Sorak-sorai mengiringi kepergian Satria yang menggondol diri Lilla. Perempuan itu tentu memberontak, teriak bak orang kurang waras. Tapi apalah daya, Lilla kalah tenaga.
Akhirnya, tak ada yang bisa ia lakukan selain pasrah.
"Bang-Sat, tolong turunin, dong. Malu sama orang. Iya, aku nurut, mau ikut," rengeknya tak berapa lama, dengan posisi sama.
Bang-sat? Seketika alis Satria naik sebelah. Menghentikan langkahnya. "Apa maksud kamu memanggilku begitu? Memangnya aku pencuri?"
Ow, tidak. Satria salah paham. Lilla jadi merasa tak enak padanya. 'Duh, bisa-bisanya gue keceplosan begitu! Ahh kacau!'
"A-anu ... turunkan dulu, nanti dijelaskan," kata Lilla susah payah.
Berkat kelakuan absurd-nya yang keterlaluan, Lilla jadi sesak napas sekarang. Darah dari kakinya seperti turun ke kepala yang kini menunduk menghadap punggung Satria.
Satria menuruti kemauan wanita ini. Segera. Lagipula, Lilla badannya walau tidak semok, tetap berat juga.
"Oke, katakan sekarang!" Menyandarkan sebelah lengan ke badan mobil. Sebab, mereka baru saja sampai di samping mobil Satria.
Wajah Lilla merah padam. Antara kesal dan malu. Sesekali melirik teman-temannya yang menonton di kejauhan. Hilang sudah harga dirinya sebagai wanita yang selalu menjaga mahkota jomlo. Alamat besok jadi bahan gosipan satu kampus ini.
"Kata enyak ...." Nah, kan. Tak ada alasan terbaik yang dia punya untuk dikatakan pada Satria selain menjual nama enyaknya.
"Kata enyak harus sopan sama calon suami. Jadi aku manggilnya Abang. Bang-Sat, Abang Satria. Singkatan gitu biar nggak capek."
Lilla cengengesan saat mengatakannya. Entah apakah ini Satria terima atau tidak, yang penting dia sudah berusaha menyelamatkan diri dari yang namanya kesalahpahaman.
Dahlah, gimana entar aja. Marah, marah sekalian. Bodo amat, biar batal kawin.
"Oh ... ceritanya itu panggilan sayangmu buatku, ya?" Gelegar tawa Satria mengudara.
Edan! Tawanya saja sudah membuat hati Lilla bergetar. Begini ternyata rasanya dekat dengan playboy cap kadal. Hati aja yang dikata paling jujur bisa langsung belok. Eh—
Tunggu! Apa katanya? Panggilan sayang?
Bibir Lilla langsung miring sebelah. Matanya menyipit tajam, menatap Satria dengan ... uh! Jijik.
"Apa, sih? Bukanlah!" sangkal Lilla, membuat tawa Satria terhenti. "Cuma disuruh enyak yang sopan! Dahlah, pasti tetep kegeeran walau ribuan kali ngomong jujur!"
Lilla melengos pergi.
"E-eh, mau ke mana Sayang?" Namun, Satria kembali menangkap tangannya, mencegahnya untuk pergi.
"Ih, dibilangin jangan manggil-manggil gitu. Apalagi di depan umum. Bikin malu aja! Tadi katanya mau ngajak shopping, ayo dah! Mumpung jam kuliah kosong!" bengis Lilla sambil menepis pegangan tangan Satria.
Lelah hayati sekali menghadapi buaya rawa nomer wahid yang satu ini. Tapi mau bagaimana pun, dia calon imamnya, dia harus banyak-banyak sabar dan belajar menerimanya bagaimana pun dia.
"Lah, terus manggilnya apa, dong? Baby? Honey? Sweety?" Satria bertanya tanpa mengikuti langkah Lilla.
"Sweety? Emangnya aku ini popok?!" Sejenak berhenti untuk memberi Satria mata yang berputar 180 derajat.
'Ya Tuhan, judesnya si Lilla. Awas aja entar kalau udah sah. Bakal gue cabik-cabik ini cewek. Kalau aja bukan karena taruhan sialan itu, mana mau gue ngelamar ini makhluk. Cakep engga, body biasa aja, nggak ada sintal-sintalnya. Mana manggil gue bang*at pula. Kurang ajar!' Dan Satria hanya bisa ngedumel dalam hatinya saja.
Setidaknya untuk saat ini hingga sampai berhasil meniduri Lilla nanti, ia akan terus bersikap semanis gula. Semua demi kemenangan taruhannya bersama Marvin—teman—yang waktu itu menjadikan Lilla sebagai target taruhan gila mereka.
Karena Satria tak bisa ambil resiko jika memaksanya melepas pakaian di hotel tanpa ikatan pernikahan, mau tak mau akhirnya Satria memilih jalan lain, yaitu dengan pernikahan. Sebab, jangankan mau diajak begituan dengan bebasnya, diajak pacaran saja Lilla tidak mau. Malah waktu itu menantangnya untuk datangi saja babehnya, dan dapatkan dulu hati kedua orang tuanya.
Jadi, ya, begini hasilnya. Mereka akan menikah.
Wah, kasihan sekali si Lilla. Cewek yang bertahan dengan status jomlonya selama bertahun-tahun itu akhirnya malah jatuh pada laki-laki berengsek yang ternyata tidak tulus cinta padanya.
Satria mengatasnamakan cinta dan ketertarikan palsu, lalu begitu berani berdusta dan menyeret kedua orang tua untuk melamarkan Lilla untuknya.
Berurusan dengan ayah Satria, memangnya siapa yang berani membantah keinginannya? Babeh Lilla sebenarnya tak tega dan takut anaknya akan sengsara batin mengingat kelakuan laki-laki itu memang jahara. Tapi diancam rumah akan digusur—karena sepotong lahan rumahnya milik ayah Satria—babeh Lilla tak bisa berkutik.
Akhirnya, menyetujui perjodohan itu, bahkan mengancam anak gadisnya dengan segala cara dilakukannya, hingga kata 'Baiklah' terucap dari bibir Sarmilla.
Kini, baru sehari saja sejak ia resmi menjadi tunangan Lilla, rasa hatinya sudah dibuat kesal saja. Berpikir, apa sebenarnya yang ada di otak Marvin sampai-sampai menantangnya untuk mengambil keperawanan Sarmila, kembang betawi anak babeh Koni si juragan pete.
'Membingungkan. Dilihat dari manapun, nggak ada bagus-bagusnya ini perempuan.'
Lilla masuk terlebih dahulu ke dalam mobil, menunggu sambil ngedumel ini dan itu. Sementara Satria sendiri masih berdiri di samping badan mobil, melirik perempuan kampus yang cantik dan seksi. Bahkan sesekali mengedipkan matanya pada mereka.
Sungguh gila.
Setelah puas, barulah Satria masuk ke dalam mobilnya. Ia menilik-nilik calon istrinya mulai dari kepala hingga kaki. Uh, semuanya terlihat B aja.
Benar-benar rata. Apalagi bagian dadanya, mana ada tonjolan yang membuatnya bergairah.
"Heh, ngapain liat-liat ke sini?! Nggak sopan!" tegur Lilla kala menyadari ke mana mata si buaya melihat.
Satria berdeham, kontan memalingkan wajah. "Ya, maaf. Nggak sengaja, Sayang."
"Apa? Nggak sengaja? Itu, tuh—"
"Iya, pokoknya maaf. Udahlah, lagian nanti juga kalau udah nikah semua jadi milikku. Nggak usah malu," katanya begitu enteng. Satria menyalakan mesin mobil tak lama setelahnya. Cuek dengan ekspresi kaget Lilla.
What?! Dasar gila! Itukah pemikiran si pemain wanita?
"Aku tahu Bang-Sat ini palyboy yang suka mainin perempuan. Tapi jangan pernah lihat aku sebagai perempuan seperti itu, dianggap bisa Bang-Sat nikmati sebelum sah. Baik itu cuma memandangku atau yang lainnya. Jadi, tolong sebaiknya jaga sikapmu, Bang."
Lilla serius, membuat Satria menatapnya tak percaya.
'Hello ... zaman sekarang masih perawan ting-ting? Aduh, ketinggalan! Tapi kalau beneran masih ting-ting, wah sedap kali,' batin Satria memiringkan bibirnya, tersenyum licik.
"Baiklah, maafkan aku, ya, Sayang. Aku janji akan menjaga mataku ini. Dan aku juga akan berjanji akan setia mulai sekarang. Nggak akan menggoda lagi perempuan lain. Aku akan berusaha menjadikan kamu satu-satunya," gombal Satria yang akhirnya membuat pipi Lilla merona.
Bagaimanapun bencinya dia, jika digombali dan diimingi dengan janji setia, mana tahan hatinya.
Tak ada lagi percakapan berarti di antara mereka berdua. Satria segera membawanya ke pusat perbelanjaan. Ternyata, di sana sudah ada ibunya menunggu. Karena sesi belanja untuk seserahan akan didampingin juga oleh ibu Satria.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Eva Karmita
ya elaaah jahat bener loh bang*at cinta looh buat mainan dan taruhan 😔
2023-01-16
0