Hutang Budi

Malamnya Gino sedang menjaga sebuah supermarket, setelah pulang sekolah Gini mengambil kerja sampingan untuk membantu orang tuanya.

Anaya masuk ke supermarket itu dengan memakai dress pesta, "Hay," ia menyapa Gino sambil senyum.

"Kalau gak mau belanja jangan ke sini," sinis Gino tanpa menatap Anaya sedikitpun.

"Belanja kok gue," Anaya pergi mengambil beberapa makanan di rak, lalu ia kembali ke kasir untuk membayarnya dengan mata yang terus memandangi Gino.

Selesai membayar nya ia duduk di kursi yang tersedia di sana, ia ingin menemani Gino walaupun tidak di pedulikan sedari tadi, sambil makan-makanan yang barusan ia beli Anaya terus memandangi Gino yang tengah melayani pembeli lainnya.

"Ah cowok ku ganteng banget," gumamnya gemas sendiri saat melihat Gino.

Beberapa saat kemudian Gino mulai siap-siap untuk pulang karena ini sudah waktunya ia pulang, Anaya mengikuti Gino pulang, "Ngapain sih ngikutin?" tanya Gino menghentikan langkahnya sambil menatap Anaya dengan tatapan tajam.

"Mau ketemu orang tua kamu."

"Ngapain? Lu mau liat rumah gue yang kumuh dan jelek? Biar nanti lu bisa umumin sama semua orang?"

"Apaan sih Gino, gue gak peduli soal itu. Gue beneran mau ke rumah lu, lagian kalau gue pulang ke rumah sekarang gak ada siapa-siapa di rumahnya, nanti kakak gue jemput kok kalau udah pada pulang."

Gino yang merasa sedikit kasihan akhirnya melanjutkan kembali jalannya, Anaya pun kembali mengikuti Gino. Sampailah mereka di sebuah rumah sederhana, Gino masuk ke rumah itu bersama Anaya.

Di dalam ada kedua orang tua Gino dan satu adik Gino yang masih SMP sepertinya, "Kakak sama siapa?" Adiknya Gino yang bernama Gea menatap ke arah Anaya.

Anaya tersenyum sambil melambaikan tangannya sebagai sapaan, "Itu adik lu?" bisik nya.

"Iya," Gino berjalan ke kamarnya untuk ganti baju dan menyimpan tas sekolahnya.

"Sini kita makan malam bersama," panggil Nia ibunya Gino.

Anaya dengan bahagia dan penuh semangat langsung duduk di samping ibunya Gino dan hendak ikut makan malam bersama, walaupun ini kali pertama mereka bertemu Anaya tampaknya tidak tau malu.

Gino keluar dari kamarnya dan ikut makan malam. bersama.

"Maaf yah kalau di kita makannya seadanya saja," ujar Nia mengambilkan nasi ke piring Anaya.

"Gak papah, aku suka kok," Anaya terlihat senang saat bisa makan bersama dengan keluarga Gino, suasana hangat yang bahkan tidak ia dapatkan saat berada di rumahnya.

"Abis pesta?" tanya Gea saat melihat baju yang di pakai Anaya.

"Iya," Anaya mengangguk dengan mulut yang di penuhi makanan, walaupun makanannya terlihat biasa saja tapi semuanya menjadi lebih nikmat karena kehangatan keluarga ini.

"Bajunya kayaknya mahal," tambah Gea.

"Enggak kok, eh gak tau tapi soalnya di beliin orang."

Selesai makan malam, Anaya bersantai di teras rumah dengan Gea. Karena Gini tidak mau menemani Anaya menunggu Amar datang, "Kak pacarnya kak Gino?" tanya Gea penasaran.

Anaya tertawa kecil, "Semoga aja kedepannya gitu, sekarang mah lagi masa pendekatan."

"Kak Gino gak pernah bawa cewek lain ke rumah selesai kak Mawar, itu pun karena rumahnya deket aja. Jadi kak Mawar sering ke sini bawa makanan dari ibunya."

Anaya sedikit cemburu dengan Mawar tapi ia yakin kalau yang akan mendapatkan hatinya Gino adalah dirinya, "Oh iya ini buat kamu," Anaya memberikan snack makanan yang tadi ia beli di supermarket, masih banyak dan tidak mungkin ia bawa pulang.

"Buat aku semua?"

"Iya ambil aja, nanti kakak bakalan sering juga datang ke sini bawain makanan yang enak buat kamu."

Tiba-tiba saat sedang bersantai datang dua pria yang marah-marah, kedua orang tua Gino termasuk Gino langsung keluar dan bicara baik-baik pada mereka.

"Kami akan bayar uang sewa rumah ini besok, kami janji. Hari ini saya belum dapat uang," ayahnya Gino yang bernama Haris memohon di hadapan kedua pria tersebut.

"Besok lagi besok lagi, pokoknya kalau hari ini kalian gak bisa bayar kalian harus keluar dari sini sekarang juga," bentak salah satu pria itu sambil mendorong tubuh Haris.

"Pak jangan kasar dong," Gino menahan ayahnya yang di dorong.

"Ya udah bayar, udah nunggak 2 bulan juga."

Anaya yang tidak Terima langsung berdiri di hadapan kedua orang tersebut, "Jangan kasar dong."

"Lu cewek gak usah ikut campur deh, emangnya lu mampu bayar?"

"Mampu lah, harga diri lu berdua juga bisa gue bayar," bentak Anaya.

Kedua pria itu malah tertawa meremehkan, Gino sempat menarik tangan Anaya, "Gak usah ikut campur sama urusan keluarga gue, lu kalau mau pulang yah pulang aja."

"Lu mau keluarga lu di usir? Lu bisa bayar ke gue nanti kok kalau lu emang gak mau terima bantuan gue. Gak kasian kalau harus liat mereka tidur di luar? Ini dingin banget tau."

Mobil Amar datang untuk menjemput Anaya, Anaya yang melihat mobil kakaknya langsung menghampirinya untuk meminta uang.

"Berapa utangnya?" tanya Anaya.

"10 Juta sama bunganya."

"Kok malah banget sih?" Gino merasa uang sewanya tidak semahal itu.

"Orang kaya ternyata dia," ucap pria yang tadi saat melihat Anaya menghampiri mobil sport.

Amar keluar dari mobil, "Ada, nih," Amar langsung memberikan uangnya pada Anaya.

Anaya mengambil uang itu lalu ia berikan pada kedua pria tadi, "Nih lain kali gak usah kasar-kasar sama orang."

"Oke kalau gini kita cabut," setelah mendapatkan uang mereka segera pergi dari sana.

"Makasih yah," Nia langsung menghampiri Anaya dan menggenggam tangan Anaya.

Anaya cengengesan karena ia rasa ia sudah memenangkan hati orang tua Gino sekarang, "Tante tenang aja aku bakalan bantuin kalian, kalau ada apa-apa bilang aja sama aku."

Gino langsung melepaskan tangan mereka berdua dan meminta keluarganya untuk masuk ke rumah, ia ingin bicara dengan Anaya.

"Gue bakalan bayar secepatnya lu gak perlu khawatir."

"Gak di bayar juga gak papah."

"Gue gak mau hidup dari belas kasihan orang, jadi gue bakalan bayar. Lu gak usah ikut campur lagi sama masalah keluarga gue, gue bisa handel semuanya sendiri."

"Ya udah gue pulang yah, dadah," Anaya langsung menghampiri Amar.

Di perjalanan Anaya terlihat melamun menatap keluar kaca mobil, "Papa di rumah bakalan marah sama kamu, karena tau kamu gak hadir di pestanya."

"Biarin udah biasa juga di marahin."

"Mau sampai kapan sih kamu ngelawan Papa? Kakak gak mau liat kamu di marahin terus."

"Kak kalau hidup cuman nurutin apa yang Papa inginkan itu gak seru, masa selama hidup aku, aku harus ada di bawah kendalinya, aku gak mau."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!