Orang-Orang Itu

“Sosok yang paling sulit dilupakan bukanlah ia yang banyak memberi kebahagiaan, melainkan adalah ia yang banyak memberi luka.”

~Tangan-Tangan dari Surga~

Pandangan-pandangan itu menelanjangi Anna. Suara bisik-bisik menjejal telinga. Mereka menyeringai remeh. Tawa renyah turut memanasi keadaan. Anna berjalan tak acuh, melewati koridor sekolah yang penuh. Beberapa kali ia terlihat memegangi kepala, menahan denyut sakit yang mendera. Kondisinya memang belum stabil, tapi gadis itu memaksakan diri untuk datang ke sekolah.

“Ia datang dengan rambut bergelombang lagi?”

“Ke mana kerudung yang kemarin dipakainya?”

“Kemarin anak itu mendapat hidayah, apa hari ini ia sudah murtad lagi? Hahaha.”

“Lihatlah, ia memang iblis! Apa kerudung baginya hanya mainan?”

“Menjijikkan sekali.”

“Mungkin ia merasa jelek memakai kerudung, jadi hari ini sudah lepas lagi.”

“Ah, ternyata ia bukan cacat tangan saja, tapi juga cacat hati, ya.”

Rambut bergelombang dengan warna kecokelatan milik Anna, hari ini kembali terlihat sepenuhnya. Ancaman sang ayah tempo hari mau tak mau membuat gadis itu melepas kerudungnya lagi. Ia tahu jika Allah akan membenci keputusannya. Namun, sungguh, Anna jadi serba bingung sekaligus takut.

Bagaimana jadinya apabila sang ayah benar-benar mengusirnya dari rumah, sedang ia tidak memiliki apa-apa. Bagaimana pun, ia tetaplah seorang anak yang masih bergantung pada ayahnya. Katakan saja jika keputusannya menunjukkan bahwa ia tidak percaya pada Allah yang senantiasa membersamai dan membantunya dalam kondisi buruk sekali pun. Namun, anak gadis mana yang tidak bingung apabila di hadapkan dalam dua pilihan seperti itu?

“Maaf untuk semua yang mungkin merasa kurang nyaman dengan penampilan saya. Kemarin mengenakan kerudung, tapi sekarang sudah melepasnya lagi. Saya punya alasan tersendiri mengapa melakukan hal demikian. Untuk itu, saya mohon kepada teman-teman untuk jangan menghakimi saya dengan pendapat-pendapat yang tidak mendasar.” Anna berujar tatkala spekulasi orang-orang di sana semakin melampaui batas.

Perkataan Anna sukses menutup mulut-mulut mereka. Mereka sedikit tercengang mendengar Anna angkat bicara. Biasanya gadis itu akan langsung melewati mereka, tidak ambil pusing meski mendengar kicauan buruk tentangnya di sana.

Anna kembali melangkahkan kakinya dengan kukuh. Menuju kelasnya yang berada di lantai dua—dekat dengan perpustakaan. Kelas 12 Mipa 1, satu-satunya kelas yang memang sengaja diletakkan berdempetan dengan perpustakaan. Anak-anak kelas unggul tersebut rajin sekali mengunjungi ruang penuh buku, jadi untuk memudahkan, diletakanlah kelasnya di sana.

Tas berwarna merah diletakan Anna di atas meja. Ia mendudukkan bokongnya di kursi. Memijat pelipis untuk yang ke sekian kali. Helaan napas terdengar mengalun dengan berat. Gadis itu mengulurkan tangan, membuka tas merahnya untuk mengambil novel berjudul “Ketika Cinta Bertasbih 1” karya Habiburrahman El-Shirazy, yang sejak kemarin dibacanya.

Kondisinya bisa dibilang buruk, tapi ia masih mampu membaca berlembar-lembar kertas dengan tulisan yang berdempetan. Bookmark-nya kini berada di halaman 274, sudah setengah jalan. Anna sangat menyukai novel tersebut, terbukti dari betapa cepatnya ia menghabiskan halaman per halaman. Ceritanya sarat akan agama, tapi tidak cepat membuat pembaca bosan. Ringan dan mudah dipahami.

Satu jam berlalu. Ruang kelas masih terdengar riuh oleh mereka yang berbincang ringan, membahas seputar pembelajaran atau hal yang disukai. Namun, meski waktu telah menunjukkan pukul delapan tepat, guru mata pelajaran matematika yang seharusnya mengisi kelas belum juga datang. Tidak seperti biasanya.

Anna menutup novel yang tadi dibaca. Ia memasukkannya kembali ke dalam tas. Menopang dagu dan menatap keluar jendela. Menunggu guru matematika datang. Ah, mungkin karena beberapa hari lagi Ujian Nasional akan digelar, beberapa guru bisa jadi sibuk dan tidak sempat mengajar.

“Hei! Guys, there is important information!” Seorang laki-laki berkacamata memasuki kelasnya dengan heboh. Napasnya terdengar memburu akibat berlari.

“Apaan sih, Dam?” Laki-laki bertubuh jangkung menyahut dari salah satu pojok kelas.

“Heboh mulu lu, Dam, tapi ujung-ujungnya suka gak penting!” Gadis berkepang satu mengutarakan keluhannya.

Laki-laki di depan sana bernama Adam, ia adalah ketua kelas 12 Mipa 1. Sering heboh tak jelas, seolah mendapatkan informasi penting, tapi selalu berujung garing. Tidak penting sama sekali.

“Thiele Amanda, setelah satu tahun pindah ke Jakarta, ia datang ke sekolah ini lagi. Sekarang ada di lapang utama. Paling heboh lagi, dia datang barengan sama Alfa Dewanda, dong. Gila!”

Mendengar ucapan Adam, semua penghuni kelas langsung heboh. Mereka berburu untuk keluar dari kelas. “Demi apa, selama gue jadi ketua kelas dan nyebarin banyak info, yang mereka anggap penting cuman ini aja? Gila.” Adam menggerutu sesaat melihat kelas surut karena mendengar info tersebut.

Hanya Anna yang tersisa di dalam sana. Tercengang di tempat. Tangannya terkepal dan bergetar. “Thiele? Alfa? Mereka kembali?” tanyanya dengan lirih.

Dengan tubuh yang masih bergetar, Anna keluar dari kelasnya. Berpegangan pada tembok, gadis itu melihat kerumunan di bawah sana dari lantai dua. Memastikan jika yang didengarnya salah. Ia mencari dua sosok itu. “Thiele. Alfa.” Lagi. Bibirnya terbuka menyebutkan dua nama. Mata Anna berhasil menemukan keduanya. Sontak saja gadis itu membekap mulut sendiri, menahan isak tangis yang pecah.

Pegangan pada tembok penyangga melonggar. Anna tertatih dan luruh menghantam lantai. Tubuhnya bergetar hebat. Ia memegang kepala yang semakin berdenyut hebat. Menggeleng keras. Mencoba mengenyahkan pikiran yang mulai berantakan. Napas mulai tersengal. “Enggak! Kenapa mereka harus kembali secepat ini?” tanyanya.

Gadis dengan rambut bergelombang itu menenggelamkan kepala di antara lipatan tangan. Pikirannya semakin berkecamuk tak tentu arah. “Bunda, mereka kembali, sedangkan Anna belum selesai menata hati. Apa yang harus Anna lakukan?” tanyanya lagi. Mengabaikan suara bising dari bawah sana, meneriakkan dua nama yang terasa menjengkelkan dan diam-diam mengiris ulu hatinya.

Terpopuler

Comments

arisawa miya

arisawa miya

mari saling dukung kakak, tetap semangat~

2022-12-31

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!