Saat sedang berjalan, dia dihadang beberapa preman kampung di desa. Kebiasaan tiap hari suka malak orang-orang yang melintas di daerahnya. Intan tidak peduli dengan mereka, kalau mau malak, palak saja. Sekalian berantem di tempat.
Zaky melihat mereka perlahan mendekat, sementara Intan tidak mengetahui nya. Tiga orang menghalangi jalan mereka.
"Udah tahu kan kalau kalian lewat jalan sini, kalian harus bayar uang denda!" Tiba-tiba satu preman diantaranya maju dan ingin menghajar Intan yang berdiri di depan Zaky.
Intan dengan kakinya mengenai sasaran wajahnya hingga dia jatuh tersungkur. Dan memuntahkan darah dari mulutnya.
"Cih! Gaya sekali perempuan ini! Aku mau hajar dia sekarang," kata satu preman lainnya maju menggantikan yang jatuh.
"Sini! Maju!" Ancam Intan, dia tidak memiliki ilmu bela diri. Tapi keahliannya bertarung buat geleng-geleng kepala dari seorang gadis. Di banding Zaky Intan lebih baik jika urusan pukul pemukul.
Preman lainya melayangkan pukulan ke arah kepala Intan, Zaky dengan cekatan berhasil menepisnya dengan cepat. Melindungi Intan. Satu pukulan lagi mengenai keningnya. Intan membantu membalasnya dengan gerakan yang sama. Tepat mengenai hidungnya.
Beberapa gerakan pukulan dominan pada Intan dan Zaky, hingga dia jatuh disamping bersama uang sudah terkapar tadi.
Dua orang lainnya kembali maju lagi setelah beberapa saat. Hingga terjadi pertarungan sengit satu lawan satu.
Dalam beberapa menit keduanya terkapar juga ke tanah. Saat Intan menambahi pukulan lagi mereka meminta ampun. Melindungi kepala dengan kedua tangannya. Tak lama lagi mereka berlari terbirit-birit menjauhi Intan dan Zaky.
"Mereka benar-benar nyari gara-gara ya sama kita!" Zaky tertawa lepas saat dia melihat ketika para preman lari tunggang langgang karena ketakutan.
"Ya kalau kamu sendiri tadi, mungkin kamu mati mengenaskan di tangan mereka Zaky, hehehe," Intan mendorong pundak belakang Zaky dan pergi meninggalkan tempat itu.
"Gak lah," Zaky terpaksa melangkahkan kakinya karena dorongan Intan dan meninggalkan tempat mangkal para preman itu.
Intan hanya tertawa terkekeh melihat tingkah preman-preman kampung yang sangat kocak tadi.
"Kenapa ketawa terus? Disangka orang gila baru tahu rasa," Zaky mengingatkan.
Sampai dirumah Intan,
"Eh anak gadis Ibu sudah pulang, dari mana saja baru pulang, Nak?" Bu Minah, Ibu Intan menyapa dengan tujuan menyindir anak gadisnya yang pekerjaan tiap harinya main. Kelayapan gak ngerti pekerjaan rumah.
Padahal usianya sudah bukan anak kecil lagi, jika Intan tidak bisa merubah sifat kanak-kanaknya, Minah akan menjodohkannya dengan pria pilihan ayahnya.
"Ya Bu, lelah sekali hari ini aku. Lapar Bu. Ibu masak apa tadi?" Tanya Intan dengan tidak merasa tersindir.
Dengan giatnya membuka tudung saji dimeja makan. Tidak ada apapun disana.
"Loh Ibu lupa masak tadi pagi?" Intan bertanya dengan heran. Tidak biasanya di meja kosong begini. Minimal ada lauk tempe atau buah di sana.
"Harusnya sih, ibu sudah pensiun dari pekerjaan memasak di rumah, kan ada anak perawan ibu, lalu gunanya kamu untuk apa?" Lagi-lagi Minah menyindir anak gadisnya yang belum juga tersindir.
"Maksudnya Bu?" Intan bertanya dengan linglung.
"Dasar Intan masa dua kali di sindir, tapi nggak terasa bebal sekali pikirannya, apa karena tomboy, pergaulannya hanya dengan para pria," gumam Minah dengan sedikit tersenyum. Karena tiba-tiba Intan langsung memeluk tubuh ibunya itu.
"Intan belum ngerti juga Bu, Ibu tadi ngomong apa sih? Kalau mau ngomong dengan Intan langsung aja deh. Nggak Usah berbelit-belit," ucap intan dari jarak terdekat dengan ibu Minah.
"Berbelit-belit gimana Intan, Uda jelas Ibu mau kamu gantiin pekerjaan ibu. Kan gunanya anak perawan bisa bantu meringankan pekerjaan ibunya," jelas Minah kesal.
Minah meninggalkan Intan yang masih berdiri disana, tidak lama lagi Minah kembali dengan membawa sapu ijuk di tangan kanannya lalu melayangkan ke punggung Intan dengan keras tanpa dia sadari.
"Aduh!" Intan berteriak kesakitan.
"Ampun Bu," Minah tidak berhenti memukul punggung Intan dengan gagang sapunya.
Intan berlari dan melompat melalui jendela ruang tamu yang cukup untuk dia lewati, dan berhasil meloloskan diri dari kejaran Minah.
"Dasar anak gak bisa diuntung!" Minah berdecak kesal. Hari ini sengaja tidak masak, biar dia bisa berfikir. Namun sepertinya usah Minah sia-sia.
Sampai di sebuah taman buatan di desa itu, Intan membanting tubuhnya begitu saja di rumput tanaman.
"Makan apa sih semalam Ibu, jadi sekarang aku gak berani pulang kerumah, mana lapar banget perutku," sambil mengelus-elus perutnya yang sedari tadi bernyanyi.
Ada sebuah batu lumayan besar dia lemparkan begitu saja tanpa melihat. Dan mengenai kepala anjing yang ada disana.
"Gug gug gug!" Teriak anjing itu, membuat Intan terkejut dengan cepat mengangkat tubuhnya. Dan melihat dimanakah anjing itu sekarang berdiri.
Intan sudah bersiap lagi untuk berlari dari kejaran anjing itu, tapi melihat ada ikatan tali di lehernya, dia mengurungkan niatnya.
"Mimpi apa aku semalam, tiga kali apes. Apa aku harus mandi bunga tujuh rupa!" Gerutu Intan sendiri.
Satu pemuda berkulit putih datang dengan memegang tali yang mengikat dileher Anjing tadi.
Intan terbelalak melihat ketampanan pria ini, yang sedikit demi sedikit sampai dihadapannya.
"Astaga, cakep bener," Intan menelan Saliva melihatnya. Seperti sedang dihadapkan dengan hidangan menggiurkan.
Intan memandang tanpa berkedip. Sampai pria itu mendorong kepala gadis itu pelan tanpa disadarinya, sangat menyakitkan.
"Eh, gadis ceroboh! Tadi kamu kan yang melemparkan batu ini?" Tanya sang pemuda dengan membawa batu yang dilemparkan Intan tadi.
"I-iya... kenapa memang?" jawab Intan dengan terbata-bata.
"Aku gak terima ya kamu sudah buat anjing kesayangan aku terluka!" Kecam pria bertubuh tinggi dengan menunjuk jari telunjuk tepat di hidungnya. Intan melihatnya dengan mata juling.
Intan menampik tangan yang menempel hidungnya. Dengan nada emosi dia berani membalas ucapan pria dengan kesal.
"Mana yang luka?" Intan setengah menjongkok melihat sekitar tubuh anjing yang menjulurkan lidahnya, tidak ada satupun yang berdarah.
"Gak ada yang berdarah kan? Jadi kamu gak perlu khawatir!" Ucap Intan dengan emosi tersulut. Dikiranya pria itu, pria yang baik. Eh datang-datang marah-marah tidak jelas. Intan mencabut ucapannya tentang pria tampan itu.
"Iya lukanya memang tidak berdarah! Tapi siapa tahu luka itu jadi luka dalam?" Pria itu mencari alasan lain.
Intan pura-pura tidak mendengar ucapan pria pemarah itu. Dia beranjak pergi dari sana.
Pria itu menghalangi jalan Intan,
"Eh, mau kemana kamu? Enak saja lepas tanggung jawab!" Teriaknya disambung dengan gonggongan anjingnya. Seperti mengiyakan perkataan majikannya.
"Trus aku mau ngapain? Bayar uang ganti rugi?" Intan membalas ucapnya dengan nada tengil. Dan lagi-lagi dia ingin meloloskan diri.
Sang pria menarik lengan bajunya dengan cepat, hingga Intan kehilangan keseimbangan. Dan akhirnya jatuh kebelakang dan ditangkap oleh pria itu dengan tangannya. Terjadilah saling pandang antara keduanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Langit biru
Lanjut ....
2023-01-02
3