"Kenalkan ini Rani calon istri Niko," ucap Niko sambil tersenyum di hadapan orang tuanya.
"Apa! Apa kamu tidak salah pilih, dia ini karyawan rendahan di catering Mama," jawab Saras sambil berdiri.
"Memangnya kenapa kalau Rani ini karyawan di catering Mama!" bentak Niko kepada sang Mama.
"Lebih baik kita pulang dan selesaikan masalah ini di rumah," ucap Herman sambil menggandeng sang istri.
"Niko Papa tunggu kamu di rumah," ucap Herman sambil menoleh ke arah Niko.
Sejak saat itu hukuman Niko dan orang tuanya menjadi renggang karena Niko tetap memilihku daripada orang tuanya. Hingga suatu hari Niko membawa ku ke rumah orang tuanya dan menggatakan jika dia akan menikahiku dalam waktu dekat. Hingga membuat sang papa memberi dua pilihan kepada Niko.
"Jika kamu bersikeras menikah dengan perempuan ini Papa akan mencoret nama mu sebagai ahli waris tunggal keluarga kita serta seluruh hotel atas namamu akan papa hapus," ucap herman sambil bertola pinggang.
"Maaf Pa, aku akan tetap menikah dengan Rani apapun yang terjadi," jawab Niko sambil menggandeng tangan ku keluar dari rumah ini.
"Niko! Selama kamu masih berhubungan dengan peremuan miskin itu jangan pernah injakkan kakimu di rumah ini," teriak Herman saat melihat kami berjala keluar.
"Apa yang harus kita lakukan Pa," tanya Saras kepada sang suami.
"Kamu tenang saja, aku yakin Niko akan kembali pulang karena aku paham betul dia tidak akan bisa hidup susah," jawab Herman dengan percaya diri.
Kami pun melangsungkan pernikahan dengan sederhana tanpa dihadiri oleh orang tua dan keluarga besar Mas Niko. Setelah menikah aku dan Mas Niko memutuskan untuk tinggal di sebuah kampung yang jauh dari hiru pikuk kota. Mas Niko saat itu hanya bekerja sebagai seorang kuli panggul disebuah agen beras milik Juragan Basir.
Pernikahan kami berjalan sangat bahagia, Mas Niko juga tidak pernah mengeluh dengan lelah dan kerasnya pekerjaannya saat ini. Hingga suatu hari tepat di dua tahun pernikahan kami Mas Niko mulai berbuat kasar, seolah dia menyesal dengan keputusannya untuk menikah denganku. Aku yang saat itu sedang menggandung Luna sering mendapat perlakuan kasar baik secara Fisik ataupun secara ucapan.
“Ayah!” teriak Luna hingga mengagetkan ku yang sedang melamun di sampingnya.
“Astaghfirulllah, Luna kenapa Sayang,” ucapku sambil memeluknya yang terduduk di tempat tidur.
“Luna mimpi Ayah pulang kerumah lalu pergi lagi,” jawabnya sambil menangis.
“Ya Allah sedalam itukah rindu putriku kepada Ayahnya,” batinku sambil terus memeluk Luna dengan erat.
“Ibu ayo kita ketempat kerja Ayah,” ucap Luna sambil menatap ke arahku.
“Iya nanti kalau Ibu sudah ada rejeki kita ke Ayah, sekarang kita tidur lagi ya,” ucapku sambil membaringkan Luna di tempat tidur.
“Mas Niko, aku harus mencarimu kemana Mas,” batinku sambil membelai rambut Luna.
Beberapa bulan kemudian akupun menyewakan rumah peninggalan orang tuaku. Rencananya uang itu aku gunakan untuk menyewa sebuah rumah kecil di Kota sambil mencari keberadaan suamiku. Untuk menghidupi kebutuhan hidup kami selama di kota aku membuka sebuah warung nasi sederhana dengan menggunakan sisa uang yang aku miliki.
“Ibu, Luna pergi mengaji dengan teman-teman ya!” teriak Luna sambil berlari menuju ke sebuah masjid.
“Iya, hati-hati Nak!” jawabku sambil berteriak.
Sejak tinggal di Kota Luna mempunyai banyak teman yang sangat baik kepadanya. Bahkan mereka tidak pernah mengejek kondisi Luna yang mempunyai pendengaran kurang jelas. Warung nasi ku juga cukup ramai, bahkan hampir setiap hari aku bisa menghabiskan 5kg beras untuk berjualan.
“Ibu!” teriak Luna sambil berlari ke arahku yang sibuk dengan para pembeli.
“Iya Sayang ada apa,” tanyaku sambil terus melayani beberapa tamu yang ingin makan di warungku.
“Tadi Luna hampir saja keserempet mobil om kaya,” ucap Luna hingga membuatku terkejut.
“Ya Allah, tapi Luna tidak apa-apa ‘kan coba beritahu Ibu mana yang sakit,” jawabku sambil memutar badan Luna dan mengecek apa ada luka di badannya.
“Untungnya om itu baik Bu, Luna diajak ke minimarket dan dibelikan banyak makanan, kawan-kawan juga dberikan banyak makanan oleh om itu,” ucap Luna yang ternyata tidak mendengar pertanyaanku.
“Luna, Ibu tanya apa ada yang terluka di badan Luna,” tanyaku sambil sedikit berteriak.
“Tidak Bu,” ucapnya sambil memutar-mutarkan badannya.
“Kalau begitu sekarang Luna masuk ke rumah dan ganti baju ya,” jawabku sambil berteriak.
Sejak kejadian Luna sering sekali menceritakan tentang laki-laki yang dia panggil dengan sebutan Om baik. Luna juga bercerita bahwa laki-laki itu adalah orang kaya dan sangat tampan. Mereka hampir setiap hari bertemu di masjid tempat Luna mengaji.
“Luna, lain kali kalau Om baik datang jangan mau dikasih apa-apa ya Nak,” ucapku sambil berteriak dan memegang pundaknya.
“Memang kenapa Bu, Om itu ‘kan baik,” tanya Luna penasaran.
“Nak, kita tiidak boleh meminta apapun dari orang lain, apalagi orang yang tidak kita kenal,” jawabku sambil memangku putri kecil ku.
“Tapi ‘kan Luna nggak minta, Om itu sendiri yang memberikannya untuk Luna,” jawab Luna polos.
“Ya sudah sekarang kita istirahat, hari sudah malam,” ucapku sambil menggandeng Luna ke arah kamar.
Sepanjang perjalanan ke kamar Luna terus saja menceritakan tentang kebaikan laki-laki yang dia sebut sebagai Om baik. Seorang laki-laki yang dia kenal saat sebuah mobil hampir menyerempetnya. Aku yang merasa penasaran dengan sosok Om baik idaman Luna berniat untuk mencari tahu siapa laki-laki itu sebenarnya.
***
Keesokan harinya aku menjalani hari-hariku seperti biasa. Namun, hari ini aku berniat untuk tidak membuka warung makan ku. Aku berniat untuk mencari tahu siapa laki-laki yang Luna panggil sebagai Om baik.
Setelah menyeesaikan semua pekerjaan rumahku, aku pun bergegas menuju ke masjid tempat Luna belajar mengaji. Hampir 1 jam aku menunggu kedatangan laki-laki itu. Namun, tidak juga ada tanda-tanda kedatangannya.
“Sepertinya laki-laki itu tidak akan datang hari ini,” batinku ku sambil berdiri dari tempat duduk ku dan melihat sekeliling halaman masjid.
Jam menunjukkan pukul 5 sore, aku yang sudah merasa lelah langsung berdiri dan memutuskan untuk pulang. terlihat beberapa anak-anak mulai keluar dari masjid tersebut. Namun, saat aku akan meninggalkan tempat tersebut terdengar suara seorang laki-laki mmanggil nama Putriku.
“Luna!” teriak laki-laki itu.
“Om Baik,” ucap Luna sambil berlari ke arah laki-laki itu dan memeluknya.
Seketika aku menoleh ke arah suara teriakkan Luna. Namun, sayangnya aku tidak dapat melihat wajah laki-laki itu. Aku yang saat itu sengaja sembunyi di samping masjid membuatku susah untuk melihat wajah sang laki-laki tersebut.
“Siapa Laki-laki itu, dan apa tujuannya terus menemui Luna,” ucapku sambil menatap Luna yang sedang memeluk laki-laki tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments