Satu hari setelah pernikahan Santika dan Martin, Satria mengemasi barang-barangnya. Dia berniat pergi ke kota buat mencari pekerjaan dan menghasilkan banyak uang.
Namun sebelum itu, Satria akan pamit dari pekerjaan lamanya terlebih dulu.
Martin berdiri di sebelah tumpukan batu bata dan sedang mengawasi para pekerjanya. Satria memberanikan diri buat mendatanginya. Namun belum sampai Satria tiba di hadapan Martin, dia sudah lebih dulu melihat ada Santika yang baru datang membawakan rantang makanan untuk Martin. Hati Satria kembali terkoyak, dia jadi teringat saat dulu ketika masih menikah dengan Santika, istrinya itu tidak pernah sekalipun mengirimkan makan siang untuknya ke tempat kerja. Tapi sekarang, Martin malah mendapatkannya.
"Aku tidak boleh terlihat lemah di depan Santika." Tekad Satria, dia melanjutkan langkahnya.
Tibalah Satria di depan Martin. Sepasang suami istri yang baru menikah kemarin itu menatap sinis ke arah Satria. Terlebih lagi Santika, dia tampak puas memanas-manasi Satria dengan hubungannya bersama Martin.
"Mau apa kamu ke sini? Bukannya bekerja!" sentak Martin kepada Satria. "Jangan bilang kamu ke sini karena kamu mau melihat kemesraanku dengan istriku?" Martin sepertinya sengaja memberi penekanan pada kata istri ketika bicara dengan Satria hanya untuk memamerkan bahwa Santika sekarang menjadi istrinya.
Santika juga, dia tersenyum sinis ke arah Satria. Rasa puas karena bisa memamerkan suami baru yang berpenghasilan lebih besar dari Satria pun membuat Santika senang.
Satria menunduk, "Maaf Pak, kedatangan saya ke sini hari ini untuk memberi tahu bahwa mulai hari ini saya keluar kerja," ucap Satria pelan.
"Terserah kamu, mau berhenti atau bekerja juga aku tidak peduli!" balas Martin. "Lagi pula, aku malah senang kalau kamu tidak di sini. Itu artinya, tidak akan ada lagi laki-laki yang berusaha menggoda istriku," lanjut Martin dengan khas gaya sombongnya.
Satria beristighfar dalam hati mendengar bahwa dia dituduh menjadi laki-laki gatal seperti Martin. Padahal yang gatal dan merebut istri orang di sini itu adalah Martin sendiri.
"Sudahlah Sayang, jangan hiraukan dia. Lebih baik, kita ke saung yuk. Kita makan siang di sana, biar aku suapin." Santika menyela, dia menarik pergelangan tangan Martin seraya menatap sinis ke arah Satria.
Hati Satria memanas, dia terluka mendengar mantan istrinya memanggil laki-laki lain dengan panggilan sayang. Itu adalah panggilan untuknya, tapi dulu.
"Semoga kamu tidak pernah menyesal atas pilihan kamu, San. Aku cuma bisa berdoa untuk kebahagiaan kamu," kata Satria sebelum dia meninggalkan tempat itu.
Satria pergi ke terminal bus, dia sudah membeli tiket untuk pergi ke kota. Dia akan mengadu nasib di sana. Entah apa saja nanti pekerjaannya, akan Satria jalani. Prioritasnya sekarang hanyalah Natasya. Satria ingin membelikan mainan dan boneka-boneka lucu untuk anak gadisnya.
Selama di dalam bus, Satria tidak bisa berhenti memandangi wajah Natasya dari layar ponselnya. Setiap kali melihat Natasya, Satria akan tersenyum dan tenaganya seolah-olah kembali. Luka yang diberikan Santika, akan tertutup oleh Natasya. Sedahsyat itu memang peran Natasya dalam hidup Satria.
"Ayah janji, Ayah akan bekerja dengan giat dan menghasilkan banyak uang untuk kamu, Sayang. Ayah akan membelikan kamu banyak mainan dan boneka lucu." Itulah janji Satria kepada Natasya ketika dia masih dalam perjalanan menuju kota. Satria sekarang memasukkan ponselnya ke dalam tas. Dia akan tidur sampai tiba di terminal.
Lima jam sudah Satria berada di perjalanan. Sekarang dia sudah sampai di kota. Satria pergi ke sana kemari untuk mencari kontrakan yang murah. Untungnya dia bisa mendapatkannya, dan keesokan harinya Satria baru akan mencari pekerjaan. Lagi pula sekarang sudah malam.
Malam pertama di kota, Satria merasa kalau dia akan bisa melaluinya dengan aman. Hanya rasa rindunya kepada Natasya saja yang tidak aman. Satria terus-terusan memikirkan nasib putrinya yang tinggal bersama Santika dan Martin. Satria harap kalau Natasya akan bahagia dan tidak terlantar.
"Ayah akan berjuang keras untuk kamu, Nak," kata Satria. Kegiatan rutin Satria seusia salat isya' itu hanya memandangi Natasya dari layar ponselnya. Karena hanya dengan begitu maka rasa rindunya kepada Natasya akan sedikit terobati.
"Bagaimanapun juga, Ayah akan bertahan di sini. Mau sekeras apa pun kehidupan di kota, tapi Ayah akan menahannya. Semua ini Ayah lakukan demi kamu, Natasya." Satria terus bicara sendiri dengan foto, seolah-olah dia sedang mengobrol bersama putrinya. "Semoga kita bisa bertemu di dalam mimpi ya, Sayang." Satria mencium layar ponselnya yang menampilkan foto putri kecilnya.
Hari sudah berganti pagi, seusai salat subuh Satria langsung berjalan untuk mencari pekerjaan. Dia akan bekerja apa saja, asalkan itu mendapatkan uang halal.
Satria melihat ada lowongan pekerjaan sebagai office boy di salah satu perusahaan besar. Dia memberanikan diri untuk masuk ke perusahaan itu. Ternyata yang melamar tidak banyak, dan Satria tidak harus menunggu pelamar lainnya. Dia segera diinterview dan Satria langsung diterima karena katanya pihak perusahaan sedang sangat membutuhkan. Terlebih lagi, kriteria untuk menjadi office boy juga tidak harus berpendidikan tinggi seperti posisi lainnya. Menurut Satria, itu sangat cocok untuk dirinya yang hanya tamatan SMA.
"Jadi saya bisa langsung bekerja mulia besok, Pak?" tanya Satria memastikan. HRD yang mewawancarai Satria tadi mengangguk serta memberikan selamat. Satria tentu saja senang, karena Yang Maha Kuasa memberinya jalan yang mudah untuk mencari rezeki.
Satria kembali ke kontrakan, dia akan menggunakan waktunya untuk membereskan pakaiannya dan membersihkan kontrakan. Setidaknya, dia tidak perlu khawatir lagi dalam mencari pekerjaan karena sudah mendapatkannya.
"Terima kasih Ya Allah, atas rezeki yang Engkau beri. Terima kasih juga karena Engkau telah mempermudah langkahku dalam mencari pekerjaan yang halal." Satria mengusapkan kedua tangannya di wajah seusai berdoa. Satria baru saja selesai melaksanakan kewajibannya, salat ashar di masjid samping kontrakannya. Kebetulan, kontrakan Satria memang samping masjid.
"Baru ngontrak di sini, Mas?" tanya salah seorang laki-laki yang sudah berumur.
"Iya, Pak." Satria menganggukkan kepalanya seraya tersenyum guna menghormati laki-laki tadi yang sebenarnya juga tidak dia kenal.
Dalam beberapa langkah, Satria sudah berada di dalam kontrakannya. Dia mulai membereskan semua barang-barang yang dia bawa dan kebetulan Satria tidak membawa banyak barang.
Di dalam kontrakan itu, sudah ada fasilitas satu kasur busa beserta bantal dan guling serta lemari kayu berukuran kecil.
Ada kamar mandinya juga di dalam, jadi Satria tidak perlu antre dengan penghuni kontrakan lainnya.
"Hanya kamu semangat yang Ayah punya, Nak. Jadi Ayah harap, kamu tetap sehat sama Ibumu ya?" ucap Satria kepada pigura foto yang dia pajang di atas lemari kayu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
☠☀💦Adnda🌽💫
semangat satria
2023-01-04
1
Dwi MaRITA
jujurly... saia masih oleng, martin ntu mandor... tp kok isa belikan santika barang branded yak... gajinya wao donk, kalah tuch kasi, kabag, direktur palagi CEO... 😳😳😳🙈
awalnya syusah, satria... untung ngadu nasib di kota langsung dpt kerja... semangat dah... sat... yg penting dpt kerja halal...🙈
2022-12-22
1
Pitriyanti
semangat satria demi anakmu natasya
2022-12-20
1