Bab 4

“Luna," aku berteriak memanggil nama putri kecilku.  

"Ibu," jawab Luna sambil melepaskan pelukannya kepada laki-laki itu.  

Saat itu aku baru melihat siapa laki-laki yang sering menemui putri kecilku.  Sebuah wajah yang tak akan pernah aku lupakan seumur hidupku. Laki-laki yang kini ada di hadapan ku adalah Mas Niko suami yang sudah meninggalkanku 5 tahun yang lalu. 

"Mas Niko," ucapku sambil terdiam seakan tak percaya dengan apa yang aku lihat.

"Rani, jadi Luna ini," ucap Niko bingung. 

"Ya dia adalah anak yang kamu tinggalkan 5 tahun yang lalu,  seorang anak cacat yang hanya membuatmu malu," jawabku sambil mulai meneteskan air mataku.

"Kenapa Ibu menangis, apa Ibu mengenal Om ini," tanya Luna sambil menoleh ke arahku.

"Tidak Nak, sekarang kita pulang ya," jawabku sambil menggandeng tangan putri kecilku.

"Rani!" teriak Mas Niko sambil mengejarku.

Aku tidak mempedulikan teriakan Mas Niko, aku terus berjalan ke arah ruamah sambil mengandeng tangan Luna. Berkali-kali Luna melihat ke belakang untuk melihat Mas Niko yang terus mengejar kami. Sampai di rumah aku langsung menutup pintu ku dan menguncinya dari dalam.

"Rani, aku mohon dengarkan dulu penjelasanku!" teriak Mas Niko sambil terus mengetuk pintu rumahku. 

"Ibu, Om itu siapa? kenapa dia terus mengejar kita," tanya Luna penasaran.

"Luna sekarang masuk ke dalam dan ganti baju ya Sayang," jawabku sambil tersenyum.

Setelah Luna masuk ke dalam aku langsung keluar untuk menemui Mas Niko yang masih berteriak di depan rumahku. Aku Langsung menarik tangan Mas Niko menjauh dari rumah. Mas Niko langsung menjelaskan tentang apa yang telah dia lakukan kepadaku dan Luna. 

“Aku mohon maafkan aku Rani, saat itu aku benar-benar terpaksa meninggalkan kalian,” ucap Mas Niko sambil memohon.

“Kamu tidak terpaksa, aku tahu laki-laki dari keluarga kaya sepertimu tidak akan sanggup hidup dalam kemiskinan,” jawabku sambil membalikkan badan membelakangi Mas Niko.

“Aku melakukan itu untuk kebaikan kita,” ucapnya sambil berjalan di depanku.

“Kebaikan kita, itu hanya untuk kebaikanmu, kamu lihat penampilanmu sekarang sebuah penampilan seorang konglomerat yang tampan dan sangat berkecukupan,” jelasku sambil menangis.

“Apa benar Luna itu putriku,” tanyanya sambil menatapku tajam. 

“Putrimu, sejak kapan kamu menjadi ayah untuk Luna. Luna adalah putri kandungku, aku yang mengandung, melahirkan bahkan merawatnya sampai saat ini,” jelas ku dengan nada penuh dengan emosi.

“Ibu!” tiba-tiba terdengar suara Luna memanggilku.

“Lebih baik kamu pergi dari sini dan jangan pernah temui Luna lagi,” ucapku sambil berjalan meninggalkan Mas Niko yang masih terdiam.

***

Malam ini mataku sulit untuk terpejam, entah kenapa tatapan tajam Mas Niko masih saja terlihat di mataku. Sebuah tatapan mata penuh penyesalan itu seakan tidak mau pergi dari pikiranku. Sekilas aku menatap Luna yang sudah terlelap dalam tidurnya.

“Apa yang harus aku lakukan saat ini, apa aku harus mengatakan yang sebenarnya kepada Luna,” batinku sambil mengusap rambut Luna.

Keesokan harinya aku melakukan hari-hariku dengan membuka kembali warung makan sederhanaku. Luna yang saat itu memang belum sekolah sibuk dengan acara televisi kesukaannya. Saat aku sedang sibuk melayani pelanggan aku dikejutkan dengan kedatangan Mas Niko di warung makan ku. 

“Permisi, saya mau pesan nasi campur 1 makan disini ya Mbak,” ucap Mas Niko sambil duduk disebuah kursi.

“Mas Niko,” ucapku lirih.

“Om baik!” teriak Luna yang tiba-tiba keluar dan langsung memeluk Mas Niko yang dia kenal sebagai Om baik.

“Luna Om punya hadiah untuk Luna,” ucapnya sambil memberikan sebuah boneka beruang dan sebuah kotak kecil kepada Luna.

“Ini apa Om,” tanya Luna sambil membuka kotak kecil yang diberikan Niko kepadanya.

“Ini dipasang disini Om yakin setelah ini Luna pasti bisa mendengar dengan jelas, jawab Niko sambil memasang alat pendengar di telinga Luna.

Setelah pelangganku pergi aku pun langsung menghampiri Luna dan melepas alat pendengaran tersebut serta merampas boneka yang ada i pelukannya. Aku pun meminta Luna untuk masuk ke dalam rumah. Luna yang terlihat bahagia kini menangis karena bentakan.

“Sekarang cepat masuk ke dalam!” benakku sambil melepas alat pendengaran yang terpasang di telinganya.

“Tapi Bu itu ’kan ….” belum selesai Luna menjawab aku langsung memotong ucapannya.

“Cepat masuk ke dalam sekarang!” teriakku sambil membentaknya hingga membuat Luna menangis dan berlari masuk ke dalam rumah.

“Bawa barang-barang ini dan cepat pergi dari rumahku sekarang,” ucapku sambil melempar barang-barang yang Niko berikan kepada Luna.

“Kamu tidak bisa mengusirku begitu saja, karena aku juga ayah dari Luna,” jawab Niko sambil berdiri.

“Ayah, kenapa baru sekarang kamu mengakui jika Luna adalah anakmu,” tanyaku sambil tersenyum sinis di hadapan Niko.

“Asal kamu tahu selama ini aku yang berjuang untuk kehidupan Luna, aku yang merawatnya seorang diri dan sekarang setelah 5 tahun kamu pergi dengan mudah kamu bilang kamu Ayahnya!” bentakku sambil menangis di hadapan Niko. 

“Iya aku tahu ini adalah kesalahanku, tapi paling tidak beri aku kesempatan untuk ….” belum selesai Niko menjelaskan aku langsung menyimpannya.

“Untuk apa, untuk lebih menyakiti kami, atau untuk menebus dosamu. Bukannya kamu sudah bahagia dengan kehidupan barumu lalu untuk apa kamu menemui Luna lagi,” tanyaku dengan nada tinggi.

“Aku yakin kamu pasti sudah mempunyai keluarga baru dengan perempuan lain, dan memiliki seorang anak yang lebih bisa membuatmu bangga," tambahku dengan ketus.

"Aku tidak memiliki anak dari pernikahan ku sekarang, istriku di vonis tidak dapat memiliki keturunan karena mengalami penyumbatan terhadap rahimnya," jelas Niko sambil duduk di salah satu kursi. 

"Ya  Allah apa ini yang dinamakan karma," batinku sambil menoleh ke arah Niko.

"Oh jadi karena itu kamu menemui Luna, karena Istri barumu tidak dapat memberikan keturunan, itu adalah balasan yang pantas untuk seorang ayah yang tidak bertanggung jawab sepertimu," ucapku sambil berjalan meninggalkan Mas Niko. 

Sejak saat itu Mas Niko sering datang mengunjungi Luna walaupun berkali-kali juga aku usir dia dari rumahku. Setelah aku memandikan Luna. Kami pun bergegas berangkat ke pasar untuk berbelanja kebutuhan warung makan ku. Sepulang dari pasar aku pun langsung membersihkan warung makanku dengan dibantu oleh Luna yang saat itu hanya bisa mengelap beberapa kursi saja. 

Aku yang saat masuk ke dalam rumah untuk mengambil beberapa peralatan memasak. Tiba-tiba aku mendengar suara teriakan yang cukup keras dari arah luar. Luna yang saat itu sedang sibuk membersihkan kursi langsung berlari ke arahku sambil menangis.

"Ada apa Nak," tanyaku sambil memeluk Luna yang sedang ketakutan.

"Itu Bu, Luna takut," ucap Luna sambil menangis dan menunjuk ke arah pintu.

"Eh Pelacur keluar kamu!" terdengar suara teriakan seorang wanita dari luar.

"Pelacur," batinku sambil melepaskan pelukan Luna.

    

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!