Sukses! Mahar ala sultan pun jadi. Memang tidak semua, apartemen yang dimintakan dengan lantang oleh Lilla tak disanggupi, tetapi orang tua Satria bersedia memberikan mobil, emas batangan, intan berlian, dan akan menanggung semua biaya pernikahan tanpa campur tangan dari keluarganya.
Mampus!
Lilla awalnya berpikir Satria dan kelurganya akan ilfeel kalau dia menuruti enyaknya yang gila harta itu. Namun, ternyata perkiraannya meleset jauh. Jauh sekali sampai teropong tak sanggup melihatnya.
Kini, dia hanya bisa menyesali apa yang sudah dia minta itu. Lilla gigit jari.
Satria si hidung belang tersenyum genit kepada Lilla. Gadis itu malah membalasnya dengan wajah kesal yang merah padam. Tak tahan ingin sekali menangis sekarang. Hidungnya bahkan sampai kembang kempis saking kesalnya.
“Alhamdulillah. Jadi setuju, ya? Kalau begitu sekarang bagaimana kalau kita tentukan tanggal pernikahannya saja. Bagaimana?”
PRAAAK!
Gelas di meja jatuh tersenggol tangan Lilla yang berguncang hebat. Itu berisi kopi suguhan untuk Satria, tapi malah ikut tumpah setelah wadahnya hancur di lantai.
Semua orang begitu kaget, tapi Lilla tak peduli. Dia hanya tenggelam dalam kemarahannya saja.
"Maaf, permisi. Mendadak sakit sekali kepala saya," ucap Lilla dengan muka basah keringat dingin.
"Heh, meu kemana lu?!" bisik babehnya dengan dahi mengerut. "Tanggalnya belum ditentuin! Udah mau pergi-pergi aja lu!"
Perut Lillah serasa sembelit kalau lama-lama berdiri di depan muka Satria. Dia melengos. "Atur-atur aja. Lilla ikut."
Dengan muka setengah murka setengah ingin menangis, Lilla beranjak dari duduknya. Kemudian ngacir ke kamarnya lagi.
Percakapan penting itu kembali terjeda. Semua mata memandang kepergian Lilla yang tiba-tiba.
"Ha ha ha. Maklum, anak gadis mau nikah suka tegang. Kali dia begitu, Pak, Bu. Mohon dimaklum, ya." Babeh Lilla mengumbar tawa hambarnya, malu atas kelakuan anag gadisnya itu.
Tapi apalah daya. Sudah takdir dia memiliki anak langka macam Sarmilla. Ya, sudah, terima saja. Yang penting anaknya baik, dia tahu sendiri bagaimana nurutnya anak itu.
"Tidak apa-apa. Yang penting Lilla sudah setuju dan menerima lamaran anak saya. Nah, bagaimana kalau pernikahan dilakukan lebih cepat saja. Tiga minggu lagi, bagaimana?"
Waduh! Lilla yang diam-diam nguping di balik pintu kamarnya meringis. Yah ... namanya juga rumah petak yang tak luas. Bukan pula rumah berdinding kedap suara. Jadi, obrolan orang di tengah rumah masih jelas terdengar dari sana.
Lilla syok berat mendengarnya. Tiga minggu? Astaganaga! Dia mana siap dipinang buaya rawa secepat itu.
Baju pun diremas kuat-kuat. Ah, percuma! Lah, wong tanggal pernikahan sudah diputuskan. Kesal pun rasanya hanya buang-buang tenaga dalam.
Akhirnya Lilla cuma bisa membuang napasnya pasrah. Menatap langit kamarnya sambil merintih, "Tolong jaga diri ini ya Allah. Jauhkan playboy cap kadal itu di malam pertama nanti dariku."
Bah! Belum apa-apa sudah memikirkan malam pertama. Dasar Lilla. Karenanya, Nindy malah semakin gencar menggoda.
"Ciee ... selamat, La. Tiga minggu lagi belah duren." Dia cekikikan bagai mbak kunti lagi kesemsem abang genderuwo. Haih, tambah pening kepala Lilla.
"Ini pula, si Nindy masih aja goda-godain! Orang hati gue lagi panas bak dibakar api asmara, eh api kemarahan maksudnya. Malah ... ish, udahlah! Ngeselin lu! Lama-lama gue sumpal juga, tuh mulut! Heran, dah punya temen model begini. Mau gue iket kali ya terus gue ceburin ke dalam sumur basah!"
Nindy malah tergelak gahar. Aduh, dia pakai acara lupa segala bahwa di tengah rumah masih ada keluarga Satria. Mereka yang mendengar tawa Nindy pun mengukir senyum, sebab mengira tawa itu adalah suara Lilla.
"Tuh, kan Mam. Lilla sampai ketawa-ketawa seperti orang gila setelah fix akan menikah denganku," kata Satria sambil membenarkan kerah pakaiannya, juga sambil menaik-turunkan alis kepala.
Kedua orang tuanya percaya, malah ikut tertawa. Namun, tidak dengan kedua orang tua Lilla. Mereka tahu suara itu adalah suara Nindy.
"Biarin mereka mikir itu si Lilla, Beh. Yang penting mereka bahagia," bisik enyak Lilla.
Pasutri ini malah saling bisik, terkekeh kecil.
Sementara Lilla yang jadi korban salah sangka kini sedang mengejar-ngejar Nindy. Mau menimpuknya memakai bantal.
"Kurang asem! Sini lu!"
Dasar. Dua perempuan ini sudah macam bocah kecil saja.
***
Langit malam telah terlewati dengan perasaan gundah gulana. Setelah pagi hari menyapa, Lilla bangkit dari ranjangnya dengan lesu. Daripada hanya bengong sambil memikirkan calon suaminya, lebih manfaat waktu dihabiskan dengan berkegiatan.
Cuci piring. Akhirnya kegiatan inilah yang dilakukannya.
"Oh, no!" Sambil cuci piring, Lilla melamun. Kepikiran Bang-Sat yang sebentar lagi akan mempersunting dirinya.
Untung saja dia tak sampai memecahkan piring cuciannya gara-gara otak dipenuhi oleh wajah si playboy cap kadal itu.
"Lilla! Lilla! Eh, elu dipanggilin malah pura-pura nggak denger segala!" Enyak tiba-tiba datang sambil ngomel di belakang punggung, mengegetkan Lilla.
"Astagfirullah, apa sih Nyak?" Lilla terperanjat. Lagi-lagi untung sekali dia sampai tak memecahkan piring.
"Itu si Noah udah di depan, tuh. Nanyain lu. Katanya kalian ada janji ke perpustakaan besar."
Seketika Lilla berhenti kala nama cowok satu ini disebut.
"Eh, iya ya ampun! Lupa. Lilla pergi dulu, ya, Nyak. Soal urusan piring entar aja lanjut lagi."
Lilla pergi begitu saja usai melepas sarung tangan karet yang membungkus tangannya, lalu lari ke kamar untuk bersiap.
"E-eh! Itu bocah kebiasaan! Kalau lagi ngerjain tugas rumah suka main kabur segala!" omel enyaknya.
**
Noah, sosok sahabat dekatnya yang tinggal di RT sebelah. Pemilik paras tampan yang sebenarnya sudah lama memendam suka pada si Lilla. Sayangnya keberanian Noah untuk mengungkap isi hatinya ciut.
Alhasil, selama belasan tahun bersama, mereka hanya ada di atas jalinan persahabatan saja. Dan Noah sama sekali belum tahu tentang perjodohan antara Lilla dan Satria.
Entah akan sehancur apa hatinya ketika dia mengetahui tentang hal itu nanti.
Semringah wajah Noah kala melihat perempuan yang ia tahu adalah jomlo itu berlari sambil menenteng helm di sebelah lengannya. Berlari ke arahnya.
"Ditelepon nggak ada nyaut." Noah protes setibanya Lilla.
"Sorry. Lagi bakti sama orang tua tadi itu. Nginem di dapur," katanya membalas kalimat Noah.
Tanpa menunggu diinstruksikan naik, Lilla langsung nangkring di jok belakang motor gede Noah. Dia menepuk bahunya. "Let's go! Takut keburu siang. Nanti gue ada mata kuliah jam sembilan."
"Iya ...."
Keduanya berangkat dengan semangat. Sampai di depan perpustakaan umum di jantung kota. Namun, semangat Lilla yang membara itu kontan luntur ketika tiba-tiba saja matanya tertusuk pemandangan tak mengenakan.
"Bang-Sat? Ngapain dia di ... oh oh oh ternyata si playboy cap kadal itu memang lagi meranin perannya di sini, toh."
Lilla komat-kamit bergumam setelah melihat Satria yang boleh disebut sebagai calon suaminya itu sedang menggoda cewek sintal di kafe sebelah perpustakaan.
"Bukan maen emang cowok satu itu. Udah punya calon bini pun masih gatel!"
Noah mengikuti pandangan Lilla mengarah. "Liatin siapa, La?"
"Itu, tuh si playboy cap kadal!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Eva Karmita
ya elaaah bang- sat masih aja goda in cewek 🤦🏻♀️😏
2023-01-16
1