"Cukup! Aku tidak ingin mendengarkan apapun yang kamu katakan lagi. Jangan bikin aku merasa semakin muak dengan ulah kamu, Dina. Sudah cukup ulah gila yang selama ini kamu buat. Jangan tambah lagi."
Lalu, Albi ingat pula akan apa yang mamanya katakan sebelumnya. Sang mama yang selalu mengeluh akan sikap norak juga terlalu posesif dari istrinya setiap punya kesempatan.
"Istri kamu itu terlalu cemburuan, Al. Kasihan Sela, tahu gak? Dia selalu saja bikin ulah dengan Sela setiap kali bertatap muka. Mama heran dengan sikap cemburuan yang tiada batas itu. Lama-lama, mama bosan juga tinggal di rumah ini. Gak ada tenang-tenangnya sama sekali."
"Semua itu salah kamu, Albian. Bagus kamu nikah dengan Sela yang anaknya baik. Eh, malah mau nikah dengan anak kampung yang tidak punya tata krama sama sekali. Tidak punya mata kamu ini kek nya, Al."
Albi pun memikirkan semua yang telah berlalu selama ini. Lebih dari delapan bulan dia menikah dengan Dina. Sikap Dina yang lembut, juga bersahaja itu mendadak hilang entah ke mana.
'Apakah aku salah menikahi Medina selama ini? Apa yang aku lihat dengan yang Medina katakan itu terasa sangat jauh berbeda. Mungkin benar apa yang mama katakan, Dina terlalu posesif juga paling cemburuan. Aku juga merasa tidak nyaman dengan sikap yang Dina perlihatkan selama ini.'
Albi bicara dalam hati sambil terus berdiri di tempat dia berdiri sebelumnya. Sementara Albi sibuk melamun, kedua manusia yang ada di ruang tamu itu tersenyum kecil setelah mereka saling bertukar pandang selama beberapa saat.
Lalu ....
Sebuah suara menyadarkan Albi dari lamunannya.
"Al, apa yang kamu lakukan di situ sih?" Mamanya langsung berucap.
"Iya, Albi. Kok malah melamun di situ? Udah, gak usah terlalu dipikirkan soal apa yang terjadi. Aku akan bantu kamu sebisa aku. Tenang aja, aku akan bantu kamu selidiki semua ini sampai tuntas kok." Sela pula menangapi apa yang mama Albi katakan.
"Oh, makasih banyak ya, Sel. Aku merasa gak enak hati dengan kamu. Kamu masih saja bersedia bantuin aku setelah apa yang aku lakukan padamu selama ini," ucap Albi sambil berjalan mendekat.
"Santai aja. Gak bisa bersama sebagai kekasih, kita masih bisa menjalin hubungan sebagai teman, kan Al? Lagian, aku udah dekat dengan keluarga ini sejak lama. Aku udah anggap keluarga kamu bagian dari keluarga aku. Jadi, gak ada masalah sedikitpun buat aku untuk bantuin kamu."
Belum sempat Albi menjawab apa yang Sela katakan. Pintu rumah langsung terbuka dengan memunculkan Medina dari balik pintu tersebut.
Sadar akan kehadiran Dina, Sela langsung ambil kesempatan itu untuk memancing kecemburuan Dina bangkit lagi. Tangan Sela langsung ingin memeluk Albi yang kebetulan duduk tak jauh dari Sela saat ini.
Hal itu Dina lihat dengan jelas. Dan, karena hal itu, Dina tidak bisa menahan diri. Dia langsung berteriak keras pada Sela agar niat Sela itu gagal.
"Sela! Berhenti! Jaga tanganmu jangan sampai melakukan hal yang tidak baik pada suami orang."
Bentakan itu sontak membuat mereka semua kaget. Terkecuali, Sela tentunya. Dia yang tahu hal itu akan terjadi, tentu merasa sangat bahagia. Dan, terus berusaha berpura-pura sangat kaget akan bentakan yang Dina berikan.
Albi yang mendengar hal itu langsung bangun dari duduknya. Dia tatap Dina dengan tatapan tajam karena terlalu kesan dengan apa yang terjadi barusan.
"Medina! Apa kamu sudah gila? Datang-datang langsung meneriaki Sela dengan kata-kata menjijikan seperti barusan."
"Mas, aku hanya menjaga apa yang aku punya. Itu saja."
"Menjaga apa yang kamu punya? Apa yang harus kamu jaga, Dina? Apa!?"
"Kamu, Mas. Kamu!"
"Aku berusaha menjaga kamu dari dia yang ingin memeluk kamu dihadapan ku. Kamu itu suami aku, tidak akan aku biarkan perempuan manapun menyentuh kamu. Apalagi, menyentuh kamu dihadapan ku."
"Istri kamu kumat lagi, Albi. Sakit kecemburuan yang terlalu parah ini datang lagi. Sungguh, aku tidak tahu harus bicara apa lagi untuk mengungkapkan rasa kesal yang aku rasakan saat ini. Yang jelas, aku kesal dan terlalu malu sekarang."
"Sela, maafkan sikap istri dari anakku yang sungguh tidak bisa aku nasehati ini. Aku tidak tahu kesalahan apa yang anakku perbuat sampai dia punya istri yang sakit seperti ini," ucap mama Albi lagi dengan nada yang sangat tertekan.
"Tante, mungkin aku yang salah. Dina benar kok. Dia hanya menjaga apa yang dia punya. Menjaga suaminya dari aku. Tapi masalahnya, aku tidak melakukan apapun tadi. Jadi, seharusnya dia tidak perlu bersikap terlalu posesif seperti barusan."
"Sela. Ucapan kamu terlalu manis. Aku lihat dengan mata kepalaku, kalau kamu berusaha ingin memeluk mas Albi tadi."
"Dina, cukup! Omong kosong apa yang baru saja kamu ucapkan, ha? Kenapa kamu terlalu cemburuan seperti ini, Dina? Aku sungguh tidak bisa berkata apa-apa lagi padamu selain kata, aku menyesal telah membawa kamu pulang ke sini. Harusnya, aku biarkan saja kamu tetap tinggal di panti asuhan tempat di mana kamu di besarkan. Karena di sana, adalah tempat yang paling cocok untuk kamu sepertinya."
Mata Dina langsung melebar karena kata-kata yang Albian ucapkan barusan. Sungguh, rasa hatinya sangat amat sakit mendengar ucapan yang suaminya ucapkan barusan. Air mata tidak bisa tumpah lagi. Mungkin karena terlalu sakit, dia tidak bisa menangis lagi sekarang.
"Kamu ... bilang menyesal membawa aku pulang ke sini, Mas?" tanya Dina berusaha mengumpulkan semua kesadarannya yang masih tersisa.
"Ya. Aku menyesal membawa kamu pulang. Namun, sekarang aku bukan hanya menyesal karena telah membawa kamu pulang, Dina. Tapi aku juga menyesal karena telah menikahi perempuan pencemburuan seperti kamu."
Plak!
Sebuah tamparan langsung mendarat di pipi Albi. Sontak, Albi langsung memegang pipinya karena tamparan itu membuat wajahnya terasa panas. Sementara mamanya dan Sela langsung terperanjat akibat tamparan yang Albi terima.
"Dina! Apa kau sudah gila! Kenapa kamu begitu lancang menampar wajah anakku, hah!" Mama Albi langsung memegang bahu anaknya dengan lembut.
"Kau! Aku saja tidak pernah menampar wajah anakku. Kenapa kau malah berani? Dasar perempuan tidak tahu diri dan tidak punya sopan santun kamu, Dina."
Dina terdiam dengan kata-kata itu. Sebenarnya, dia juga tidak menyadari kenapa tangan itu bisa melayang begitu saja. Mungkin karena hati sudah tidak bisa bersabar lagi, maka karena itu tangan bertindak dengan cepat. Tapi yang jelas, Albi pantas mendapatkan tamparan itu meskipun dia akan dicap sebagai istri durhaka karena telah lancang menampar suami.
"Al, apa kamu baik-baik saja? Istri kamu sudah gila sekarang, Albi. Perempuan yang seperti ini kamu pertahankan? Benar-benar tidak habis pikir mama sama kamu, Al."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
🍭ͪ ͩ🏡 ⃝⃯᷵ᎢᶬKristin⒋ⷨ͢⚤
kadang tidak perlu patuh terus kepada suami pecundang.. perlu dihajar agar tahu membedakan mana baik mana buruk ..
2023-02-25
0
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻ɢ⃟꙰ⓂSARTINI️⏳⃟⃝㉉
dina gk gila ,mlh kmu yg gila Al,kmu trgila gila ma omongan ibu mu yg gk tau pst
2023-02-24
0
@Risa Virgo Always Beautiful
Mamanya Albi pintar banget bermuka dua di depan Albi
2023-02-24
0