Rujak Online

Aku tidak lari.

Aku hanya menjeda waktuku. Hingga saatnya tiba, aku tak lagi menunggu waktu berpihak padaku.

***

"Halo, Dewi? Iya aku sebentar lagi sampai. Oh, kamu sudah ada di kontrakan? Oke deh, paling sepuluh menit lagi kita sampai."

Rania mematikan ponselnya. Panggilan tersebut dari sahabat lamanya saat masih duduk di bangku SMP. Mereka bertemu tak sengaja sebulan lalu saat acara reuni akbar.

Dewi namanya. Dia berasal dari kota Udang. Dewi sudah berkeluarga, tetapi ia tinggal terpisah dengan keluarga kecilnya yakni suami dan kedua anaknya yang berada di kota Bawang.

Tahun ini adalah keputusannya untuk pindah tugas kembali ke kota asal suaminya, kota Bawang. Oleh karena itulah, Dewi menawarkan Rania untuk tinggal di rumahnya secara cuma-cuma.

Bukan Rania namanya jika ia menerima segala sesuatu dengan secara gratis. Rania menolak. Ia bersikeras akan membayar sebagai tanda bahwa ia menyewa rumah Dewi.

Dewi pasrah, ia tak bisa menghalangi niatan Rania. Maka, dengan kesepakatan antar sahabat, Dewi membiarkan Rania yang menentukan sendiri uang sewanya. Dan Dewi memberikan hak penuh waktu tinggal sampai kapanpun Rania ingin tinggal.

Mobil taxy yang ditumpangi Rania memasuki gapura sebuah perumahan. Jarum jam di arlojinya masih menunjukkan pukul empat sore.

Perjalanan dari kota asalnya --kota Kuda-- menuju kota Udang tak memakan waktu lama. Ditambah lagi karena bukan akhir pekan, laju mobil cukup lancar, perjalanan pun hanya memakan waktu dua jam.

"Bu, apakah di depan sana rumah tujuan ibu?"

Rania mendongak. Ia melihat ke arah depan kaca mobil. Seorang wanita dengan jilbab lebarnya melambaikan tangan.

"Iya, Pak! Rumah pagar hijau, itu kontrakan saya!"

Mobilpun melaju perlahan dan berhenti tepat di depan rumah dengan pagar berwarna hijau.

Rania bergegas membuka jendela mobil.

"Akhirnya kalian sampai juga dengan selamat, alhamdulillah..." sambut Dewi saat jendela mobil terbuka.

Dewi memindai keadaan di dalam mobil, ternyata Rania tidak bisa langsung keluar dari mobil, sebab si kecil Lisha tertidur pulas di pangkuan Rania.

"Ya Allah... Lisha tertidur ya? Sini, biar ku bantu."

Dewi bergegas membuka pintu mobil dan mengambil alih Lisha ke pelukannya. Ia menggendong Lisha dan membawanya masuk ke dalam rumah.

Tak hanya Lisha, Kisha pun ternyata tertidur di kursi depan. Rania sigap menggendong Kisha lalu menyusul Dewi masuk ke dalam rumah.

"Sini, baringkan saja di kamar ini. Sudah ku rapikan ranjang ini untuk si kembar," titah Dewi saat Rania hendak membaringkan putrinya di atas kasur busa yang terhampar di ruang televisi.

Rania patuh, ia pun membawa Kisha dan membaringkannya di sebelah Lisha.

"Kamu di sini saja. Biar aku saja yang urus barang-barang di luar," cegah Dewi saat Rania hendak keluar kamar untuk mengambil koper dan tas miliknya dari dalam bagasi Taxy.

Rania mengangguk. Sembari menunggu barang-barangnya dibawa masuk oleh Dewi, ia memindai isi dalam rumah tersebut. Terutama kamar tidur yang sedang ia tempati itu.

Di dalam ruang kamar tersebut sudah tersedia satu ranjang besar dengan lemari nakas di kedua sisinya. Tak hanya itu, satu lemari kayu berukuran sedang bertengger di sudut ruangan tersebut.

Ruang kamar tersebut terletak di sebelah ruang tamu. Jendela panjang berukuran 1x2 meter terpampang jelas di samping peletakkan lemari kayu. Dengan keamanan tralis besi di sisi bagian dalam.

Pemilihan warna gorden kamar menyesuaikan dengan warna cat di dalam kamar yakni broken white dan coklat muda. Membuat suasana kamar sangat nyaman.

Rania bangkit dari ranjang dan berjalan keluar kamar. Ia ingin melihat lebih jauh rumah yang akan menjadi tempat tinggalnya selama di kota Udang.

"Koper ini mau ditaruh di mana?" tanya Dewi saat ia berpapasan dengan Rania yang tengah berjalan ke arah ruang tamu.

"Sini biar aku saja yang bawakan. Kamu gak perlu repot melayaniku seperti ini," tampik Rania malu hati.

"Gak apa-apa. Hanya membawa koper begini gak bikin tanganku patah kok," seloroh Dewi disertai senyuman tulus dari bibirnya.

Rania terkekeh. "Baiklah, terserah kamu saja."

"Kamu sudah makan, Ran?" tanya Dewi disela-sela meletakkan koper ke dalam kamar.

"Belum. Aku gak sempat makan tadi," jawab Rania jujur.

Rania masih mengeksplorasi rumah Dewi. Ia merasa sangat takjub dengan rumah tersebut. Semua penataan barang-barang dan dekorasi nampak manis hingga membuat rumah terasa hidup dan nyaman. Dewi benar-benar pandai merawat rumah.

"Mau kubelikan rujak uleg? Di ujung jalan komplek ini ada ibu-ibu yang jual rujak. Enak loh!" ujar Dewi menawarkan makanan untuk Rania.

Ekspresi Dewi membuat Rania lagi-lagi terkekeh.

"Kamu marketing si ibu tukang rujak ya? Sampai-sampai menawariku dengan nada meyakinkan seperti itu," ejek Rania.

Dewi tertawa. Meski mulutnya tak terbuka lebar, namun cukup membuat deretan gigi putihnya yang rapi terpampang di mata Rania.

"Hish... Kamu tuh ya, aku cuma mengekspresikan sesuai dengan kenyataan, kalau rujak Bi Sumi itu emang enak! Bukan dibuat-buat seperti artis di iklan tivi," kilah Dewi.

"Boleh deh kalau begitu, biar aku bisa menilai sendiri skala nikmat dari rujak bibi itu. Eh, tapi... anak-anakku masih tidur. Aku gak bisa meninggalkan mereka," tutur Rania bingung.

"Hissh... kamu jangan hawatir. Kita gak perlu ke sana, cukup dengan satu benda ini, kita bisa menikmati rujak enak buatan bi Sumi."

Dewi mengacungkan benda pipih canggih ke depan wajah Rania.

"Kamu tunggu sebentar ya, biar kutelpon dulu bi Sumi. Aku takut beliau lupa menyalakan notifikasi warungnya."

Dewi sengaja mengeraskan nada sambung telepon agar bisa di dengar tak hanya olehnya, tapi juga Rania.

"Halo bi Sumi? Rujaknya masih ada gak?"

"Masih neng!"

Suara bi Sumi dari ujung telepon.

"Saya mau pesan ya bi, sebentar saya tanya teman saya dulu. Ran, kamu mau rujak uleg atau rujak sambel asem?"

Dewi menjeda teleponnya dengan bertanya pada Rania.

"Terserah kamu saja. Tapi, aku minta cabenya lima ya?! Aku suka yang pedas!"

"Oke kalau gitu. Halo bi Sumi, saya pesan rujak uleg dua ya, pedas semua saja. Oh iya, beli lontongnya sekalian tapi jangan dicampur dengan rujaknya, biar di potong di rumah saja."

Setelah jelas pesanan yang diajukan Dewi, ia lantas mematikan ponsel lalu membuka aplikasi pemesanan makanan di ponselnya.

"Kamu ngapain Wi?" tanya Rania bingung.

"Aku mau cekout pesanan."

"Loh, bukannya tadi kamu sudah pesan lewat telepon?"

Dewi tersenyum tipis.

"Iya, tadi aku telepon menjelaskan pesananku supaya gak salah, nah kalau di aplikasi ini, aku hanya membayar total pesanan umumnya saja. Jadi, di sini aku cuma order sesuai menu yang tertera. Lihat nih, rujak uleg dua pedas plus lontong tiga."

Rania memerhatikan ponsel Dewi.

"Wah, si bibi canggih juga ya? Jualan rujak lewat aplikasi hape. Bi Sumi penjual Rujak Onlen ternyata. Hmm... jaman emang sudah banyak yang berubah ya? Sudah semakin maju dan memudahkan banyak pihak," ujar Rania takjub.

"Nah, sekarang, kita tinggal tunggu saja, kurir yang mengantar rujak yang kita pesan tadi."

Rania manggut-manggut mengerti. Dalam hati, ia bertekad harus membiasakan diri dengan aktivitas di tempat barunya itu.

Terpopuler

Comments

Deriana Satali

Deriana Satali

Blm di ceritain knp Rania berpisah sm suaminya

2022-12-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!