Dikejar Malam Pertama

Dikejar Malam Pertama

Mahar Ala Sultan

Malam pertama macam apakah yang diimpikan oleh pengantin baru?

Jika Lilla yang ditanya, dia akan menginginkan malam pertama romantis yang penuh dengan gairah, pelukan hangat, kecupan mesra, dan ucapan good morning ketika pagi menyapa.

Tentunya dilakukan oleh laki-laki yang dicintainya.

Akan tetapi, Lilla kecewa saat ternyata dia malah berjodoh dengan laki-laki yang tak pernah dibayangkan akan menikahinya.

Lalu, apakah malam pertama impiannya hanya akan menjadi angan yang tak akan pernah terwujud?

Tak ada yang tahu.

Namun, satu yang pasti. Lilla tak akan memberikan laki-laki itu malam pertama yang indah seperti bayangan di rongga kepalanya.

***

Dia bernama Satria. Laki-laki dengan perawakan tinggi bak oppa Korea. Mata sipit seperti turunan Cina. Body model roti sobek menggoda mirip orang Amerika. Mata cokelat kopi susu ciri khas orang lokal Sunda. Brewokan pula.

Semua terlihat perfect. Sangat pas dengan kondisinya yang terlahir dari kalangan orang kaya raya. Dia cukup terkenal daerah Betawi ini, sebab ayahnya yang berkumis tebal itu sering terlibat bisnis di sana.

Dan di daerah ini juga si playboy bisa mengenal kembang Betawi bernama Sarmilla. Perempuan yang baru lulus ujian masuk ke perguruan tinggi di Jakarta. Akrab dipanggil Lilla.

Oh, ya. Balik lagi ke pembahasan utama, tentang si cowok berfisik sempurna abis itu. Sangat Lilla sayangkan, kesempurnaan fisik Satria malah dipatahkan oleh perilaku jaharanya yang kerap kali membuat hati para kaum hawa menjerit.

Celup-celup langsung ditinggal! Nyelekit. Parah abis.

Laki-laki macam itu tak lain tak bukan adalah seorang playboy cap kadal. Sudah benar, kan jika Lilla menyematkan kata 'Playboy' padanya?

"Aduh, sial! Sial! Kenapa gue harus dijodohin sama itu manusia serigala, sih?! Enyak ama babeh gue tega bener, deh!" sungut Lilla di kamarnya. Dia mondar-mandir dengan perasaan gundah gulana, pasalnya di ruang tengah masih hadir calon bapak ibu mertua sekaligus calon suaminya.

Lilla memang keturunan asli betawi. Tapi terlahir dan dirawat di sana tak membuat aksen bicaranya persis macam kedua orang tuanya. Meski mereka pun tak terlalu betawi banget. Lilla kebawa gaul oleh teman-temannya di sekolah.

"Lilla, diem napa. Elu, tuh udah kayak induk itik yang lagi nyari anaknya aja, deh. Mondar-mandir kagak jelas."

Itu suara Nindy, teman satu frekuensi sekaligus tetangga sebelah yang tadi diam-diam masuk lewat pintu dapur belakang rumah.

Sengaja, ingin mengintip si Satria yang datang bawa sedan hitam sambil boyong emak bapaknya. Pakai bawa beberapa parcel seserahan segala. Jika begitu, siapa yang tak akan kepo?

"Terima dengan legowo. Serigalanya juga serigala ganteng membahana," tambah Nindy dengan nada setengah membisik nakal. Lalu ia terkekeh pendek.

Lilla alias Sarmilla ini mencebik kesal. Menatap garang pada gadis berkedok sahabat tapi julid ini dengan serius.

"Apa, sih?! Ini masalahnya gue dijodohin sama cowok playboy. Lu sendiri tahu itu cowok gimana nakalnya. Ogah banget sebenernya gue dijadiin bini dia. Ntar gue capek kayak babu di rumah, ngepel pas lagi hamil tua. Nah, dia malah asyik main-main di luar sana sama cewek-cewek bohai. Idih, najisin! Heh, Dy asal lu tahu aja, ya, seganteng-gantengnya manusia serigala, lu bakal digigit?! Tahu lu kalau udah digigit pasti gimana? Mati! Mati lu!"

Bah! Belum apa-apa imajinasinya sudah separah ini. Bagaimana nanti bila sudah sah jadi istri Satria?

"Terus gimana? Kan, perjodohannya udah lu setujui. Sekarang tinggal terima kasih-eh, terima nasib maksudnya. Ibarat kata mau manis mau pait, telen aja," ujar Nindy. Dan hal itu sama sekali tak membantunya yang sedang gundah gulana.

"Yeee, gue terima juga kepaksa karena enyak babeh ngancem segala bakal cabut kuliah gue. Hidih, kalau bukan karena demi pendidikan, gue nggak bakal nerima itu lamaran!"

Mendadak Lilla lemas. Duduk di samping Nindy.

"Tapi bener kata lu, Dy. Mau manis atau pait, gue mesti jalani. Toh, gue sendiri yang mengiyakan."

Kontan perempuan dengan rambut sebahu itu diusap punggungnya sebagai tanda penyemangat. Nindy tersenyum getir.

"Semoga aja elu itu pawangnya Satria, La. Jadi, dia bakal tobat jadi playboy," doa Nindy.

"Ebuset! Malah doain begitu. Mampuslah kalau dijabah!"

Nindy malah terkekeh. Dia ini memang sahabat paling nyeleneh dan suka banget lihat Lilla menderita. Sampai-sampai Lilla berpikir apakah Nindy ini sungguh temannya yang tulus atau musuh dalam selimut, sih?

"Lilla, sini ...."

Seketika Nindy berhenti tertawa ketika enyak Lilla muncul di balik pintu. Manggil.

"Lu begimane, sih? Katanya mau bikinin kopi, malah kabur kemari. Jadinya enyak yang bikin! Sampe bilang elu mendadak mules demi bisa menjaga harga diri keluarga. Gawat kalau mereka nyangka elu kabur! Asem lu jadi anak malah kagak ada akhlak. Orang lagi diskusi pernikahan, malah kabur ke kamar! Buruan keluar!"

What?! Menjaga harha diri keluarga macam apaan dibilang mendadak mules?! Lilla kontan bermuka merah jambu. Matilah! Kesan pertama di hadapan calon mertua sudah nggak ada harga dirinya.

"Ya Allah, Nyak. Apa kata camerku nanti. Masa bilang Lilla mules segala. Ntar disangka berak beneran gimana. Malu, dah. Sekarang udah nggak ada muka buat menghadapi mereka. Nggak sekalian aja bilang mencret, Nyak?"

Lilla merengek seperti bocah. Mukanya keruh macam air comberan. Dia benar-benar menolak nimbrung lagi ke perkumpulan dua keluarga itu.

"Alah, apa salahnya emang kalau orang mules? Semua orang pernah ngalamin. Udah, lu percaya sama enyak ini. Nggak bakal ada yang bikin elu malu. Dahlah, ayo gasss ...."

"E-eh, tunggu, Nyak. Apanya yang di-gas?"

"Elu gassin kawin sama entu serigala. Rawwrrr!" timbrung Nindy yang akhirnya mendapat pelototan ngeri dari Lilla.

Eh, dia mah terkekeh santai. Biasa, teman sejati memang begini, kan? Tertawa di atas derita teman, tapi tulus menganggap teman. Bukan palsu yang bertopeng lapis-lapis. Mirip kue wafer. Masih mending wafer manis. Ini malah pait bak empedu.

Fuih~

"Udeh ayo ke sana, ke ruang tengah. Kita, kan mau bahas mahar sama mereka. Ingat, ya, gosah nanggung kalau minta mahar. Gedong apartemen sekalian ama sertifikatnya. Mobil, motor balap, apa kek. Tielevisi sekalian sama perabotan lainnya. Terus—"

"Ihh, Nyak! Mau minta mahar nikah apa mau ngerampok, sih? Gini amat. Ntar kalau mereka bilang nggak mampu gimane? Terus si Bang-Sat batalin lamarannya gimane? Tamat riwayat Lilla. Ntar dicap matre dan ditandai emak-emak sedunia. Mana ada nanti yang mau ngawinin Lilla!"

"Huss! Lu itu ngomong saring napa, La! Bang-sat, bang-sat! Sembarangan lu! Emang gue ngajarin elu sompral begini?!"

"Dih, sapa yang sompral? Orang dia namanya Satria. Ya, Lilla cuma manggil Abang gitu, kan. Biar kesannya lebih sopan. Tapi karena kepanjangan, ya panggil Bang-Sat."

PLETAK! Akhirnya kena getok tangan enyak.

"Aduh, sakit, Nyak!" rintihnya merana.

"Heh, lu! Iya namanya Satria dan elu emang wajib manggil sopan. Tapi nggak pake disingkat juga kali! Eh, dia dengar pasti ngadat sama elu! Awas aja kalau panggil dia begitu. Enyak tarik bibir lu, terus iket pake karet. Nyaho lu! Udah ayo!"

"Ih, bentar Nyak. Lilla mau ke sana. Tapi janji jangan bahas mahar serba sultan. Malu lah!"

"Udah, wajar aja kalau minta mahar mah. Soal sanggup apa kagak urusan belakang. Pokok lu nurut aja, deh apa kata orang tua. Mereka nggak bakal miskin cuma diminta mahar begitu, mah!"

Elah dalah. Mampus beneran Lilla. Dia tak akan sanggup menghadapi mereka jika orang tuanya sungguh akan minta mahar super wow itu.

Nindy kian terpingkal-pingkal saja mendengar ocehan ibu dan anak itu. Dia sampai menutup mulutnya dengan bantal, saking takutnya kebablasan tertawa gahar. Bahaya.

Terpopuler

Comments

Daiser

Daiser

🤣🤣🤣

2023-01-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!