Bab 5 - Menata hati

"Dasar ****** tidak tahu di untung mau kemana kamu hah?" Margaret mencengkram lengan Trisya menahannya agar tidak lari.

"Lepaskan aku!" Teriaknya sembari berusaha melepaskan cengkraman lengan Margaret dari lengannya.

"Diego, apa yang kau lakukan cepat kemari!" Teriaknya karena kewalahan menahan Trisya seorang diri.

Trisya yang semakin panik menggunakan kakinya dan menendang sembarang arah, tendangannya mengenai paha Margaret yang membuat dia menjerit kesakitan dan cekalan lengannya terlepas.

"Oh Sit!" pekiknya menahan sakit.

Trisya langsung memanfaatkan kesempatan ini dan berlari keluar rumah, di luar dugaan gerbang sudah terbuka separuh, satpam di rumah itu tersenyum seolah mendukung keputusan Trisya.

'Apa mereka sebetulnya sudah tahu, jika Diego dan Margaret bukan orang baik?'

Trisya berlari sejauh mungkin, dia hanya mengikuti arah kakinya melangkah, dia berhenti di stasiun. Air mata bercampur keringat membanjiri seluruh wajahnya, saat itu telponnya berbunyi.

"Halo!" Ucap Trisya sambil terisak.

"Trisya kau kenapa?" tanya suara dari sebrang telpon terdengar panik.

"Jo, kau dimana?" Trisya balik bertanya.

'Aku di luar negri, apa terjadi sesuatu padamu? Apa suami-mu tidak memperlakukanmu dengan baik?" Jonatan memberondong Trisya dengan berbagai pertanyaan.

"Tidak, kami sudah lama bercerai." Jawab Trisya.

"Hah, kau sudah bercerai? Kenapa kau tidak memberitahuku?" Jonatan terdengar bersemangat.

"Jo, bisakah kau menolongku? Aku ingin pergi jauh dari negara ini, aku tidak ingin tinggal lagi di tempat ini," Isak Trisya lirih.

'Baiklah, aku akan menjemputmu besok, tunggulah di bandara."

"Terima kasih Jo, suatu hari aku akan membalas kebaikanmu." Ucap Trisya.

"Apa yang kau katakan, aku tidak ingin kau membalas apa pun."

Trisya mematikan sambungan telponnya, dia memasuki kreta yang mengarah ke bandara. Pandangannya menatap kosong sepanjang yang Ia lewati, pemandangan Indah tak membuat hatinya kembali bergairah, kemalangan yang Ia alami menutupi segalanya. Hingga Ia terlelap.

"Perhentian terakhir adalah bandara!" Suara dari sebuah pengeras suara terdengar, membuat Trisya seketika terbangun.

Malam masih panjang, mungkin malam ini akan dia habiskan di kursi bandara seorang diri.

'Aku lelah dengan permainan takdir, aku harap aku bisa memulai hidup baru di luar negri, aku akan mencari pekerjaan dan mulai hidup disana.'

...----------------...

"Trisya!" Seruan itu membuat Trisya sontak berdiri dan menatap sejurus.

Tampak Jonatan berlari kearahnya.

Bruk...!!

Dia menubrukkan dirinya pada Trisya, memeluk wanita itu mendekapnya erat, "maaf, aku terlambat," gumamnya pelan.

"Tidak papa Jo, perjalanan-mu sangat jauh, aku mengerti." Trisya melepaskan pelukan Jontan di tubuhnya perlahan.

"Jadwal penerbangannya masih dua jam lagi, ingin jalan-jalan sebentar? Lagi pula aku sudah lama tidak berada di negara ini." Usul Jo.

"Baiklah, tapi aku tidak ingin pergi terlalu jauh Jo." Trisya menghembus napas kasar.

Jonatan tersenyum, "oke."

Jonatan adalah teman SMA Trisya, mereka cukup dekat sejak dulu, Trisya juga tahu jika Jonatan menaruh hati padanya sejak lama, namun dia tak ingin memberikan Jonatan harapan palsu, dia tahu jika keluarganya selalu menuntutnya untuk memiliki pasangan yang kaya, sedang Jo sama seperti dirinya hanya dari kalangan menengah.

"Bisakah ceritakan padaku apa yang terjadi, sampai kau bercerai dengan suami-mu?" tanya Jo.

Trisya menghela napas, "Kami tidak cocok itu saja, kami sudah bercerai lumayan lama sekitar dua bulan," Trisya menjeda ucapannya sambil menyesap kopi, "tapi masalahnya bukan itu, tapi orang yang ku anggap keluargaku Jo, ternyata mereka orang jahat. Mereka ingin menjual-ku pada pria tua dan Ayahku hampir memperkosaku." Terang Trisya dia menunduk dengan derai air mata.

Brak...! Jonatan memukul meja, menghasilkan bunyi cukup nyaring hingga orang di sekitar menoleh secara bersamaan menatap mereka berdua.

"Jo, tenanglah." Trisya menyuruh Jo kembali duduk.

"Kau bilang tenang? Pria tua itu hampir melecehkan-mu Trisya, aku akan menghajarnya, aku tidak bisa tenang jika tinju ku tidak mengenai wajahnya!" Jo hendak berlalu, namun Trisya menghalangi pergerakannya.

"Tidak Jo, yang aku inginkan saat ini adalah pergi sejauh mungkin dari masa lalu, jika kau mendatangi mereka sekarang, mereka akan tahu bahwa aku bersamamu." Ujar Trisya.

"Ku mohon Jo, aku hanya ingin memulai hidup baru dan pergi sejauh mungkin dari tempat ini."

Jonatan berusaha menenangkan diri, dia kembali pada posisinya, "baiklah, mari pergi selamanya dari tempat ini!"

...----------------...

Satu bulan berlalu, sejak saat itu Trisya sudah bisa menata hidupnya kembali, dia bekerja sebagai kasir di sebuah toserba, dia menikmati hidupnya dan pekerjaan barunya.

"Rasa terima kasihku padamu tidak akan pernah ada habisnya Jo, terima kasih sudah menarik-ku dari kegelapan." Dia memberikan satu kaleng minuman soda pada Jonatan.

Jonatan mengacak rambut Trisya, "mau berapa ratus kali lagi kamu berterima kasih hah, aku sudah bosan mendengarnya." Keluh Jonatan.

"Entahlah, mungkin ribuan kali lagi! Stok-nya masih banyak," Trisya terkekeh pelan.

"Kau ingin membuat aku overdosis, dengan terus berterima kasih."

Trisya membuang muka seraya tersenyum, "Trisya!"

"Hem?" jawabnya seraya menoleh.

Jonatan menatap tepat ke-mata Trisya, "bisakah aku menjadi bagian dari hidup baru-mu?"

Pertanyaan dari Jonatan membuat Trisya termangu untuk beberapa waktu, "kau sudah menjadi bagian dari hidupku, Jo. Kau sahabat terbaikku," Trisya tersenyum lembut.

"Bukan itu maksudku, kau tahu aku menyukaimu kan. Aku ingin... menjadi seseorang yang penting dalam hidupmu, aku ingin--," Jonatan menjeda ucapannya, dia menghela napas berat lantas berjongkok di hadapan Trisya, "Trisya, menikahlah denganku."

Ucapan Jonatan membuat mata Trisya melebar sempurna, "a-apa yang kau katakan?"

Jonatan meraih tangan Trisya dan menggenggamnya, "aku ingin menjadi seseorang yang Istimewa dalam hatimu, aku ingin menjadi orang yang menopang-mu dari dekat. Trisya, tolong menikahlah denganku."

"Jo, a-aku, kau tahu aku pernah menikah, kau juga tahu semua yang aku alami. Bukannya, aku tak menghargai perasaanmu, tapi--," Jonatan menaruh jari telunjuknya di bibir Trisya.

"Jangan di jawab sekarang, tolong pikirkan lagi. Kalau aku saja tidak mempermasalahkan apa yang kau alami, kenapa kau harus mempermasalahkannya, Trisya, mari lupakan masa lalu. Masalah kau yang sudah pernah menikah, aku tidak peduli."

Trisya tersenyum pelan, "beri aku waktu Jo, aku harus menata hatiku terlebih dahulu."

"Jadi kau tidak menolak-ku?"

Trisya tersenyum sebagai balasan, "kau bisa menata hatimu, aku bisa memberimu waktu satu bulan, mari kita berkencan." Trisya mengangguk, dia menautkan jemarinya di jemari Jonatan.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!