mencapai milyaran untuk satu unit mobil di garasi rumahnya. Namun, karena permintaan sang istri, jadi pajero sport pilihan mobilnya yang bernilai paling murah yang ia bawa. Biasanya mobil tersebut hanya digunakan sopir pribadinya khusus untuk mengantar jemputnya dulu saat ada pertemuan meeting di luar.
Dalam perjalanan menuju kantor ayah Devina, genggaman tangan Danar tak henti lepas dari tangan Devina. Sambil sesekali mengecup punggung tangan sang istri. Sedangkan tangan kanannya, Danar gunakan untuk mengemudi. Hal itu membuat Devina merasa begitu dicintai oleh Danar, sang suami idaman. Obrolan ringan terjadi di sela-sela lampu merah yang mengharuskan mobil mereka berhenti.
"Makan siang nanti, aku jemput ya sayang!" Sedikit menoleh ke Devina untuk mengajak sang istri untuk makan siang bersama seperti biasa. Kemudian melanjutkan fokusnya menyetir mobil.
"Iya mas. Makan di tempat biasa ya, mas! Aku sudah rindu ingin makan di tempat favorit kita." Devina membalas sambil menoleh ke arah Danar diiringi senyum yang terukir indah di bibirnya.
"Jangan perlihatkan senyum manismu itu kepada pria lain ya, sayang! Aku tidak rela mereka melihatnya." Dengan mode serius Danar mengucapkan hal itu kepada Devina.
Danar memang posesif terhadap Devina. Karena rasa cintanya yang begitu besar untuk Devina. Namun hal itu tidak membuat cinta Devina berkurang untuk Danar. Devina justru senang jika Danar bersikap posesif terhadapnya. Hal itu menunjukkan bahwa Danar memang begitu mencintainya. Posesif Danar juga tidak berlebihan yang mengekang kebebasan Devina.
"Senyum manis ini hanya kuberikan untukmu, mas. Untuk mereka hanya senyum seperti ini." Devina sambil memperlihatkan senyum tipisnya kepada Danar.
"Tetap saja itu membuatku tidak rela, sayang. Kamu tetap terlihat cantik dan menggemaskan. Rasanya aku ingin mengurungmu di rumah saja. Dan mengungkungmu di bawahku." Ucap Danar sesekali melirik ke arah Devina agar tetap fokus pada jalan di depan.
"Kenapa kamu menjadi mesum seperti ini, mas? Kamu selalu membuatku malu, sayang." Devina menimpali ucapan Danar dengan rona pipi yang merah karena membayangkan kegiatan panas mereka.
"Aku hanya mesum padamu, sayang. Bukan wanita lain. Oh, Devina. Aku ingin segera malam tiba." Balas Danar sambil mengecup tangan sang istri yang masih digenggamnya.
"Mas Danar!! Bahkan kita belum sampai kantor, mas sudah membicarakan hal itu lagi. Hmm, benar-benar kamu mas." Ucap Devina yang semakin merona.
"Inilah aku Devina sayang. Danar suamimu. Danar yang sangat mencintaimu." Ucap Danar yang terkekeh melihat tingkah sang istri yang tersipu.
Tidak terasa, mobil Danar telah sampai di depan kantor milik ayah mertuanya. Dimana sang istri bekerja di sana. Sedangkan kantor Danar masih sekitar sepuluh menit lagi untuk tiba di sana. Setelah mengantar sang istri ke kantornya, Danar pun menuju perusahaannya.
*
*
Gak bosen author ingetin untuk para readers. author masih baru dan ini karya novel pertama di NT, semoga suka ya readers! Bolehlah kasih jempolnya banyak-banyak. Nantikan tiap babnya ya! Komen ditunggu banget.
SELAMAT MEMBACA READERS
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments