Chapter 4

Jingga mengetuk pintu. "Halo?"

Tidak ada jawaban.

"Freak," Jingga bergumam. Lalu ia mencoba membuka pintu. Ia mendorongnya pelan-pelan.

Mestinya aku tidak usah berbuat macam-macam, pikirnya menyadari. Tapi sekarang sudah telanjur.

Pintunya membuka.

Jingga disambut embusan udara hangat.

"Ada orang di sini?" Jingga memanggil lagi. Ia mengintip ke dalam.

Ternyata gelap.

"Halo?" Jingga melangkah masuk. Aku hanya ingin melihat-lihat, pikirnya.

Hamparan taburan bunga-bunga akasia di luar begitu menyilaukan. Jingga perlu waktu agak lama sampai matanya terbiasa dengan suasana remang-remang di dalam pondok.

Tapi sebelum ia bisa memfokuskan mata, ia melihat bayangan putih berkelebat.

Bayangan putih yang menggeram keras. Bayangan itu sekarang menerjang ke arahnya.

Embusan napas panas menerpa wajah Jingga. Dan gadis itu terjatuh ketika sosok putih tadi menerjang tubuhnya sambil menggeram dan meraung keras.

"CUKUP! Gardapati, hentikan!"

Makhluk yang menggeram-geram itu berhenti mencengkeram tubuh Jingga.

Ia mundur sedikit.

"Duduk, Garda!" terdengar suara laki-laki memerintahkan dengan tegas.

Jingga Terengah-engah, ia menyeka air liur yang melekat di wajahnya akibat serangan binatang tadi.

Baru sekarang gadis itu sadar bahwa ia berhadap-hadapan dengan seekor serigala berbulu putih.

Serigala itu juga terengah-engah. Mulutnya terbuka lebar dan lidahnya terjulur hampir sampai ke lantai. Serigala itu menundukkan kepala, seakan akan hendak menyerang lagi. Matanya yang bulat dan berwarna cokelat tua menatap Jingga dengan curiga.

"Duduk, Garda. Duduk!"

Jingga berguling ke samping, lalu berusaha bangkit.

Sepasang tangan meraih tangannya, dan menarik gadis itu sampai berdiri.

"Kamu gak apa-apa?" Seorang laki-laki paruh baya mengamati Jingga dengan matanya yang cokelat keperakan. Ia bertubuh kurus dan jangkung, dan mengenakan celana hitam longgar semata kaki dan atasan lengan panjang sewarna berikat pinggang kain, seperti seragam pencak silat atau pakaian khas suku Baduy. Rambutnya yang panjang sebahu berwarna kelabu dikuncir sebagian seperti gaya khas pendekar samurai, ia juga mengenakan ikat kepala dari kain hitam bercorak batik warna biru. Dagunya tertutup janggut lebat berwarna putih.

Sepasang matanya seakan-akan membara.

Jingga mengangguk dengan wajah serius. Matanya tak berkedip.

Tatapan pria paruh baya itu seperti membakar Jingga. "Dia gak akan ngelukain kamu," katanya. "Gardapati udah terlatih dengan baik!"

"Tapi dia…" Jingga menelan ludah dengan susah payah, mulutnya mendadak kering kerontang, sampai ia sulit bicara.

"Kamu yang ngusik duluan," ujar laki-laki itu. Ia menatap Jingga dengan tajam, tanpa berkedip. "Saya tadi lagi di belakang," ia menggerakkan dagunya ke arah pintu di dinding belakang pondok itu.

"Maaf," gumam Jingga menyesal. "Saya gak tahu kalau di sini ada orang. Saya kira…"

"Kamu siapa?" laki-laki paruh baya itu bertanya dengan ketus, memotong perkataan Jingga. Ia menatap gadis itu sambil memicingkan mata. Wajahnya tampak merah karena marah. "Siapa nama kamu?"

"Maaf---saya gak maksud…"

"Siapa nama kamu?" laki-laki paruh baya itu bertanya sekali lagi.

"Saya lagi jalan-jalan tadi," Jingga berusaha menjelaskan. Kalau saja jantungnya tidak berdegup begitu kencang. Kalau saja mulutnya tidak terlalu kering.

Serigala putih di hadapannya menggeram pelan. Sikapnya terlihat tegang. Dengan kepala menunduk, serigala itu menatap Jingga, seakan-akan menunggu perintah untuk menyerang.

"Kenapa kamu seenaknya aja masuk ke rumah orang?" tanya laki-laki itu lagi. Ia maju selangkah.

Awas, dia kelihatan berbahaya, pikir Jingga. Ada sesuatu yang aneh pada dirinya. Dan tampaknya ia sangat marah. "Saya gak bermaksud jahat, " ujarnya terbata-bata. "Saya cuma..."

"Kamu masuk tanpa permisi dulu," laki-laki itu berkeras. "Kamu gak sadar kalau hal itu berbahaya? Gardapati udah dilatih untuk menyerang setiap orang yang tidak dikenal."

"Ma—maaf... ! " Jingga tergagap-gagap.

Laki-laki itu maju selangkah lagi. Matanya yang menyorot tajam seakan tidak berkedip sama sekali.

Dada Jingga terasa sesak karena panik.

Apa yang hendak dilakukan orang itu?

Terus terang, Jingga tak mau menunggu lebih lama lagi. Ia menarik napas dalam-dalam. Lalu berbalik dan menghambur keluar pintu.

Berhasilkah aku meloloskan diri? Jingga bertanya-tanya.

Pintu pondok terbanting keras di belakang Jingga. Ia menoleh ke belakang dan melihat laki-laki itu berlari keluar untuk mengejarnya.

"Mau ke mana kamu, hah?" laki-laki paruh baya itu berseru dengan keras. "Hei—berhenti! Mau ke mana kamu?"

Jingga menunjuk ke atas. "Ke puncak!" sahutnya.

Laki-laki paruh baya itu terperangah. "Oh, gak bisa!" serunya lantang. "Gak boleh! Jangan naik ke sana!"

Dia tak waras! pikir Jingga. Orang itu tak berhak membentak-bentakku seperti itu! Aku bebas pergi ke mana saja! Ia tak waras. Freak!

Hujan sudah mulai turun lagi. Angin masih bertiup kencang.

Laki-laki berjanggut itu mulai mengejar Jingga. Dengan langkah panjang ia menerobos kubangan lumpur. "Kade, Bebegig!" ia berseru.

"Hah?" Jingga berpaling ke arahnya. "Anda bilang apa?"

Untuk kedua kalinya pada hari itu Jingga teringat sajak lama yang suka dibacakan neneknya.

Lamun hujan ngagelebug, komo wanci sambekala…

Kade Bebegig, Anaking!

Kade Bebegig!

Bebegig mawa dodoja.

Ya, ampun! pikir Jingga. Sajak itu tak pernah kudengar lagi sejak aku berumur lima tahun. Tapi sekarang dalam sehari aku teringat dua kali!

Mereka---Jingga dan laki-laki berjanggut putih, berdiri di sisi jalan, berseberangan dan berpandangan.

Laki-laki paruh baya itu tampak menggigil kedinginan. Ia hanya mengenakan pakaian silat, tanpa mantel. Butir-butir gerimis menempel di rambutnya yang kelabu dan di bahunya.

"Anda bilang apa tadi?" tanya Jingga.

"Jurig Bebegig tinggal di gua," seru laki-laki itu. Ia menempelkan tangan di sekeliling mulut supaya suaranya bisa terdengar di tengah deruan angin.

"Apa? Jurig Bebegig?"

Dia benar-benar sinting! pikir Jingga. Lalu kenapa aku masih berdiri di sini dan mendengarkan orang gila itu? Orang itu tinggal sendirian di pondok di puncak gunung, cuma ditemani serigala putih! Dan sekarang ia mengoceh tidak keruan soal hantu orang-orangan sawah!

"Jurig Bebegig tinggal di gua!" laki-laki itu mengulangi. "Jangan naik ke puncak! Pokoknya jangan!"

"Kenapa?" tanya Jingga. Di luar perhitungan suaranya melengking tinggi.

"Jangan sampai kamu ketemu Jurig Bebegig!" laki-laki itu berseru. Butir-butir gerimis mulai memenuhi janggutnya. Matanya yang keperakan tampak bersinar- sinar. "Kalau kamu ketemu Jurig Bebegig," teriaknya, "kamu gak bakal pernah bisa balik lagi!"

Dasar sinting, pikir Jingga. Pantas saja dia hidup sendirian di puncak gunung.

Jingga berbalik. Ia sudah terlalu lama di sini.

Dengan terseok-seok, gadis itu berlari menerobos kubangan lumpur.

Ia berlari sekencang mungkin. Wajahnya yang panas diterpa butir-butir gerimis yang dingin. Jantungnya berdegup kencang.

Ia berlari menyusuri jalan. Menyusuri jalan yang menurun dan berkelok-kelok.

Napasnya tersengal-sengal.

Betulkah aku yang terengah-engah begitu? Jingga bertanya dalam hatinya, tiba-tiba merasa aneh.

Betulkah langkahku yang terdengar berdebam debam?

Ternyata bukan.

Ia melirik ke belakang dan melihat serigala putih tadi mengejarnya. Binatang itu mendekat dengan cepat.

Terpopuler

Comments

adi_nata

adi_nata

serigala ? beneran atau jadi jadian ?

karena tidak ada serigala di Indonesia. hewan ini tidak mampu beradaptasi dengan iklim kita. apalagi serigala putih.

2023-11-18

0

NA_SaRi

NA_SaRi

Jawabannya gak nyambung terus, Neng

2023-01-07

0

NA_SaRi

NA_SaRi

Melihat yg tidak bisa dilihat, hayoloh

2023-01-07

0

lihat semua
Episodes
1 Chapter 1
2 Chapter 2
3 Chapter 3
4 Chapter 4
5 Chapter 5
6 Chapter 6
7 Chapter 7
8 Chapter 8
9 Chapter 9
10 Chapter 10
11 Chapter 11
12 Chapter 12
13 Chapter 13
14 Chapter 14
15 Chapter 15
16 Chapter 16
17 Chapter 17
18 Chapter 18
19 Chapter 19
20 Chapter 20
21 Chapter 21
22 Chapter 22
23 Chapter 23
24 Chapter 24
25 Chapter 25
26 Chapter 26
27 Chapter 27
28 Chapter 28
29 Chapter 29
30 Chapter 30
31 Chapter 31
32 Chapter 32
33 Chapter 33
34 Chapter 34
35 Chapter 35
36 Chapter 36
37 Chapter 37
38 Chapter 38
39 Chapter 39
40 Chapter 40
41 Chapter 41
42 Chapter 42
43 Chapter 43
44 Chapter 44
45 Chapter 45
46 Chapter 46
47 Chapter 47
48 Chapter 48
49 Chapter 49
50 Ini penting!
51 Chapter 50
52 Chapter 51
53 Chapter 52
54 Chapter 53
55 Chapter 54
56 Chapter 55
57 Chapter 56
58 Chapter 57
59 Chapter 58
60 Chapter 59
61 Chapter 60
62 Chapter 61
63 Chapter 62
64 Chapter 63
65 Chapter 64
66 Chapter 65
67 Chapter 66
68 Chapter 67
69 Chapter 68
70 Chapter 69
71 Chapter 70
72 Chapter 71
73 Chapter 72
74 Chapter 73
75 Chapter 74
76 Chapter 75
77 Chapter 76
78 Chapter 77
79 Chapter 78
80 Chapter 79
81 Chapter 80
82 Chapter 81
83 Chapter 82
84 Chapter 83
85 Chapter 84
86 Chapter 85
87 Chapter 86
88 Chapter 87
89 Chapter 88
90 Chapter 89
91 Chapter 90
92 Chapter 91
93 Chapter 92
94 Chapter 93
95 Chapter 94
96 Special Thanks!
Episodes

Updated 96 Episodes

1
Chapter 1
2
Chapter 2
3
Chapter 3
4
Chapter 4
5
Chapter 5
6
Chapter 6
7
Chapter 7
8
Chapter 8
9
Chapter 9
10
Chapter 10
11
Chapter 11
12
Chapter 12
13
Chapter 13
14
Chapter 14
15
Chapter 15
16
Chapter 16
17
Chapter 17
18
Chapter 18
19
Chapter 19
20
Chapter 20
21
Chapter 21
22
Chapter 22
23
Chapter 23
24
Chapter 24
25
Chapter 25
26
Chapter 26
27
Chapter 27
28
Chapter 28
29
Chapter 29
30
Chapter 30
31
Chapter 31
32
Chapter 32
33
Chapter 33
34
Chapter 34
35
Chapter 35
36
Chapter 36
37
Chapter 37
38
Chapter 38
39
Chapter 39
40
Chapter 40
41
Chapter 41
42
Chapter 42
43
Chapter 43
44
Chapter 44
45
Chapter 45
46
Chapter 46
47
Chapter 47
48
Chapter 48
49
Chapter 49
50
Ini penting!
51
Chapter 50
52
Chapter 51
53
Chapter 52
54
Chapter 53
55
Chapter 54
56
Chapter 55
57
Chapter 56
58
Chapter 57
59
Chapter 58
60
Chapter 59
61
Chapter 60
62
Chapter 61
63
Chapter 62
64
Chapter 63
65
Chapter 64
66
Chapter 65
67
Chapter 66
68
Chapter 67
69
Chapter 68
70
Chapter 69
71
Chapter 70
72
Chapter 71
73
Chapter 72
74
Chapter 73
75
Chapter 74
76
Chapter 75
77
Chapter 76
78
Chapter 77
79
Chapter 78
80
Chapter 79
81
Chapter 80
82
Chapter 81
83
Chapter 82
84
Chapter 83
85
Chapter 84
86
Chapter 85
87
Chapter 86
88
Chapter 87
89
Chapter 88
90
Chapter 89
91
Chapter 90
92
Chapter 91
93
Chapter 92
94
Chapter 93
95
Chapter 94
96
Special Thanks!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!