"Ibu cukup tahu kamu, Dina. Akhir-akhir ini, ibu lihat kamu seperti sedang menyimpan beban berat di dalam hatimu. Kamu punya masalah? Jika ingin cerita, ibu bisa dengarkan apa yang ingin kamu katakan."
"Itu .... "
Baru juga Dina ingin bicara. Tiba-tiba saja, dia ingat dengan kata-kata yang Albi ucapkan tadi. Albi meminta dia pulang sekarang juga. Hal itu tidak bisa Dina abaikan karena Albi kedengarannya sedang sangat kesal. Dari nada bicara Albi, Dina sudah cukup mengerti.
"Itu .... Ibu, maafkan aku. Aku tidak bisa pulang sore kali ini. Aku harus pulang sekarang juga. Mas Albi meminta aku pulang cepat, karena ada yang ingin dia bicarakan dengan aku."
"Oh begitu. Pulanglah, Dina! Ibu tidak akan menahan kamu di sini sekarang. Karena suamimu sudah meminta kamu pulang, maka sudah menjadi kewajiban kamu untuk pulang secepatnya."
"Iya, Bu. Makasih atas pengertian ibu padaku."
"Iya. Hati-hati di jalan, Dina."
Medina pun langsung meninggalkan panti asuhan secepat mungkin. Dia pulang dengan gojek menuju rumah.
Namun, di perjalanan, gojek itu tiba-tiba berhenti karena sebuah mobil yang tiba-tiba menghalangi jalan. Dari mobil itu keluar seorang pria muda yang cukup tampan. Pria muda itupun datang menghampiri Dina.
"Nona, bisa ikut aku sebentar? Seseorang ingin bicara dengan nona. Apakah bisa?"
"Maaf, aku sedang buru-buru. Tidak bisa bicara dengan siapapun sekarang." Median berusaha menolak ajakan itu
Karena memang, dia sedang terburu-buru ingin pulang.
"Nona sungguh tidak ingin bicara dengan bos saya?"
"Iya. Aku sungguh tidak ingin bicara dengan siapapun."
"Uh, sayang nona. Padahal, bos saya tahu apa yang sedang nona cari sekarang."
Seketika, mata Dina melebar dengan kata-kata yang pria muda itu katakan.
"Benarkah bos ku tahu?"
"Tentu saja. Jika tertarik, ikut aku sekarang juga."
Dina yang kebetulan ingin tahu soal kedua orang tuanya itupun langsung mengikuti apa yang pria muda itu katakan. Tanpa memikirkan ulang semuanya, dia langsung berjalan menuju mobil yang ada di hadapan mereka saat ini.
Ketika Dina sampai ke mobil tersebut, pria muda yang tadinya menjemput Dina langsung membuka pintu belakang, lalu meminta Dina segera masuk. Tapi sayangnya, saat Dina ingin membungkuk untuk melihat orang yang ada di dalam, ponselnya kembali berdering.
Dengan wajah tidak enak, Dina langsung melihat layar ponselnya. Tertulis dengan jelas nama Albi di sana.
"Maafkan aku. Aku harus angkat panggilan dulu," ucap Dina dengan senyum canggung pada pria muda yang berada tak jauh dari tempat dia berdiri.
"Halo, Mas."
"Ke mana saja kamu, Dina!? Kenapa masih belum sampai ke rumah, ha?"
"Aku ... aku di jalan, Mas. Se--sebentar lagi tiba kok."
"Jangan buat aku menunggu lama, Medina. Aku tunggu kamu sekarang juga. Dua puluh menit lagi, kamu harus tiba di rumah."
"Tapi, Mas. Dua puluh menit itu kan .... "
"Aku tidak mau tau. Pulang sekarang aku bilang!"
Panggilan langsung terputus. Dina pun tidak punya pilihan lain selain mengikuti apa yang Albi katakan. Karena ingat akan nasehat yang bu Nuri katakan selalu padanya, dia pun terpaksa mengabaikan rasa ingin tahu akan keberadaan orang tuanya yang kini sudah ada di depan mata.
"Maaf, Mas. Aku tidak bisa bicara dengan bos mas sekarang. Aku harus pulang karena suamiku sudah menunggu aku di rumah. Mungkin kita bisa bertemu lagi lain kali, Mas."
"Anda terlalu penakut sebagai istri, nona. Aku punya info penting, tapi malah anda abaikan. Kita tidak akan bertemu lagi lain kali. Karena aku hanya akan bicara saat ini, tidak untuk lain kali," kata orang yang ada di dalam mobil dengan suara tenang.
Sejujurnya, Dina sangat ingin bertemu dengan orang itu. Tapi, rasa patuhnya pada Albian lebih besar. Dia lalu mengabaikan orang itu begitu saja dengan berlari menuju gojek yang masih menunggu dia di tempat sebelumnya.
Sementara itu, ketika Albi keluar dari ruangannya. Dia langsung mendengarkan obrolan dari mamanya dan Sela. Kedua manusia itu sedang membicarakan soal Dina.
"Aku heran deh dengan Dina itu. Pergi setiap minggu meninggalkan rumah ini. Aku takutnya, dia bukan pergi ke panti, tapi malahan main dengan pria lain dibelakang Albi. Secara, panti itu hanya sebagai alasannya saja. Iya gak, Sel?"
"Aduh, kalau untuk itu, Sela gak tahu deh tante. Gak bisa nuduh kalo gak ada bukti. Jadi, gak tahu deh mau ngomong apa."
"Ih, kamu ini ya, Sel. Selalu saja seperti itu. Selalu bilangnya gak tahu dan gak tahu lagi kalo tante ajak kamu ngobrol soal istrinya Albi. Seharusnya, kamu itu ikutan marah pada si Dina itu. Karena bagaimanapun, Dina itu udah ngambil Albi dari kamu."
"Nggak kok, Tante. Dina gak ambil Albi dari aku. Albi yang pilih Dina sendiri dan lupain aku. Jadi, itu udah keputusan Albi. Aku gak bisa marah pada orang yang gak salah," ucap Sela dengan suara yang dibuat-buat sedih.
Albi terdiam sambil memikirkan apa yang Sela katakan barusan. Seketika, kata-kata itu membuat dia ingat dengan apa yang Dina katakan waktu itu.
"Mas, Sela itu tidak sebaik yang kamu kira. Dia marah dan benci sama aku gara-gara kamu pilih aku bukan dia. Dia yang ingin jadi istri kamu, tapi kamu malah menikah dengan aku. Karena itu, dia ingin merusak hubungan kita, Mas."
"Tahu apa kamu tentang Sela, Dina? Aku susah kenal dia sejak lama. Aku lebih tahu dari kamu. Jadi, jangan bicara hal yang tidak-tidak hanya karena kecemburuan mu saja."
"Aku bicara yang sebenarnya, Mas. Sela itu baik hanya di depan kamu aja. Tapi di belakang kamu, dia tak lebih serigala yang siap menerkam mangsa. Sela itu pintar bersandiwara, Mas. Sekarang, dia sedang bersekongkol dengan mama kamu buat memisahkan kita berdua. Kamu harus tahu hal itu."
"Cukup, Dina! Aku tidak ingin kamu semakin berulah hanya karena hal yang tidak pasti. Bicara harus ada bukti. Jika tidak, maka tidak akan ada yang akan mempercayai kamu. Jangan hanya bicara karena sikap cemburuan kamu saja. Itu sama saja dengan merugikan orang lain."
"Aku tidak bicara hanya karena aku cemburu, Mas Albian. Aku bicara karena aku tahu apa yang terjadi sebenarnya. Yang menghadapi semua itu aku, bukan kamu. Lagian, apakah salah jika aku cemburu padamu, ha? Kamu itu suami aku. Aku .... "
"Cukup! Aku tidak ingin mendengarkan apapun yang kamu katakan lagi. Jangan bikin aku merasa semakin muak dengan ulah kamu, Dina. Sudah cukup ulah gila yang selama ini kamu buat. Jangan tambah lagi."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
🍭ͪ ͩ🏡 ⃝⃯᷵ᎢᶬKristin⒋ⷨ͢⚤
ingat Di,, setelah Badai akan ada pelangi 🌈
2023-02-25
0
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻ɢ⃟꙰ⓂSARTINI️⏳⃟⃝㉉
Albi lg kesal marah ma jengkel ma dina mngkn kemakan ibunya sdiri
2023-02-24
0
@Risa Virgo Always Beautiful
Albi kayaknya Sela fitnah Medina karena dia dendam kamu lebih memilih Medina
2023-02-24
0