Chapter 2

Mereka butuh waktu agak lama untuk membongkar seluruh isi van.

Setelah kardus terakhir mereka gotong ke dalam pondok, Ragnala mengambil panci. Kemudian ia membuatkan minuman—cokelat panas di kompor kecil model kuno di dapur.

"Nyaman," Ragnala berkata sekali lagi dan tersenyum. Tapi matanya yang gelap terus mengamati wajah putrinya. Tampaknya ia sedang berusaha meneliti apakah Jingga senang atau tidak. "Paling nggak lumayan anget di dalem sini," ujarnya sambil menggenggam cangkir cokelat panasnya. Pipinya masih kemerahan karena udara dingin menggigit.

Jingga mengangguk tanpa semangat. Sebenarnya ia ingin lebih gembira. Tapi tidak bisa. Ia terus-terusan memikirkan teman-temannya di Jakarta. Ia bertanya-tanya, apakah mereka akan pergi menonton pertandingan basket nanti malam. Semua temannya gila basket seperti dirinya.

Sekarang aku bakal jarang main basket di sini, pikirnya sedih. Rata-rata penduduk desa keluarga petani. Jangan-jangan anak-anak sebayanya di sini bahkan tak paham apa itu basket. Kalaupun orang-orang di sini suka basket, pasti tak cukup banyak anak untuk membentuk tim.

"Kamu gak bakal kedinginan di atas sana," kata Ragnala pada putrinya. Ucapannya membuyarkan lamunan Jingga. Ia menunjuk ke langit-langit yang rendah.

Di rumah mereka yang baru hanya ada satu kamar tidur. Dan kamar itu akan dipakai ibu Jingga. Kamar Jingga adalah loteng di bawah atap.

"Aku mau lihat ke atas dulu," kata Jingga sambil mendorong kursinya ke belakang.

Satu-satunya cara untuk mencapai kamar Jingga adalah melalui tangga kayu yang bersandar ke dinding. Jingga memanjatnya, mendorong papan penutup lubang di langit-langit, lalu menarik tubuhnya ke atas.

Tempatnya memang nyaman. Ibunya telah memilih kata yang tepat.

Langit-langitnya begitu rendah, hingga ia tak bisa berdiri tegak. Cahaya redup masuk melalui jendela bulat di ujung ruangan.

Sambil membungkuk, Jingga menghampiri jendela itu dan memandang keluar. Sebagian kacanya tertutup embun. Tapi ia masih bisa melihat jalan dan rumah-rumah kecil yang berderet di kedua sisinya.

Tak ada siapa-siapa di luar. Tak tampak seorang pun.

Pasti semuanya sedang bekerja di sawah atau di ladang, pikirnya.

Kebetulan sekarang memang sedang libur akhir semester, sekolah di sini tutup. Ia dan ibunya sempat melewati gedung sekolah ketika mereka baru tiba tadi. Bangunannya kecil dan tidak bertingkat seperti bangunan sekolahnya di Jakarta. Terbuat dari batu kelabu. Luasnya kira-kira sebesar garasi untuk dua mobil.

Berapa teman sekelasku nanti? tanya Jingga dalam hati. Tiga atau empat orang? Atau jangan-jangan muridnya cuma aku sendiri? Apakah orang-orang di sini bisa berbahasa Indonesia?

Jingga menelan ludah. Kemudian memarahi dirinya sendiri karena belum apa-apa sudah berprasangka buruk.

Gembira sedikit dong, Jingga, batinnya menyemangati diri. Cipagenggang adalah desa kecil yang asri. Siapa yang tahu kamu bisa ketemu teman-teman baru yang menyenangkan di sini.

Sambil menunduk, Jingga kembali ke tangga. Langit-langit akan kupenuhi dengan poster, katanya dalam hati. Dengan begitu ruangan ini jadi lebih meriah. Dan siapa tahu aku juga bisa lebih ceria.

"Ada yang bisa kubantu?" tanya Jingga pada ibunya sambil merayap menuruni tangga. Ia menyibakkan rambutnya ke belakang.

"Gak. Sebelum bongkar barang-barang, Mama mau berbenah di dapur sembari masak buat makan malam kita. Kamu jalan-jalan aja, biar kamu bisa lebih cepet kenal daerah sini."

Beberapa menit kemudian Jingga sudah berada di luar. Ia menarik tali tudung mantelnya untuk mengencangkannya, lalu menyelipkan tangan ke dalam sarung tangan. Setelah itu ia menunggu sampai matanya terbiasa melihat dalam lapisan kabut yang menyelimuti seluruh tempat.

Hmm, enaknya jalan ke arah mana? Jingga bertanya dalam hati. Ia sudah melihat gedung sekolah, toko serba-ada dan kantor pos di sebelah bawah rumahnya yang baru. Jadi ia memutuskan untuk berjalan ke atas, menuju puncak gunung.

Jalanan basah namun permukaan aspalnya yang hitam terasa kesat saat diinjak. Tumit sepatu bot Jingga terasa seperti lengket di permukaan aspal dan meninggalkan suara berdecak setiap kali ia mengangkatnya ketika ia mencondongkan badan untuk menentang angin dan mulai menanjak.

Di tengah jalan ada dua lubang besar yang nyaris seperti kolam. Jingga berjalan menyisi memutari lubang jalan itu untuk menghindari genangan air.

Ia melewati dua rumah yang ukurannya kira-kira sebesar rumahnya sekarang. Kedua rumah itu terlihat gelap dan kosong.

Di depan rumah batu yang tinggi, terparkir sebuah Jeep. Modelnya kuno. Jingga melihat gerobak di pekarangan depan. Seekor kucing hitam bermata kuning menatap gadis itu dari balik jendela ruang duduk.

Jingga melambaikan tangannya ke arah kucing itu. Tapi kucing itu tidak bereaksi sama sekali.

Ia masih belum melihat seorang pun.

Angin bertiup kencang, semakin lama semakin dingin. Jalan pun bertambah terjal. Rumah-rumah di tepi jalan semakin jarang.

Rumput-rumput di kiri-kanan jalan berkilau-kilau ketika lapisan awan terkuak dan membiarkan matahari menyinari bumi.

Pemandangannya tiba-tiba begitu indah!

Jingga berbalik dan menatap deretan rumah yang telah dilewatinya.

Indah sekali, pikirnya takjub. Bisa jadi aku kerasan tinggal di sini.

"Awww!" Jingga memekik ketika jari-jemari yang dingin bagaikan es mencengkeram lehernya dari belakang. Ia segera berbalik dan melepaskan diri dari cengkeraman tangan yang dingin membeku itu.

Di hadapannya, berdiri seorang cowok yang sedang nyengir lebar. Ia mengenakan jaket kulit domba warna cokelat dan topi rajut berwarna merah-hijau. "Kaget, ya?" Ia bertanya pada Jingga. Senyumnya bertambah lebar.

Dan sebelum Jingga dapat menjawab, seorang cowok lainnya muncul dari balik semak-semak. Ia memakai mantel dan sarung tangan yang sama-sama berwarna hitam. "Gak usah peduliin Dewa," katanya sambil menyibak rambutnya ke belakang. "Dia emang konyol!"

"Thanks atas pujiannya," seloroh Dewa sambil nyengir lagi.

Wajah mereka sangat mirip.

Jingga menduga mereka saudara kembar. Mereka sama-sama berwajah lancip seperti boneka migi, berambut lurus sebahu dan bermata gelap.

"Kamu anak baru?" tanya Dewa. Ia menatap Jingga sembari memicingkan mata.

"Dewa suka nakut-nakutin anak baru," cowok satunya menjelaskan sambil geleng-geleng kepala. "Menurut dia sih, itu lucu."

"Abis ngapain lagi kegiatan di sini selain ngerasa takut?" sahut Dewa. Senyumnya serentak meredup.

Freak, pikir Jingga. Lalu memperkenalkan diri, "Aku Jingga."

Nama mereka Dewangga dan Magenta.

"Kita tinggal di situ," Dewa memberitahu sambil menunjuk rumah putih. "Kamu tinggal di mana?"

Jingga menunjuk ke jalan. "Di bawah," jawabnya. Ia hendak menanyakan sesuatu, tapi langsung terdiam ketika melihat orang-orangan sawah yang sedang mereka buat.

Sebelah lengannya menjulur ke samping, sebelah lagi menunjuk ke atas. Di kepalanya ada kain selubung yang sama, pakaiannya juga sama---jubah longgar India warna hitam yang panjangnya sampai ke permukaan tanah. Wajahnya juga digambari dengan arang. Bibirnya dibuat menyeringai dan seperti bekas luka.

"Orang-orangan sawah itu…" Jingga tergagap-gagap. "Bentuknya persis kayak orang-orangan sawah yang ada di seberang rumahku."

Senyum Dewangga meredup.

Magenta langsung memalingkan wajah dan tertunduk.

Terpopuler

Comments

adi_nata

adi_nata

pembukaan novel ini nyaris sama dengan pertengahan bab di novel Lonceng Tiga Belas.

2023-11-18

0

Siti Arbainah

Siti Arbainah

Sebagian ceritanya sama kya yg di "Lonceng ke 13" ya thor kebetulan hbis baca itu tdi

2023-06-20

2

nath_e

nath_e

kenapa berpaling...waah curiga niih keknya ada something behind Bebegig😅

2022-12-28

0

lihat semua
Episodes
1 Chapter 1
2 Chapter 2
3 Chapter 3
4 Chapter 4
5 Chapter 5
6 Chapter 6
7 Chapter 7
8 Chapter 8
9 Chapter 9
10 Chapter 10
11 Chapter 11
12 Chapter 12
13 Chapter 13
14 Chapter 14
15 Chapter 15
16 Chapter 16
17 Chapter 17
18 Chapter 18
19 Chapter 19
20 Chapter 20
21 Chapter 21
22 Chapter 22
23 Chapter 23
24 Chapter 24
25 Chapter 25
26 Chapter 26
27 Chapter 27
28 Chapter 28
29 Chapter 29
30 Chapter 30
31 Chapter 31
32 Chapter 32
33 Chapter 33
34 Chapter 34
35 Chapter 35
36 Chapter 36
37 Chapter 37
38 Chapter 38
39 Chapter 39
40 Chapter 40
41 Chapter 41
42 Chapter 42
43 Chapter 43
44 Chapter 44
45 Chapter 45
46 Chapter 46
47 Chapter 47
48 Chapter 48
49 Chapter 49
50 Ini penting!
51 Chapter 50
52 Chapter 51
53 Chapter 52
54 Chapter 53
55 Chapter 54
56 Chapter 55
57 Chapter 56
58 Chapter 57
59 Chapter 58
60 Chapter 59
61 Chapter 60
62 Chapter 61
63 Chapter 62
64 Chapter 63
65 Chapter 64
66 Chapter 65
67 Chapter 66
68 Chapter 67
69 Chapter 68
70 Chapter 69
71 Chapter 70
72 Chapter 71
73 Chapter 72
74 Chapter 73
75 Chapter 74
76 Chapter 75
77 Chapter 76
78 Chapter 77
79 Chapter 78
80 Chapter 79
81 Chapter 80
82 Chapter 81
83 Chapter 82
84 Chapter 83
85 Chapter 84
86 Chapter 85
87 Chapter 86
88 Chapter 87
89 Chapter 88
90 Chapter 89
91 Chapter 90
92 Chapter 91
93 Chapter 92
94 Chapter 93
95 Chapter 94
96 Special Thanks!
Episodes

Updated 96 Episodes

1
Chapter 1
2
Chapter 2
3
Chapter 3
4
Chapter 4
5
Chapter 5
6
Chapter 6
7
Chapter 7
8
Chapter 8
9
Chapter 9
10
Chapter 10
11
Chapter 11
12
Chapter 12
13
Chapter 13
14
Chapter 14
15
Chapter 15
16
Chapter 16
17
Chapter 17
18
Chapter 18
19
Chapter 19
20
Chapter 20
21
Chapter 21
22
Chapter 22
23
Chapter 23
24
Chapter 24
25
Chapter 25
26
Chapter 26
27
Chapter 27
28
Chapter 28
29
Chapter 29
30
Chapter 30
31
Chapter 31
32
Chapter 32
33
Chapter 33
34
Chapter 34
35
Chapter 35
36
Chapter 36
37
Chapter 37
38
Chapter 38
39
Chapter 39
40
Chapter 40
41
Chapter 41
42
Chapter 42
43
Chapter 43
44
Chapter 44
45
Chapter 45
46
Chapter 46
47
Chapter 47
48
Chapter 48
49
Chapter 49
50
Ini penting!
51
Chapter 50
52
Chapter 51
53
Chapter 52
54
Chapter 53
55
Chapter 54
56
Chapter 55
57
Chapter 56
58
Chapter 57
59
Chapter 58
60
Chapter 59
61
Chapter 60
62
Chapter 61
63
Chapter 62
64
Chapter 63
65
Chapter 64
66
Chapter 65
67
Chapter 66
68
Chapter 67
69
Chapter 68
70
Chapter 69
71
Chapter 70
72
Chapter 71
73
Chapter 72
74
Chapter 73
75
Chapter 74
76
Chapter 75
77
Chapter 76
78
Chapter 77
79
Chapter 78
80
Chapter 79
81
Chapter 80
82
Chapter 81
83
Chapter 82
84
Chapter 83
85
Chapter 84
86
Chapter 85
87
Chapter 86
88
Chapter 87
89
Chapter 88
90
Chapter 89
91
Chapter 90
92
Chapter 91
93
Chapter 92
94
Chapter 93
95
Chapter 94
96
Special Thanks!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!