Bab 2

Mendengar pertanyaan Luna aku langsung menangis. Semua kenangan kelam di masa lalu harus aku gali kembali. Luna yang masih ada di pelukanku terus menangis menanyakan siapa ayahnya yang sebenarnya.

"Kita masuk ke dalam rumah ya Nak," ucapku sambil menggandeng Luna masuk ke dalam rumah.

"Bu, apa benar Luna anak haram, sebenarnya anak haram itu apa sih," tanya Luna penasaran sambil mengusap air matanya.

"Luna, coba sekarang kamu jelaskan siapa yang bilang jika Luna adalah anak haram," tanyaku kepada putri kecilku sambil mengajaknya duduk di sofa.

"Tadi teman-teman bilang kalau Luna tidak punya Ayah, dan mereka bilang Luna tuli," jawab Luna dengan polosnya.

"Ya Allah kasihan kamu Nak, di usiamu yang sekecil ini kamu harus merasakan sakitnya di bully," batinku sambil mulai memangku Luna.

"Dengarkan ibu baik-baik, Ayah Luna saat ini ada di luar kota yang jauh sekali dia bekerja untuk mencari nafkah, Ayah juga sangat menyayangi Luna," jawabku sambil meneteskan air mata.

"Lalu apa benar kalau Luna ini tuli makanya Ibu bicaranya selalu teriak-teriak kepada Luna," tanya Luna sambil mengusap air mataku dengan tangan kecilnya.

"Tidak Nak, Luna hanya sakit biasa, Ibu janji suatu saat nanti kamu pasti bisa sembuh," jawabku sambil tersenyum.

Ibu mana yang tidak sedih mendengar pertanyaan sang putri tentang ayahnya dan kondisinya. Mungkin saat ini aku memang tidak bisa membahagiakan putriku. Namun, aku yakin suatu saat aku akan bisa membawa Luna berobat ke dokter.

“Sekarang Luna tidur siang ya Nak,” ucapku sambil menggendongnya ke arah kamar.

Setelah menidurkan Luna akupun bergegas menuju ke dapur untuk menyiapkan makan malam. Hari ini aku mendapat upah lebih dari hasil mencuci baju dan pemilik rumah juga memintaku untuk membersihkan rumahnya. Jadi aku berinisiatif untuk membeli satu ekor ayam dan sayur untuk Luna hari ini.

Beberapa jam kemudian Luna terbangun dari tidurnya. Setelah mandi aku mengajaknya ke teras rumah untuk menyuapinya. Ini pertama kalinya Luna merasakan ayam goreng.

"Hari ini kita tidak makan telur lagi ya Bu," tanya Luna sambil melihat piring yang ada di tanganku.

"Iya, alhamdulillah hari ini ibu ada rejeki jadi bisa belikan Luna ayam," jawabku sambil menyuapi Luna.

"Ini apa Bu," tanya Luna sambil menunjuk ke paha ayam yang ada di piring.

“Ya Allah ternyata putri ku memang tidak mendengar apa yang aku ucapkan kepadanya, maafkan Ibu Nak," batinku sambil meneteskan air mata.

"Kok Ibu menangis, Luna nakal ya Bu," tanya Luna sambil mengusap air mataku.

"Tidak Nak, ayo makan lagi," jawabku sambil memasukkan sendok ke mulut Luna.

Malam harinya saat aku sedang menidurkan Luna aku merasakan sebuah penyesalan yang dalam di diriku. Aku mengusap rambut panjang hitam dan lebat gadis kecil di sampingku. Hingga tiba-tiba Luna menanyakan suatu pertanyaan yang membuatku terkejut.

"Ibu, Ayah itu seperti apa sih," tanya Luna sambil menoleh ke arahku yang tidur di sampingnya.

"Kenapa Luna bertanya seperti itu lagi Nak," tanyaku penasaran.

"Apa Bu," jawab Luna polos.

"Luna kenapa bertanya tentang Ayah lagi!" jawabku dengan sedikit berteriak.

"Luna ingin sekali bisa bertemu dengan Ayah, Luna kangen sama Ayah Bu," jawabnya dengan wajah sedih.

"Ayah Luna adalah seorang Ayah yang baik, dan bertanggung jawab," jawabku dengan suara sedikit keras.

"Lalu kenapa Ayah meninggalkan kita Bu, apa Ayah membenci kita," tanya Luna penasaran.

"Tidak Nak, Ayah tidak pernah membenci kita. Dia begitu sangat menyayangi kita, tapi saat ini ayah sedang bekerja di luar kota," jawabku sambil menahan air mata ku.

"Apa kita bisa bertemu dengan Ayah," tanya Luna sambil duduk.

"Sekarang kita tidur ya Sayang besok Ibu ceritakan lagi tentang Ayah Luna," jawabku sambil menidurkan Luna.

 Malam ini aku tidak dapat tidur dengan nyenyak karena memikirkan apa yang diucapkan Luna. Sesaat aku mengingat tentang pertemuan pertamaku dengan mas Niko. Mas Niko adalah seorang pemilik hotel terkenal di Jakarta.

Saat itu aku yang bekerja sebagai juru masak di salah satu catering milik ibunya tidak sengaja bertemu dengannya saat sedang mengantar sebuah makanan di rumahnya. Saat itu aku tidak sengaja menabrak Mas Niko yang sedang berjalan terburu-buru. Sejak pertemuan itu aku dan suami ku sering bertemu dan dia pun sering menemui ku di catering.

"Rani, apa kamu mau menikah denganku," tanya Mas Niko sambil menggenggam tanganku. 

"Itu tidak mungkin Mas, aku hanya pegawai rendahan sedangkan kamu adalah pemilik sebuah hotel terkenal serta anak dari pengusaha sukses," jawabku sambil melepaskan pegangan tangan Mas Niko.

"Aku tidak peduli, Aku akan secepatnya berbicara pada orang tua ku tentang pernikahan kita," ucap Mas Niko sambil berusaha meyakinkan ku.

Keesokan harinya saat aku sedang sibuk dengan pekerjaanku di catering tiba-tiba Mas Niko datang dan langsung menarikku ke dalam mobilnya. Dia langsung melajukan mobilnya ke sebuah pusat perbelanjaan di pusat kota Jakarta. Mas Niko membelikan aku sebuah baju dan membawaku ke sebuah salon yang terkenal di pusat perbelanjaan itu.

"Kenapa kamu lakukan ini kepada ku Mas," tanya ku penasaran saat kami sudah di dalam mobil.

"Kamu akan tahu nanti, dan aku yakin kamu akan menyukainya," jawab Mas Niko sambil mulai menjalankan mobilnya. 

Tidak beberapa lama kami pun tiba di sebuah rumah makan yang sangat mewah. Terlihat beberapa orang duduk di beberapa meja dengan menggunakan gaun dan jas yang begitu mahal. Ini adalah pengalaman pertama untukku masuk ke dalam rumah makan besar dan mewah.

"Selamat Nyonya, Tuan apa sudah pesan tempat malam ini," tanya seorang pelayan.

"Saya sudah pesan ruangan vvip untuk pertemuan keluarga atas nama Niko," jawab Mas Niko sambil tersenyum ramah.

"Baik silahkan Tuan, beberapa keluarga anda sudah menunggu di ruangan tersebut," jawab sang pelayan sambil berjalan mengantarkan kami. 

"Mas, kenapa kita kesini makanan di sini pasti mahal, ayo kita pergi dari sini," bisikku kepada Mas Niko.

"Sudah ikuti saja langkah pelayan ini," jawab Rudi sambil tersenyum ke arahku.

Ruangan restoran yang begitu dingin membuat seluruh bulu kudukku berdiri. Suara permainan biola dan piano membuat suasana restoran itu menjadi sangat romantis. Kami pun tiba di sebuah ruangan yang mewah, tapi ada sesuatu yang membuatku terkejut di tempat itu.

“Nyonya,” batinku saat melihat bos ku duduk di salah satu kursi.

“Selamat Malam!” teriak Niko hingga membuat seluruh orang yang ada di ruangan itu menoleh ke arah kami.

“Sebenarnya ada apa ini Mas,” tanyaku penasaran.

“Sudah kamu ikuti aku saja,” jawab Niko sambil menggandengku. 

“Mama, Papa kenalkan ini Rani,” ucap Niko sambil memperkenalkan aku kepada orang tuanya. 

"Kamu," ucap Nyonya Saras kaget.

"Malam Nyonya," sapa ku sambil tersenyum.

"Kenapa kamu disini, bukannya jam segini kamu masih ada pekerjaan," tanya Nyonya Saras sambil melihat jam di tangannya.

"Aduh, apa yang harus aku jawab sekarang," batinku sambil menunduk.

 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!