Bab 5. Menikah untuk berpisah.

Suara dari tamparan keras yang pria paruh baya pemilik ternak kambing etawa terbesar di kampungnya berikan untuk putra keduanya, seketika membuat suasana begitu tegang dan memanas di dalam ruang keluarga rumah Bima.

Tatapan tajam bagai sebuah belati runcing menjadi ujung tombak pesakitan tak kasat mata yang menghunus nyali seorang lelaki gagah itu menciut tak berdaya.

Pembelaan yang diberikan ibu kandungnya tidak serta merta mengembalikan keberaniannya yang sudah lenyap sejak kedatangan ayahnya. Bima hanya bisa terdiam pasrah di bawah tatapan empat pasang mata dengan spekulasi yang berbeda-beda.

"Apa kamu sangat bodoh! Sampai berani-beraninya mempermalukan orang tua, hah!" amuknya memuncak, menggema dan menggelegar di dalam ruangan yang hanya dihuni oleh lima orang, terdiri dari satu keluarga.

Ia baru saja pulang karena panggilan dari Bima, dan mendapatkan penjelasan singkat yang seketika memancing amarahnya membuncah, meletup-letup bagaikan sebuah lava yang telah mencapai permukaan bumi dan mengalir keluar dari gunung berapi.

"Pa ... Bima itu pasti dirayu Anis, supaya dia bisa menjebak put---."

"Diam kamu!" pangkasnya tegas memotong kalimat sang istri. "Apa kamu juga akan mengatakan hal seperti itu, jika seandainya Dini mengajak pria asing masuk ke rumah kita?" Tunjuk Daris kepada seorang gadis yang lebih muda dari Bima.

"Apa sependek itu pikiranmu tentang anak tetangga kita yang jelas-jelas, dia hanya sendirian di rumahnya? Sementara kita tahu! Bahwa biasanya Anis, hanya akan mengajak Bima belajar di leras rumahnya! Tanyakan pada Bima! Apa Anis yang menyuruhnya masuk ke dalam rumah dan menutup pintunya?" imbuhnya sambil menunjuk-nunjuk Bima marah.

"Bima!"

Bima mendongkak takut-takut ketika suara tegas Daris memanggilnya.

"Ya, Pa?"

"Apa Anis, yang menyuruhmu masuk ke rumahnya dan menutup pintunya, hah?" tanya Daris menohok.

Bima menelan ludah kasar, karena sejak awal tenggorokannya terasa kering dan sakit.

"Jawab!" bentaknya, karena tidak lekas mendapat jawaban.

"Ti--tidak, Pa ...," sahut Bima tergagap.

"Tidak apanya?" desak Daris tidak puas dengan jawaban Bima.

"Anis ..., ti--tidak menyuruh Bima, Pa. Bi--Bima sendiri ... yang datang," ujarnya terputus-putus bersaaman dengan satu tangan mengusap peluh yang sudah membanjiri kening dan terasa menetes melewati pelipis.

"Yang menutup pintu?"

"Bi--Bima, Pa."

"Papa!" pekik Susan protes ketika Daris kembali melayangkan pukulan sebagai penutup kalimat Bima.

"Ikut Papa!" perintah Daris kepada Bima dan mengabaikan Susan.

Pria yang usianya hampir setengah abad itu beranjak pergi keluar rumah diikuti Bima, kemudia istri dan kedua anaknya. Tanpa diberi tahu, mereka sudah menebak mau ke mana Daris Sebenarnya.

Berjalan bersama keluarga menuju rumah Anis. Bima tertunduk malu dan risih oleh tatapan juga gunjingan para tetangga yang terdengar jelas di pendengarnya.

"Jangan didengarkan!" bisik Susan sambil menggandeng tangannya guna berjalan cepat.

Di dalam tunduknya, Bima masih mendengar jelas suara-suara itu bersamaan sambutan dari Pak Rt yang mempersilahkan mereka untuk masuk ke dalam rumah Anis.

Di ruang keluarga sederhanya yang kursinya sudah disingkirkan guna dapat menampung beberapa orang sambil duduk lesehan, terlihat ada Farah menemani Riah. Kemudia ada dua pria paruh baya dan seorang lagi saudara jauh dari suami Riah, sementara Anis belum terlihat dipertemuan kali ini.

...🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁...

Berulang kali Riah membenahi polesan sederhana Anis, yang luntur, karena putrinya itu selalu mengusap pipinya yang basah oleh lelehan kristal bening. Ia berusaha keras meredam segukan agar tidak keluar dari mulutnya hingga terdengar sampai ke ruang tamu.

Bukan tidak mungkin jika suaranya itu akan terdengar oleh orang lain. Sebab, ruangan itu berada tepat di depan kamar ibunya, dan berdampingan dengan kamarnya.

"Sudahlah, Anis! Berhenti menangis! Sebentar lagi kamu akan menikah."

Seharusnya Anis bahagia mendengar hal itu, jika hari ini ia akan menikah setelah melakukan diskusi bersama keluarga Bima. Namun, ia membenci cara pernikahan ini terjadi. Ia juga tidak menginginkan pernikahan di usia mudanya tersebut. Belum lagi mereka baru saja menjalin kasih. Mereka masih enggan untuk terikat oleh pernikahan.

Akan tetapi, Anis tidak bisa berbuat apa-apa, karena semua ini berawal dari kesalahan mereka yang melewati batas. Bukan hanya Bima, ia juga menyadari. Semua tidak akan terjadi jika ia bersikap tegas.

"Bu ... Anis minta maaf, karena sudah mempermalukan Ibu," ujarnya lirih sambil mendongkak menatap wajah sendu di depannya.

"Harusnya Anis bisa dengan tegas melarang Bima, berbuat sepeti itu. Harusnya Anis bisa mengusir, Bima. Anis salah, Bu. Anis minta maaf," imbuhnya penuh penyesalan tiada akhir.

"Sudahlah, Anis! Semua sudah berlalu. Ibu harap kejadian ini bisa menjadi pelajaran besar untukmu dan Bima! Jangan menangis lagi! Sebaiknya kita keluar sekarang!"

Dengan menggunakan kebaya putih dan rambut di sanggul tinggi berhiaskan jepitan bunga. Anis berjalan bersama Riah menghampiri Bima yang sudah duduk di depan seorang penghulu.

"Saya terima nikah dan kawinnya Anisha Suhaidi binti almarhum Kasim Suhaidi, dengan mas kawan sebuah cincin perak, tunai!"

"Sah?"

"Sah!"

"Alhamdulillah," semua orang yang hadir langsung mengucap hamdalah kecuali para tetangga, karena memang tidak diundang.

Penghulu mempersilahkan Anis menyalami tangan pria yang kini sudah berubah status sebagai suaminya, walau tidak secara agama.

Kedua tangan dingin itu menghangat usai berjabatan. Bima memberikan kecupan kesedihan, dan Anis mencium punggung tangannya penuh sesal bersamaan Dini yang mengabadikan dalam ponselnya.

Penghulu pun memberi sedikit nasehat sebelum mengakhiri acara sederhana yang diadakan secara mendadak tanpa persiapan itu.

"Jangan harap, kalau Bima akan tidur di sini! Kamu pun, jangan bermimpi akan tidur di rumah kami!"

Anis langsung tertunduk bersamaan setetes air mata yang gugur ketika mendengar apa yang ibu mertunya bisikan disaat semua orang tengah lengah padanya. Ia tidak pernah menduga jika Susan akan berubah sikap setelah ia menjadi menantunya.

Dulu, Susan sangat baik dan perhatian sebagai tetangga dan orang tua temannya itu. Namun, Anis mencoba memahami yang sedang terjadi sekarang. Mungkin karena keadaan yang membuat sikap lemah lembut itu lenyap.

Pak Rt berserta istrinya pamit pulang bersama penghulu dan paman Anis. Kini tinggallah orang tua Bima juga adik dan kakak Bima.

"Ayo, Bima ... kita pulang!" ajak Susan acuh.

"Bima tidak akan pulang ke rumah kita! Kini dia sudah menikah, dan bisa tinggal di sini!" pangkas Daris.

"Dalam keadaan seperti ini, Bima pasti masih shok dan dia perlu menenangkan diri."

"Di sini pun Bima, bisa menenangkan diri!" balas Daris tegas.

"Mama tidak setuju!"

"Aku tidak meminta pendapatmu!"

"Tapi, Pa---."

"Maaf sebelumnya," potong Riah menyela. "Mungkin apa yang dikatakan Bu Susan, ada benarnya! Sebaiknya mereka tidur terpisah dulu, untuk menenangkan diri," imbuhnya setuju dengan pendapat Susan.

Daris diam melirik Bima dan Anis bergantian, kemudian mengangguk setuju.

"Maaf, sudah membuatmu dalam situasi ini," itu adalah kalimat pertama yang Anis ucapkan setelah mereka diberi kesempatan untuk bicara berdua.

"Tidak. Ini bukan salahmu, tapi ini salahku. Maaf telah membuatmu menikah diusia semuda ini," balas Bima, "Maaf juga karena tidak bisa bersamamu untuk saat ini," lanjutnya.

"Tidak masalah. Aku bisa mengerti itu. Sebaiknya kamu pulang sekarang! Nanti ibumu bisa lebih marah," usulnya.

"Jangan berpikiran jika mamaku egois! Dia hanya ingin kita menenangkan diri lebih dulu," hibur Bima.

Anis mengangguk mengerti, pelukan menenangkan Bima berikan bersamaan satu kecupan mendarat di keningnya. Ia pun mengantar kepergian Bima dengan lambaian tangan kesedihan. Miris sekali pernikahan mereka.

"Entah pernikahan seperti apa ini? Tapi kita tidak boleh menyesali dan menoleh ke belang!"

Bersambung ....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!