Gugup, Salsa menggingit bibir menyalurkan ketakutan. Apa yang harus ia lakukan, sedang pria yang ia tebak suami Aisyah itu tengah menagih jawaban. Tak ingin masalah kian melebar panjang, dimatikannya sambungan.
Menghela napas, berusaha bersikap biasa, ia mengahampiri dua sahabatnya tersebut.
"Telponan sama siapa? Dipanggil-panggilin gak nyaut!" kesal Aisyah mengerucutkan bibir.
"Ngambeknya gak pernah ilang-ilang, untung sayang," timpal Bima sambil menggeleng pelan.
Tak mempan, Aisyah menjulurkan lidah, mengejek terang-terangan. Jika dulu ia akan terbang dengan bualan, tapi beda hal untuk sekarang, justru rasanya malah mual.
Dilanda gelisah, Salsa menyambar lengan Aisyah, lantas buru-buru membawanya pergi. "Kita duluan, ya, bye!" teriak Salsa tanpa menoleh.
"Gembira boleh, lupa suami jangan!" tegur Salsa sontak tawa Aisyah lenyap seketika.
Bima hendak menahan, tapi mendadak kaki melunak. Mengingat gadisnya itu telah menjadi milik seseorang.
"Kamu sepotong hati yang takkan terganti," lirihnya menatap nanar dua wanita yang punggungnya kian menjauh.
--
*
Membungkuk seraya mengulurkan tangan, Yusuf berusaha membujuk sang istri agar mau masuk ke rumah, di dalam seluruh keluarga besar mereka tengah menunggu. Aisyah tetap keras kepala, secuil pun tak berniat menemui sesiapa saja yang menantinya. Dengan alasan malu datang terlambat, padahalkan harusnya
dirinyalah yang menyambut bukan berbanding balik begini.
"Mereka gak akan beralih dari nasi jadi makan kamu." Setengah tertawa Yusuf berucap, gemas melihat tingkah Aisyah apalagi ditambah rona di pipi, membuat Yusuf ingin membawanya ke kamar dan menghujami kecupan pada setiap inci wajah istrinya.
"Aku gak mau masuk! Takuuuut," katanya dengan tampang dibuat memelas. Yusuf tak mengindahkan.
Diliriknya jam di pergelangan tangan sudah menunjukkan pukul sembilan, ia menghela napas lantas menarik lembut Aisyah ke luar mobil. Aisyah menuruti meski dongkol, dengan kaki sengaja dihentak-hentakkan.
"Dari mana aja kalian?" tanya Sari menatap tajam anaknya yang baru memasuki ruang tengah.
Yusuf tersenyum simpul, sementara Aisyah bersembunyi di belakang punggungnya.
"Bunda ud--"
"Aisyah!" serempak semua berteriak saat melihat Aisyah terjatuh pingsan.
Yusuf berbalik, secepat kilat merengkuh tubuh istrinya, rasa panik menyeruak, ditepuk-tepuk pipi sang istri. Namun nihil, tak sama sekali berhasil.
Ratna membekap mulut rapat-rapat menahan gejolak sesak yang kian menghimpit dada.
--
*
Mengusap lembut kepala putrinya yang masih dibungkus kerudung, mata kembali menghangat, entah karena khawatir berlebih atau rasa rindu yang menggebu.
Mengerjap sebentar menyesuaikan cahaya, Aisyah membuka mata, "Bunda ...," panggilnya memaksa seulas senyum.
Mengalir airmata bundanya, Aisyah merasa bersalah, rencana makan malam gagal total. Merutuki kebodohan juga tak berguna, tadi sepulang dari kampus bukannya balik, malah numpang tidur di apartement Salsa.
"Mbak, putri kita sudah bangun." Sambil menyeka cairan crystal, Bunda tersenyum memandang besannya yang baru membuka pintu dengan nampan di tangan.
"Alhamdulillah." Sari bersyukur.
Memejamkan mata, Aisyah mendadak sakit kepala, dipijitnya bagian pelipis berharap rasa sakit segera mereda.
"Makan dulu, Sayang." Bunda membantu Aisyah mengubah posisi menjadi duduk sambil bersandar di kepala ranjang.
Ratna mengambil bubur yang diberikan Sari, mengaduknya sebentar lalu menyendokkan ke mulut Aisyah. Dengan senang hati Aisyah mengunyah setiap suap dari bundanya.
"Umi sengaja buatkan kamu bubur, Dokter bilang kamu kelehanan dan lemas karena belum makan," jelas Umi panjang pendek, kemudian berlalu keluar membiarkan ibu dan anak saling melepas rindu.
Bubur telah habis, Ratna meletakkan mangkuk di atas nakas. Setelahnya Aisyah menghambur dalam pelukan hangat sang bunda yang sangat ia rindukan.
"Bunda ...," lirihnya seraya bergetar.
Bunda mencium pucuk kepala Aisyah, mengendus rakus aroma vanila khas anaknya, ada rasa lega tiba-tiba melekat dalam dada.
"Bunda hampa tanpa kamu, Syah!"
Aisyah mengangguk paham, terhitung sebulan mereka berpisah, tapi rasa kehilangan selalu membuat resah.
"Kenapa jodoh kamu cepat datang, Sayang," sesal Bundanya, mengingat berapa gampang ia merelakan putri semata wayangnya menikah di usia muda.
"Bunda ...."
--
*
Matahari mulai membagi sinarnya, Aisyah menopang badan yang hendak tumbang, kakinya lemas seketika, tangan mencari benda apapun di sekitarnya untuk berpegangan.
Terhuyung ke belakang, Aisyah terkejut saat sepasang lengan kekar merengkuhnya erat.
"Jangan nyiksa diri sendiri." Dibimbingnya Aisyah kembali berbaring di kasur.
"Kalo butuh sesuatu bilang Umi, ya. Maaf saya harus berangkat ada rapat mendadak," sambungnya mencium dahi Aisyah yang masih setengah hangat.
--
*
Lamunannya menembus jauh ke luar jendela, mengingat betapa bahagia hidup bebas tanpa ikatan. Pernikahan yang dulu dibayangkan ternyata tidak sesuai harapan. Secercah sesal dan kilatan wajah sayu sang bunda seolah menginginkannya pulang pun terus terngiang. Pelupuk mata kembali berair, kemudian mengambil ponsel lantas mengetik tulisan.
[Bunda ... Aisyah masih kangen.]
Send
Tak menunggu lama ponselnya berdering, dengan semangat Aisyah menatap layar yang sesekali berkedip itu, tapi bukan bunda yang menghubunginya melainkan Bima Muchtar sepupu Salsa yang hampir merajut kasih bersama.
Mengerling malas lalu menggeser tombol hijau di layar ponsel.
"Kamu sakit?" Suara serak Bima menggema.
Menghela napas, tak perlu bertanya pasti sahabatnya itu yang memberi tahu lelaki tersebut.
"Halo ... Aisyah? Udah diperiksa? Atau maag kamu kambuh lagi?" Kembali pria itu mencerca pertanyaan.
"Udah membaik."
"Syukurlah."
Hening
Canggung, keduanya mematung. Lebih tepatnya sama-sama tahu diri, bila tak akan ada celah membangun sesuatu lagi.
"Emm, ya udah kamu istirahat," tukasnya.
Aisyah tak menjawab, tapi langsung menekan tombol merah, lalu melempar ponsel ke sembarang arah.
Pintu terbuka menampilkan Yusuf dengan beberapa tentengan plastik. Aisyah turun mengambilnya. "Lelah?" bisiknya sambil mengulum senyum.
"Lumayan." Yusuf membanting badan di sofa, sejenak memejamkan mata.
"Kalo aku ajak jalan-jalan, bisa?"
"Kemana?"
"Persidangan agama."
Sontak membulat sempurna netra suaminya.
--
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Ayunina Sharlyn
mampir ya ke novel ku 💖😍
1. Hati Putih Melati
2. The Hendrick's Family - live your life
3. Yuana, Stay with Me...
Ditunggu like, love, komen, dan vote nya
Makasih 😄💖🙏
2020-06-28
10